lebaran

Jalanhijrah.com – Ramadhan 1445 Hijriyah pun berlalu, seiring beduk yang bertalu. Gema takbir berkumandang dari segala penjuru.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaha illa Allahu Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillahi al-hamd….

(Allah Maha Besar, tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah)

Gema takbiran pun terus berkumandang menyambut Idul Fitri, hari yang sangat ditunggu-tunggu umat Islam di seluruh dunia. Apalagi di Indonesia, negeri yang sangat kaya akan khazanah dan tradisi yang sudah mengakar lama, perayaan lebaran selalu istimewa dan meriah.

Mungkin hanya dua kali dalam sejarah ketika momen Idul Fitri dirayakan dengan terbatas atau ‘biasa-biasa saja’, yaitu pada 2020 dan 2021. Dua tahun itu seluruh dunia tengah dilanda kepanikan wabah Corona. Semua tiarap, menghindari momok bernama Covid-19 yang menghantui semangat silaturahim. Atas nama keselamatan umat manusia, otoritas memberlakukan sistem aturan yang mengunci sendi-sendi kehidupan. Di wilayah tertentu, bahkan diberlakukan pembatasan salat tarawih, salat ied dan perayaan lebaran yang berpotensi mengundang kerumunan.

Tak selang setahun, seiring kondisi new normal, masyarakat pun kembali meraih haknya merayakan lebaran. Mereka kembali menemukan jati dirinya dalam mengekspresikan diri, merangkai kembali benang-benang kebersamaan dalam ikatan yang kuat. Perayaan lebaran sungguh membawa kedamaian dan kegembiraan bagi semua.

Makna Lebaran dalam Falsafah Jawa

Dalam khazanah Jawa, kata Lebaran berasal dari kata lebar, yang dapat berarti usai, selesai, atau rampung. Padan kata lebar  adalah ‘bakda’ yang juga artinya sesudah. Jadi Lebaran artinya lebar puasa (habis puasa) atau bakda puasa (rampung puasa). Lidah orang Jawa suka menyederhanakan kata, sehingga Bakda pun terucap menjadi ‘Bada’. Sehingga di Jawa lebaran juga berarti ‘Bada’ atau ‘Badan’, yaitu momentum Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal. Dalam konteks lebaran atau ‘Bada’ itu, ada empat makna yang terkandung, yakni: Labur, Luber, Lebar, Lebur. 

Pertama, Labur. Labur sendiri merupakan bahan cat tradisional berwarna putih yang yang berasal dari batu gamping yang dilarutkan dengan air. Labur banyak digunakan masyarakat –terutama di perdesaan—terakhir pada era 1990-an. Dengan seikat jerami pilihan sebagai kuas, labur pun merambah mewarnai dinding-dinding bambu dan kayu rumah-rumah, masjid dan musala kala itu. Jika ingin warna lain, labur dilarutkan dengan blauw, meski hanya bisa menciptakan variasi warna biru atau hijau saja. Labur di sini bermakna mementingkan kebersihan. Baik kebersihan diri, kebersihan hati, maupun kebersian lingkungan, tempat tinggal, dan tempat peribadatan.

Baca Juga  Membaca Kisah Sahabat Nabi, Eks Terpidana Teroris Ini Akui NKRI

Kedua, Luber. Selama Bulan Ramdhan segala amal ibadah kita akan dilipatgandakan. Di bulan puasa itu, masyarakat bersemangat dalam beribadat dan bersedekah. Semua Muslim berlomba-lomba dalam fastabikhul khairat dengan melebihkan (ngluberaken) harta dan ilmunya kepada sesama, dengan harapan dilipatkgaandakan pahalanya.

Ketiga, Lebar. Masyarakat berbahagia merayakan lebaran, sebuah kemenangan karena telah selesai menjalankan puasa sebulan beserta ibadah lainya.

Keempat, Lebur. Lebaran atau Idul Fitri juga menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi, saling maaf-memaafkan, dan berbagi kebahagiaan. Setelah usai menunaikan spuasa sebulan lamanya, salat tarawih, serta membayar zakat fitrah, diharapkan diri kita kembali fitri, dan segala dosa bisa ‘lebur’ atau dihapus.

