Jalanhijrah.com- Muhammad kecil tumbuh dalam dekapan kasih sayang wanita mulia: Ummu Aiman. Beliau memperlakukan Muhammad seperti anaknya sendiri. Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah, Baginda Nabi memerdekakan Ummu Aiman (yang saat itu statusnya adalah budak bagi Abdullah).
Setelah menjadi wanita merdeka, Ummu Aiman menikah dengan Ubaid bin Harits Al-Khazraji kemudian dikaruniai anak bernama Aiman. Aiman sendiri nantinya menjadi sahabat Nabi saw. yang ikut dalam peristiwa hijrah dan berbagai medan jihad hingga ia gugur sebagai syahid di Perang Hunain.
Saatnya Kebahagiaan Tiba
Ummu Aiman termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Sejak ia mendengar Muhammad membawa ajaran Islam, ia tidak menunda waktu lagi untuk mengikutinya. Hanya saja langkah baiknya tidak diikuti suaminya yang tidak mau masuk Islam. Akhirnya keduanya berpisah.
Dalam dekapan Islam, Ummu Aiman menemukan kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan keindahan dunia yang hanya sementara. Setelah berpisah dengan Ubaid (suaminya) yang tidak mau masuk Islam, Allah memberinya suami dari kalangan orang Islam yang akan membimbingnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Saat itu, Khadijah memiliki seorang budak laki-laki bernama Zaid bin Haritsah, pemberian dari keponakannya, Hakim bin Hizam.
Setelah menikah, Rasulullah saw. meminta Zaid dari Khadijah dan Khadijah memberikannya. Sejak saat itu, Zaid menjadi budak milik Rasulullah. Setelah itu, beliau memerdekakannya lalu Zaid bin Haritsah menikah dengan Ummu Aiman. Mereka dikarunai anak bernama Usamah bin Zaid.
Zaid dan Usamah sangat disayangi oleh Rasulullah. Para sahabat biasa menyebut Usamah sebagai “Kesayangan putra kesayangan”. Semua anggota keluarga ini memang punya tempat tersendiri di hati Rasulullah.
Hijrah yang Penuh Berkah
Ketika penderitaan dan siksaan yang dialami kaum muslim di Makkah makin berat, Rasulullah mengizinkan mereka berhijrah ke Madinah. Kaum muslim pun berhijrah ke Madinah untuk menyelamatkan akidah mereka dari kekejaman kaum kafir Quraisy.
Ummu Aiman termasuk di dalam rombongan hijrah itu. Di perjalanan, ada kejadian luar biasa yang dialami Ummu Aiman, bahkan sulit untuk dilukiskan.
Utsman bin Qasim menceritakan, “Ummu Aiman ikut dalam rombongan kaum muslim yang hijrah ke Madinah. Sore hari, ketika kita sampai di daerah Mansharif (sebelum Rauha), Ummu Aiman yang saat itu berpuasa merasa sangat lelah dan haus. Tiba-tiba ada ember berisi air terikat tali putih menjulur dari langit. Lalu Ummu Aiman meminumnya. Setelah kejadian itu ia berkata, ‘Setelah kejadian itu, saya tidak pernah merasakan haus, meskipun ketika berpuasa.’”
Ummu Aiman di Medan Perang
Ummu Aiman bersama beberapa kaum wanita bertugas sebagai tim kesehatan dan penyiapan makanan pasukan di Perang Uhud. Di Perang Uhud inilah, ia menorehkan tinta emas dalam sejarah.
Ketika pasukan panah tidak mengindahkan instruksi Rasulullah saw. sehingga pasukan musuh berhasil membunuh sejumlah pasukan muslim dan sebagian pasukan muslim lari mundur ketakutan, Ummu Aiman menghadang mereka dan melemparkan pasir ke muka mereka. Ia seraya berkata, “Ini bedak yang pantas kalian terima. Ambil pedang kalian.”
Lalu bersama rekan-rekan wanitanya, ia mencari berita tentang Rasulullah saw.. Mengetahui baginda selamat, ia merasa tenang. Ummu Aiman juga ikut dalam perang Khaibar, perang Mu’tah, dan perang Hunain. Ia tidak mau ketinggalan dalam peristiwa ini sebagai tahapan penting dalam penegakan agama Allah.
Ummu Aiman di Mata Rasulullah saw.
Posisi Ummu Aiman di hati Rasulullah saw. tidak tergeser. Rasulullah saw. tidak pernah lupa bahwa Ummu Aiman adalah ibu kedua beliau. Ibu keduanya itu rela berkorban apa saja demi keselamatan Rasulullah saw.. Selain itu, Ummu Aiman telah mencurahkan semua kasih sayangnya kepada beliau.
Ya, Ummu Aiman senang dengan semua yang menyenangkan hati Rasul. Dia juga sedih ketika melihat beliau sedih. Melihat Rasul sangat bahagia dengan pernikahan Ali dengan Fatimah, Ummu Aiman juga turut bahagia. Ia bersama Asma’ binti ‘Umais mempersiapkan semua yang dibutuhkan Fatimah untuk pernikahan.
Saat meninggalnya Zainab putri Rasulullah, Ummu Aiman turut memandikan dan mengafani jenazahnya dengan hati penuh kesedihan.
Pada kesempatan lain, Ummu Aiman berdiri membela Ummul Mukminin Aisyah ra. ketika beliau diterpa fitnah dalam peristiwa “haditsul ifki“. Itulah yang menyebabkan Ummu Aiman punya posisi tersendiri di hati Rasulullah, para Ummul Mukminin, dan para sahabat Nabi. Wallahualam. [MNews/Has]