Menu

Mode Gelap

Keluarga · 28 Nov 2022 12:00 WIB ·

Ekosistem Keluarga: Pendidikan Utama Membangun Empati Anak dengan Lingkungan


					Ekosistem Keluarga: Pendidikan Utama Membangun Empati Anak dengan Lingkungan Perbesar

Jalanhijrah.com- Salah satu pembahasan dalam rangkaian kegiatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara pada 24-26 November yakni, “Pemeliharaan Alam dan Peran Perempuan Lintas Agama: Perspective Ecofeminisme dalam Agama-Agama.” Saya merasa tertarik dengan forum ini karena beberapa alasan, di antaranya: Pertama, isu lingkungan adalah sesuatu yang sangat menarik untuk dibahas. Sebab lingkungan merupakan pembahasan yang sangat dekat manusia. Lingkungan menjadi tempat tinggal, terkadang luput dari pengawasan kita sebagai manusia, padahal menjadi tempat paling utama untuk ditempati dan dijadikan rumah untuk pulang.

Kedua, sebagai perempuan yang merasa dekat sekali dengan alam, seperti produksi sampah yang dihasilkan oleh perempuan dari pembalut, menjadi merasa terpanggil ketika, membahas tentang pengelolaan sampah dan meningkatkan upaya agar tidak begitu besar memproduksi sampah.

Ketiga, perempuan dan laki-laki memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga lingkungan. Maka dari itu, pengetahuan tentang pembahasan lingkungan harus dimiliki oleh masing-masing individu untuk memiliki peran dalam menjaga dan merawat lingkungan.

Di panel ini, saya merasa cukup terkesan dengan kehadiran fasilitator dari Ashoka, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan dengan budaya literasi yang cukup kuat. Sebutan budaya literasi tersebut, saya sematkan ketika melihat dari produksi buku cerita yang dihasilkan untuk mengkampanyekan lingkungan. Forum dibentuk sangat berbeda dari beberapa forum lain yang saya ikuti. Sebab model yang digunakan dalam forum adalah story telling. Seluruh peserta yang hadir dibuat menjadi beberapa kelompok.

Baca Juga  Nyai Cendana: Ibunya Ulama Perempuan Madura

Kami, sebagai peserta forum, diberikan kesempatan untuk membaca dan mendengarkan buku cerita koleksinya serta mendiskusikan kepada kelompoknya masing-masing. Salah satunya cerita yang saya dapatkan adalah kisah tentang Lutfan dan Monster.

Pada forum ini, cerita si Lutfan dan Monster cukup menyimpan kenangan yang amat menarik dalam ingatan saya. Sebab cerita tentang lingkungan yang dibawa oleh anak-anak, dan disuarakan oleh seorang anak, memberikan kesan mendalam bahwa, selama ini anak-anak menjadi kelompok yang terabaikan, suaranya tidak pernah di dengar, dan cenderung menjadi objek daripada subjek. Cerita tentang Lutfan adalah kisah seorang anak yang sedang mengalami kegalauan di rumah neneknya ketika terdapat pemandangan sampah dimana-dimana, yang dalam pikirannya, hal itu adalah monster.

Pikiran tentang monster, tergambar dengan jelas dalam pandangan Lutfan. Akan tetapi, kegelisahannya terhadap monster sampah tidak memberikan dampak apapun bagi lingkungannya. Kegelisahan terhadap sampah, Lutfan dapatkan melalui kebiasaan membaca yang diterapkan dalam keluarganya, sehingga ia memiliki empati terhadap lingkungan.

Kemudian, bersama teman sebayanya, dan dibantu oleh sebuah organisasi yang melakukan sosialisasi di sekolahnya Lutfan mampu menjadi change maker untuk membuat perubahan di lingkungannya. Cerita tentang Lutfan nyatanya benar-benar ada di sekitar kita. Akan tetapi, sudahkah kita menempati anak-anak sebagai kelompok yang memiliki kebebasan untuk berpendapat dan sebagai objek?

Kisah Lutfan adalah sebuah frame bahwa, ekosistem keluarga menjadi faktor utama seorang anak memiliki empati kepada lingkungan. Bagaimanapun, keluarga adalah organisasi terkecil dan paling utama dalam kehidupan. Kebiasaan yang ditanamkan dalam sebuah keluarga, akan menghasilkan habbits kepada seorang anak dalam memandang sesuatu. Lutfan sudah dibiasakan membaca oleh orang tuanya, melihat segala bentuk ketimpangan dan ketidakberesan dalam lingkungan dengan kacamatanya sebagai anak-anak. Sebutan monster yang ada dalam ingatannya, menjadi bukti bahwa, anak-anak juga mengalami kegalauan terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk soal sampah.

Baca Juga  Petaka Petasan dan Keceriaan Anak

Rasa empati terhadap lingkungan yang dimiliki oleh Lutfan terbentuk dari ekosistem keluarga yang membiasakan membaca dan melihat segala bentuk fenomena yang terjadi di sekitar. Dengan demikian, keluarga merupakan kelompok terkecil yang memiliki peran luar biasa terhadap pembentukan karakter anak. Termasuk tentang rasa empati kepada lingkungan. (IM)

Penulis

Muallifah

Artikel ini telah dibaca 16 kali

Baca Lainnya

Dominasi Ibu Mengkooptasi Anggota Keluarga: Telaah Pendidikan Keluarga dalam Kasus Terorisme

2 Februari 2023 - 10:00 WIB

Dominasi Ibu Mengkooptasi Anggota Keluarga: Telaah Pendidikan Keluarga dalam Kasus Terorisme

Bila Anak Bertanya: Boleh Nggak Berteman dengan Non-Muslim?

20 Januari 2023 - 12:00 WIB

Bila Anak Bertanya: Boleh Nggak Berteman dengan Non-Muslim?

Pendapat Ibn Asyur tentang Hadis Pemukulan Anak

4 Januari 2023 - 12:00 WIB

Pendapat Ibn Asyur tentang Hadis Pemukulan Anak

Mengenal Rumah Tangga Khadijah Sebelum dengan Baginda Nabi

3 Januari 2023 - 12:00 WIB

Mengenal Rumah Tangga Khadijah Sebelum dengan Baginda Nabi

Ini Akibatnya Jika Durhaka Kepada Orang Tua!

13 Oktober 2022 - 15:00 WIB

Ini Akibatnya Jika Durhaka Kepada Orang Tua!

Prinsip Hidup Seorang Muslim Sesuai Ajaran Nabi

15 Agustus 2022 - 10:00 WIB

Trending di Keluarga