Hikmah Silaturahmi di Hari Idul Fitri

Di hari yang fitri setiap orang ingin tampil dengan pakaian terbaik yang dipunya. Hidangan paling lezat pun banyak tersedia. Namun, di balik itu, terdapat hikmah tak ternilai dari perayaan lebaran, yakni silaturahmi. Sebuah kata yang begitu akrab di telinga, dan teramat dalam maknanya. Silaturahmi bukanlah sekadar kunjungan dan anjangsana, namun sebuah ikatan batin yang menghubungkan hati-hati yang bersua, menerangi jalan dengan cahaya rahmat-Nya. Hikmah silaturahmi dapat dipetik sebagai berikut :

Pertama, silaturahmi memberikan kesempatan kita saling memaafkan. Sebagai insan biasa, tak ada manusia yang sempurna. Dalam kehidupan bermasyarakat/ bertetangga, pasti kita pernah melakukan kesalahan, baik disengaja ataupun tidak. Idul Fitri adalah kesempatan emas bagi setiap insan untuk memaafkan atas segala kesalahan dan kehilafan.

Baca Juga  Mengoreksi Kaum Jihadis dalam Memahami Hadis

Kedua, silaturahmi melapangkan rezeki. Meksi rezeki bukan hanya uang atau benda. Kesehatan, kebahgiaan dan sahabat yang baik adalah rezeki. Allah SWT memberikan rizki bagi hamba-hambanya, bahkan dari arah yang tak terduga-duga. Rasulullah SAW bahkan menyampaikan pada haditsnya, bahwa salah satu manfaat silaturahmi dalam islam adalah lapangnya rezeki/rizki.

“Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (H.R Bukhari & Muslim)

Ketiga, silaturahmi mengingatkan kita pentingnya nilai-nilai keluarga. Lebaran merupakan saat di mana keluarga besar berkumpul, melebur dalam satu kebahagiaan. Setiap canda, tawa, dan cerita, adalah pertanda kita memiliki orang-orang terkasih di sekitar kita.

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS Ar – Rahmaan :60)

Keempat, silaturahmi menggugah kita kepedulian terhadap sesama. Di tengah kebahagiaan, kita tergugah untuk peduli dengan mereka yang membutuhkan. Lebaran adalah saat yang tepat untuk berbagi kebahagiaan itu. Di tengah kehidupan yang serba cepat, seringkali kita hanyut dalam kesibukan. Lebaran mengingatkan kita bahwa dengan memberi akan mendatangkan kebahagiaan. Dengan saling berkunjung, kita akan merasakan kehangatan dari ikatan yang terbangun bersama.

Lebaran dan Pesan Perdamaian
Situasi dan kondisi masyarakat kita yang harmonis tentu harus kita syukuri. Karena masih banyak saudara-saudara kita di mancanegara di saat idul fitri ini masih di bawah bayang-bayang perang yang masih berkobar. Tak sedikit kaum muslim yang meninggalkan rumahnya karena perang yang tak juga mereda meski bulan puasa dan memasuki Idul Fitri.

Baca Juga  Memberangus Akar “Soft-Terrorism”

Sebagai bagian dari umat manusia di dunia, tentu kita tak menutup mata dan harus punya empati dengan turut berdoa agar perang di Gaza, Ukraina dan negara-negara konflik lainnya cepat berakhir. Semoga para pemimpin dunia terbuka mata dan hatinya bahwa perang hanya akan menimbulkan kerugian, kerusakan dan penderitaan bagi masyarakat. Semoga dengan dukungan dan doa-doa itu, pemimpin akan mengakhiri perang dan kedamaian pun tercipta.

Dengan memahami hikmah silaturahmi, semoga kita dapat menjalani Idul Fitri dengan lebih bermakna.. Lebaran adalah momentum untuk memperkuat silaturahmi, bukan hanya dalam lingkup keluarga, namun dalam konteks komunitas dan hubungan sosial kita sebagai bagaian dari anak bangsa. Silaturahmi hati yang terjaga, akan menciptakan keluhuran jiwa. Dengan begitu, nilai-nilai idul fitri terus tertanamb dalam hati, bersemi dan membawa kebahagiaan serta kedamaian bagi semua.

Muji Prasetyo

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *