Politik Adalah Ladang Dakwah: Kisah Ning Diah Seorang Politisi Perempuan dan Pengasuh Pondok Pesantren di Madura

Jalanhijrah.com- “Namanya perempuan, menjadi pengasuh pondok pesantren, pasti mengalami banyak kendala. Apalagi saya tidak bisa menjadi imam sholat, serta tidak bisa memimpin tahlil kepada masyarakat, itu sangat menjadi kendala selama ini,” Ucap Ning Diah saat ditemui.

Ning Diah, merupakan sapaan akrab dari nama lengkap Nyai Hj. Aisyatul As’adiyah. Di kalangan Madura, sebutan ning merupakan sebutan dari anak bunyai dan kiai secara nasab. Perempuan yang satu ini bagi saya adalah perempuan luar biasa. Dengan umur yang masih cukup muda yakni 30 tahun. Ning Diah adalah perempuan yang sukses dalam karirnya, mulai dari menjadi pengusaha, juga aktif di partai politik, hingga menjadi pemimpin pondok pesantren.

Ning Diah sendiri merupakan alumni Magister Ekonomi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surabaya. Perempuan kelahiran 7 Desember 1990 ini mengenyam pendidikan sarjana di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep pada tahun 2009-2013.

Secara garis keturunan, Ning Diah merupakan salah satu puteri dari pasangan Nyai Hj. Makkiyah As’ad dengan KH. Sidqi Muhdhar. Sosok Ning Diah tidak lain merupakan cucu dari pahlawan nasional, KH. As’ad Syamsul Arifin.

Pengasuh pondok pesantren

Jika dilihat dari garis keturunan, bukanlah hal yang tidak mungkin bagi Ning Diah untuk mengelola pondok pesantren. Namun, tidak banyak tanggung jawab semacam itu diberikan kepada seorang ning. Apalagi dalam budaya Madura yang masih sangat kuat budaya patriarki, kita bisa melihat bagaimana perkembangan yang begitu  bagus dari pondok pesantren yang diasuh oleh Ning Diah.

Baca Juga  Memoar Giri Kedaton: Kerajaan Para Ulama di Pulau Jawa

Pondok pesantren yang diasuhnya adalah Pondok pesantren Al-Huda Sumber Nangka yang terletak di Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan. Setidaknya, ada beberapa lembaga pendidikan dibawah yayasan ponpes Al-Huda, diantaranya: Paud, TK, MTS Putra, MTS Puteri, MA Al-Huda Putera, MA Al-Huda Puteri, serta SMK Administrasi Perkantoran.

Sebagai sosok pengasuh pesantren, pengalaman Ning Diah bukanlah tanpa hambatan. Posisinya sebagai orang tua tunggal (single parent) kerap mendapat stigma. Apalagi dalam pelbagai kesempatan, perempuan tidak bisa ikut andik secara luas, juga menjadi hambatan utama. Tidak hanya itu, dalam ranah publik, kondisi single parent menjadi tantangan besar dirinya dalam melakukan pelbagai komunikasi dengan khalayak, mulai dari masyarakat, wali murid, khususnya dengan rekan laki-laki untuk kepentingan sosial yang digelutinya.

“ Dalam mengelola pesantren, saya tetap berpegang teguh pada nilai-nilai salaf. Namun, karena eranya sudah modern, serta melihat problematika sosial yang cukup kompleks. Nilai-nilai moderat menjadi nilai utama yang perlu ditanamkan kepada masyarakat, khususnya para santri agar tertanam bahwa Islam yang perlu dipelajari adalah Islam moderat serta jauh dari kelompok-kelompok kanan” Jelas Ning Diah.

Menurut Ning Diah, tantangan besar kita hari ini sebagai bangsa Indonesia, sebagai kaum santri, bagaimana menjawab stigma-stigma negatif yang dilekatkan kepada para santri. Mulai dari santri yang dibilang teroris, hingga pelbagai tantangan yang datang dari kelompok-kelompok kanan yang menolak dengan NKRI.

Baca Juga  Habib Kribo Melawan (Habib Bahar) Kelompok Radikal

“Santri harus diberi pemahaman itu, agar kelak bisa melihat negara Indonesia sebagai negara kecintaan. Sehingga tidak mudah ikut arus dalam pandangan-pandangan Islam radikal, serta taklid buta terhadap kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam,” Ucap Ning Diah.

Terjun dalam ranah politik

Tidak banyak perempuan yang memiliki kesadaran nyata tentang partisipasi perempuan dalam ranah politik. Ning Diah, perempuan Madura yang melampaui zamannya. Pengalamannya di dunia politik, membuatnya sudah terbiasa mengalami pahit manis perjuangan.

Perjalanannya di dunia politik merupakan semangat dakwah yang akan terus ia lakukan. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dakwah yang diturunkan oleh kakeknya selaku pahlawan nasional yang juga menjadi tokoh besar di jajaran Nahdlatul Ulama (NU).

“Ada banyak nilai-nilai perjuangan yang saya ambil dari kakek saya, bahwa berdakwah bisa darimana saja, termasuk bagi saya juga terjun dalam ranah politik menjadi ladang dakwah,” Ucapnya. Semangat juang yang bisa diambil dari Ning Diah tersebut, barangkali juga menjadi pemupuk untuk semangat para perempuan agar bisa meniru jejaknya. Tidak heran dengan semangatnya tersebut, ia juga diberi tanggung jawab untuk menjadi ketua Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) Kabupaten Pamekasan tahun 2021.

*Penulis: Muallifah

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *