Jalanhijrah.com-Pendidikan adalah hak asasi setiap individu, termasuk juga perempuan. Namun di berbagai negara, perempuan sering menghadapi kendala dalam menempuh pendidikan mereka. Salah satu kendala utama yang perempuan hadapi adalah stigma yang masih ada dalam masyarakat atau budaya setempat. Stigma ini menciptakan hambatan dan pembatasan yang mempengaruhi akses, partisipasi, dan kemajuan perempuan dalam pendidikan.
Stigma masyarakat terhadap perempuan dipengaruhi oleh stereotipe gender dan ekspektasi tradisional yang mengikat mereka. Termasuk peran yang hanya berfokus pada pengasuhan anak dan suami, dengan mengesampingkan pentingnya pendidikan formal. Dengan stereotipe tersebut perempuan didesak untuk memilih jalur pendidikan yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin mereka. Seperti pendidikan yang terkait dengan urusan rumah tangga atau pekerjaan yang dipandang lebih feminin. Pemikiran-pemikiran seperti ini menghambat perempuan untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi atau mencapai potensi mereka.
Selain itu, budaya juga dapat memainkan peran dalam menghambat perempuan untuk menempuh pendidikan. Beberapa contoh budaya mungkin memberlakukan norma-norma yang membatasi kebebasan perempuan untuk belajar dan berkembang. Di antaranya budaya yang menganut sistem patriarki yang kuat. Di mana perempuan hanya memiliki peran yang terbatas pada pekerjaan rumah tangga dan merawat anak serta suami. Selanjutnya budaya dengan norma sosial yang ketat, misalnya membatasi kebebasan perempuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini berdampak pada kesempatan perempuan untuk belajar dan berkembang karena akses sosial serta pendidikan yang terbatas.
Selain norma-norma tersebut, beberapa budaya menganggap perempuan tidak pantas atau tidak seharusnya mendapatkan pendidikan setinggi laki-laki. Hal ini disebabkan karena budaya telah meyakini bahwa perempuan yang sudah menikah dan berpendidikan tinggi akan meninggalkan keluarganya. Selain itu, perempuan tidak lebih dari laki-laki dalam berbagai hal termasuk pendidikan. Namun dalam pernyataan tersebut, sangat tidak relevan dan harus dihilangkan dari stigma budaya terhadap perempuan. Karena jika kita lihat dari berbagai sudut pandang, apabila perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang setara maka menciptakan ketidakadilan secara sosial, ekonomi, dan pribadi.
Selanjutnya pernikahan dini juga sering menjadi hambatan besar bagi perempuan dalam menyelesaikan pendidikan mereka. Budaya yang mendukung pernikahan pada usia yang sangat muda cenderung mengarah pada putus sekolah atau menghentikan pendidikan bagi perempuan. Pernikahan di usia yang sangat muda juga tidak seharusnya perempuan lakukan. Hal ini akan menghambat perempuan untuk mengembangkan keterampilan, wawasan, dan potensinya. Selain itu, apabila perempuan hamil di usia yang sangat muda, akan berisiko terhadap ibu dan bayi, termasuk komplikasi saat melahirkan, kematian bayi, dan kesehatan reproduksi yang buruk. Selain itu, perempuan juga dapat mengalami tekanan psikologis akibat besarnya tanggung jawab rumah tangga yang harus ia lakukan. Norma-norma seperti ini memperkuat ketidak setaraan gender dalam pendidikan dan menciptakan penghalang yang sulit bagi perempuan untuk melampaui batasan-batasan tersebut.
Akibatnya, ketika perempuan tidak diberikan akses yang sama dalam pendidikan, beberapa konsekuensi negatif dapat terjadi.
Pertama, kesenjangan gender dalam pendidikan akan semakin melebar. Perempuan akan tertinggal dalam hal pengetahuan dan keterampilan, yang pada gilirannya dapat membatasi peluang mereka di dunia kerja dan kehidupan sosial.
Kedua, apabila perempuan tidak memiliki pendidikan yang memadai, mereka mungkin lebih rentan terhadap kemiskinan dan ketergantungan ekonomi. Pendidikan memberikan bekal yang seseorang perlukan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengatasi kemiskinan. Tanpa pendidikan yang memadai, perempuan mungkin terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditembus.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perempuan untuk menyadari pentingnya pendidikan dan menyadari bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Sadar akan hak-hak mereka akan memberikan dorongan untuk mengatasi kendala dan stigma yang mungkin mereka hadapi. Pendidikan memberdayakan perempuan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kesempatan yang mereka butuhkan untuk mencapai potensi penuh mereka dan berkontribusi secara aktif dalam masyarakat.
Selain kesadaran individu, upaya kolaboratif dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan juga diperlukan untuk mengatasi kendala tersebut. Untuk mengatasi kendala perempuan dalam memperoleh pendidikan, berikut adalah beberapa langkah yang dapat masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan ambil.
Pertama, masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan melalui kampanye sosial dan program penyuluhan.
Kedua, pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan inklusif yang melarang diskriminasi gender dalam pendidikan, memastikan akses yang sama bagi perempuan, dan memberikan perlindungan terhadap ketidakadilan.
Selain itu, lembaga pendidikan perlu membangun sekolah yang terjangkau, memberikan beasiswa dan bantuan keuangan, melatih guru untuk meningkatkan kesadaran gender dan strategi pengajaran inklusif. Serta bekerja sama dalam kemitraan dan kolaborasi dengan alokasi sumber daya, pertukaran pengetahuan, dan implementasi program yang mendukung pendidikan perempuan.
Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, harapannya perempuan dapat mengatasi stigma dan kendala dalam pendidikan mereka. Perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang setara dan inklusif dengan laki-laki karena alasan berikut.
Pertama, pendidikan memberikan akses kepada perempuan untuk mengembangkan potensi mereka dan mewujudkan aspirasi pribadi. Melalui pendidikan, perempuan dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang ia perlukan untuk mencapai kemandirian dan sukses dalam berbagai bidang kehidupan.
Kedua, pendidikan memberikan perempuan kesempatan yang lebih baik dalam hal ekonomi. Dengan kualifikasi pendidikan yang baik, perempuan memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan ekonomi.
Selain itu, pendidikan juga membantu mengurangi kesenjangan gender dalam hal penghasilan dan kemampuan negosiasi dalam dunia kerja.
Ketiga, pendidikan memberikan perempuan kemampuan untuk mengambil keputusan yang lebih baik terkait kesehatan, keluarga, dan kehidupan pribadi mereka.
Melalui pengetahuan yang perempuan dapatkan, mereka akan lebih baik memahami isu-isu kesehatan reproduksi, mengelola keluarga dengan bijak, dan berperan aktif dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan memainkan peran sebagai kunci dalam membuka pintu kesempatan dan memberdayakan perempuan untuk meraih kesetaraan, kemandirian, dan kontribusi yang berarti dalam masyarakat.