Jalanhijrah.com- Covid-19 menjadi tantangan yang kejam di media sosial karena bergelut dengan narasi, informasi kepada masyarakat, dan mengakibatkan ruang perdebatan cukup panjang. Pada kondisi yang demikian, internet adalah satu-satunya alternatif yang digunakan untuk mengakses informasi.
Media sosial menjadi ruang untuk menjalin komunikasi, melakukan pekerjaan hingga terhubung dengan orang-orang jarak jauh. Dibalik dampak positif yang demikian, nyatanya ruang maya itu membuat kita lebih mudah beradu domba, memprovokasi hingga merusak NKRI secara apik. Kelompok-kelompok politik maupun radikal sangat diuntungkan dengan penggunaan media sosial yang cukup panjang pada kondisi ini.
Hal tersebut terjadi karena sudah tidak bisa melakukan gerakasan massal yang dilakukan seperti pada umumnya sebelum pandemi. Akses internet membuat pergerakan semakin mudah, sebab hanya berpacu pada konten, jika sudah viral akan mudah merekrut massa lebih besar.
Problem ini diungkapkan oleh sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti . Menurutnya, gerakan yang dilakukan oleh kelompok politik dan radikal ini bergema begitu luas di media sosial dan membuat gaduh masyarakat dengan informasi-informasi yang tidak jelas dan sangat sensitif.
Ia juga menceritakan kesaksiannya terhadap beberapa kelompok maupun orang yang konsisten memposting berbagai tulisan tentang Covid-19 tidak nyata, pemerintah Indonesia anti Islam dan Komunis, vaksin adalah konspirasi, pemerintah diback-up China dan sebagainya. Hal itu juga diperparah dengan narasi kegagalan pemerintah menangani Covid-19 dengan solusi tegaknya khilafah sebagai Rahmat bagi semua. Kondisi tersebut cepat tersebar karena akun medsos yang digunakan beranak-pinak.
“Satu orang misalnya bisa punya 10 akun dan kalau masing-masing bisa ikut 10 grup WA dan masing-masing grup WA itu ada 250 orang misalnya, maka dalam hitungan detik dia bisa menyebarkan satu informasi itu kepada 2500 orang. Nanti belum lagi di dalam grup itu ada yang tertarik menyebarkan lagi dan seterusnya,” Jelas Mu’ti
Tantangan kelompok moderat
Berdasarkan fakta demikian, bagi kelompok-kelompok moderat, ini adalah tantangan yang amat berat. Sebab gerakan massif kelompok diatas menjadi salah satu hal konsen yang dilakukan. Narasi moderatpun tidak cukup untuk melawan narasi yang digencarkan oleh kelompok-kelopok diatas.
Narasi yang dijual oleh mereka lebih menjanjikan, sebab memberikan harapan yang amat nyata ditengah kegalauan masyarakat, ditambah dengan penananganan pandemi yang kurang apabila dikatakan layak, serta kebijakan tarik ulur yang tidak menentu, membuat masyarakat memiliki kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah.
Ruang tersebut sangat layak untuk dimasuki oleh kelompok-kelompok sebelah untuk mempromosikan kepentingannya. Kita dituntut untuk cepat merespon. Gerak cepat yang dilakukan dalam melawan narasi yang meresahkan, provokatif dengan cara kreatif, agar bisa dikonsumsi oleh orang banyak.
Menguasai internet dan media sosial
Dalam era yang demikian, pergeseran makna “benar” dilihat dari banyaknya afirmasi yang tertuju. Artinya, kita akan dianggap benar apabila banyak yang mengamiki benar, meskipun pada dasarnya kita salah. Dalam konteks ini, jika banyak yang mengamini bahwa vaksin adalah konspirasi, covid-19 tidak nyata, pemerintah anti Islam dan komunis, semakin banyak yang mendukung narasi, maka hal itu menjadi kebenaran yang diyakini oleh masyarakat.
Tidak heran, jika orang berlomba-lomba untuk memperbanyak followers, membuat konten viral, karena hal tersebut berpengaruh terhadap informasi yang akan disampaikan nantinya. Dengan mengacu pada fakta ini, kelompok-kelompok moderat harus menguasai internet dan media sosial. memiliki strategi untuk memviralkan narasi yang diusung. Tentu kreatifitas dan inovatif harus sejalan dengan apa yang diproduksi.
Keinginan untuk viral, banyak followers didasarkan pada kemashalahatan yang ingin diciptakan agar masyarakat bisa memiliki konsumsi informasi yang baik, tidak saling menyalahkan, mendahulukan saring sebelum sharing. Value ini yang menjadi pegangan untuk kelompok moderat agar bisa terus bersaing di dunia digital, menyebarkan informasi yang benar, bisa dipertanggungjawabkan, dalam rangka mempertahankan keutuhan NKRI.
Kondisi demikian, juga harus diimbangi dengan sikap kehati-hatian dalam menerima informasi yang belum jelas kebenarannya. Dalam konteks Islam, sikap tabayyun harus didahulukan pada setiap informasi, pemberitaan yang cukup marak dibicarakan.
Jika sikap tersebut dihilangkan, maka siap-siap kita menjadi taqlid terhadap sesuatu. Sekedar ikut-ikutan dengan apa yang ada. Apalagi ketika banyak orang meyakini bahwa informasi tersebut benar, karena sikap tabayyun tidak menjadi benteng diri, maka kita ikut menyemarakkan kebenaran itu.