“Maaf, kawan,” kata seekor ikan laut kepada seekor ikan yang lain. “Anda lebih tua dan lebih berpengalaman daripada saya. Di manakah saya dapat menemukan laut? Saya sudah mencarinya di mana-mana, tetapi sia-sia saja!”

“Laut?” kata ikan yang lebih tua, “adalah tempat engkau berenang sekarang ini.”

“Ha? Ini hanya air saja! Yang kucari adalah laut,” sangkal ikan yang muda. Dengan perasaan sangat kecewa ia pergi mencari tempat lainnya.

Penggalan cerita itu tertulis dalam buku Burung Berkicau (Cipta Loka Caraka, 1985) gubahan Anthony de Mello SJ. Kisah ikan kecil yang mencari laut, terbaca singkat, namun penuh makna. Kita membayangkan ikan itu terus mencari, larut dalam kebingungannya. Jika beruntung, ia akan sadar dan kepalanya menjadi kaya lantaran punya banyak cerita petualangan. Jika tidak, ia akan terus mencari dengan perasaan kosong dan kebingungan seumur hidup.

De Mello menuliskan pesan singkat di bawah cerita tersebut: “Ikan kecil, berhentilah mencari! Tidak ada yang perlu dicari. Heninglah sebentar, bukalah matamu dan lihatlah! Engkau tak mungkin keliru.” Kita bisa memaknai ikan sebagai pribadi manusia yang tak kunjung puas dan terlalu sibuk pada hal-hal yang sebenarnya tidak ia butuhkan.

Kitab Suci

Dalam literatur Islam, ikan menjadi salah satu tokoh penghantar pesan ilahi bersama Nabi Yunus As. Nabi Yunus diperkirakan hidup sekitar abad ke-8 SM. Ia disebutkan berasal dari negeri Syam atau yang saat ini disebut sebagai Palestina. Al-Qur’an menyebut beberapa kali nama Yunus bersama ikan, misalnya dalam Surat Al- Anbiya (21) ayat 87 dan Surat Al-Qalam (68) ayat 48:

Baca Juga  Memberangus Akar “Soft-Terrorism”

“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim’. Al- Anbiya (21) ayat 87.

Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau seperti (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan ketika dia berdoa dengan hati sedih. Al-Qalam (68) ayat 48:

Konon, Nabi Yunus ditelan oleh seekor ikan paus tanpa luka sedikit pun. Di dalam perut ikan yang gelap, Nabi Yunus sempat mengira dirinya telah meninggal, ternyata tidak. Ia justru mendengar suara-suara tasbih dari para penghuni lautan. Hal ini mengilhamkan kepada beliau untuk bertaubat dan menyadari kesalahannya.

Layar Lebar

Anak-anak akrab dengan ikan sejak kecil. Biasanya ikan dalam tatapan mereka adalah makanan yang diketahui dari tangan ibu. Tapi, kecanggihan teknologi membuat anak mengetahui hewan itu tidak hanya persoalan makan tetapi juga ikatan keluarga, persahabatan, dan keindahan bawah laut. Begitulah kira-kira yang ditampilkan dalam film Finding Nemo (2003, Amerika) garapan Andrew Stanton.

Film itu menghantarkan anak untuk lekas tahu arti perpisahan, pertemuan, dan sosok ayah. Yang terpenting, kepala anak ditinggalkan ingatan bahwa ikan tidak hanya sekadar hewan tetapi makhluk yang juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Ingatan itu akan mendorongnya untuk memperlakukan hewan dengan penuh rasa empati.

Baca Juga  Sketsa Akar-Akar Sekularisasi Bassam Tibi

Ikan juga bersinggungan dengan wacana soal gender dan ras. Film The Little Mermaid (1989) garapan Ron Clements dan John Musker mengisahkan sosok putri duyung (perempuan setengah ikan) yang mencintai seorang laki-laki dari dunia manusia. Kisah yang digandrungi anak-anak namun menyimpan banyak kekerasan. Selain itu, konstruk perempuan putih sebagai representasi tokoh dalam banyak kisah dongeng juga menjadi masalah.

Film terbaru, The Little Mermaid (2023) garapan Rob Marshall menawarkan opsi berbeda. Gadis berkaki ikan, berkulit gelap, dan berambut hitam, menjadi anti tesis dari dongeng mermaid yang biasanya lekat dengan superioritas kulit putih. Upaya menerobos standar kecantikan yang ekslusif terjadi melalui tontonan anak-anak.

Kerusakan Ekologis

National Geographic Indonesia, melalui tulisan bertajuk Kini Ikan Sangat Menikmati Plastik (21/6/2016) menukilkan nasib ikan dalam dunia yang makin penuh sampah. Dilaporkan bahwa partikel kecil yang mengandung microbeads, biasanya ada pada produk sabun pencuci muka dan pasta gigi, sering berakhir di perut ikan.

Lonnsted dari Universitas Uppsala Swedia, memimpin sebuah tim yang mempelajari ikan air tawar. Mereka menemukan bahwa saat ikan dilahirkan dalam lingkungan dengan konsentrasi tinggi partikel polystyrene (sejenis polimer sintetik), mereka akan lebih memilih makan partikel tersebut ketimbang makanan yang seharusnya. Hal itu terjadi karena jumlah plastik semakin banyak memenuhi air. Para ikan mengira itu adalah makanannya. Ikan-ikan lebih banyak menyukai plastik ketimbang makanan aslinya.

Baca Juga  Islam dan Fatalisme Beragama di Indonesia

Lonnsted juga menjelaskan bahwa dari hasil penelitiannya, ikan kakap pengkonsumsi plastik memiliki kemampuan survive yang lebih rendah. Mereka mengabaikan bau predator, hal yang berbeda dari yang biasa dilakukan kakap dalam mempertahankan hidupnya. Masalah itu pada akhirnya menimbulkan efek domino. Ikan muda akan cenderung mudah punah karena terlanjur mati sebelum bereproduksi. Akibatnya, rantai ekosistem yang selama ini terbentuk menjadi rusak.

Kerusakan ekosistem tentu tidak hanya berdampak pada lingkaran hewan. Seiring waktu berjalan, manusia pun akan menerima dampaknya. Sampah yang dilepaskan oleh manusia, terutama ke laut, akan kembali dalam bentuk yang lebih mengerikan (beragam penyakit). Siklus itu akan terjadi, cepat atau lambat.

Melalui ‘ikan’, kita bisa mengerti banyak hal. Dari yang mula-mula hanya makanan, bertambah ke arah kebijaksanaan hidup, spiritual, ras, hingga kerusakan ekologis. Ingatan pada ikan memungkinkan kita untuk berfikir lebih dalam menyoal kehidupan, kemanusiaan, dan alam.

 

Yulita Putri

Bergiat di Bilik Literasi dan Kamar Kata Karanganyar.

 

*Artikel ini telah tayang di Arina.Id. Jika ingin baca aslinya, klik tautan ini: https://arina.id/mozaik/ar-Q77cy/memaknai–ikan—dari-kitab-suci–layar-lebar–hingga-kerusakan-ekologis

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.