wedding

Pasca ditolaknya permohonan isbat nikah Rizky Febian dan Mahalini di Pengadilan Agama Jakarta Selatan (25/11/2024) timbul pertanyaan besar di masyarakat: Sebenarnya apa yang terjadi pada pernikahan keduanya yang dilangsungkan tanggal 10 Mei 2024 lalu?

Dalam pemeriksaan persidangan yang dilakukan pengadilan ditemukan bahwa wali nikah Mahalini bukanlah wali nikah yang dibenarkan oleh hukum sesuai yang diatur pada Bagian Tiga Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur tentang wali nikah.

Dalam pasal 20 ayat 1 KHI dijelaskan “yang bertindak menjadi wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh. Ayat 2 “wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim”. Melihat aturan ini maka jika tidak ada wali nasab maka harus menggunakan wali hakim.

Lalu siapa wali Mahalini? Adalah Ustad Yahya yang tidak Mahalini kenal, tidak ada hubungan darah, dan bukan dari pihak KUA sebagai wali hakim. Saat proses persidangan isbat nikah wali tersebut diminta untuk dihadirkan dalam persidangan namun tidak bisa dihadirkan, sehingga hakim tidak dapat membenarkan bahwa pernikahan tersebut sah secara agama yang berakibat pada penolakan itsbat nikah oleh hakim.

Kepercayaan 

Pelaksanaan resepsi pernikahan pihak Mahalini dan Rizky Febian telah mempercayakan sepenuhnya kepada wedding organizer (WO) untuk mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan mengingat kesibukan keduanya. Termasuk dalam hal mempercayakan kelengkapan data administrasi pernikahan sebagai syarat sahnya perkawinan.

Baca Juga  Cara Mandi Besar yang Harus Diperhatikan

Akad nikah berjalan lancar dan dinyatakan sah oleh para saksi.

Namun, setelah resepsi mereka baru mengetahui bahwa buku nikah belum dapat mereka miliki. Itu artinya pernikahan mereka belum tercatat di KUA.

Konsumen

Lantas siapa yang seharusnya bertanggung jawab, sementara pasangan tersebut yang menanggung akibat hukumnya terkait dengan keabsahan perkawinannya tanpa adanya niat untuk melakukan pelanggaran hukum?

Mahalini dan Rizky merupakan konsumen dari penyedia jasa wedding organizer yang telah dipercaya dan menerima kontrak kerja penyelenggaraan pernikahan mereka termasuk dalam hal administrasi pernikahan. Maka konsekwensinya adalah pihak WO harus mengetahui alur administrasi pernikahan yang telah dipercayakan kepadanya. Ketika terjadi kesalahan administrasi pernikahan memungkinkan terjadinya ketidakabsahan pernikahan tersebut. Jelas dalam hal ini konsumen telah dirugikan dan menanggung akibat hukumnya.

Sertifikasi halal

Layaknya penyedia jasa keuangan syariah dan jasa penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah, WO sebagai penyedia jasa juga harus bersertifikat halal demi perlindungan konsumen (pengguna jasa). Apalagi ketika menerima penyediaan jasa administrasi pernikahan maka standar kerja mereka juga harus memenuhi standar halal yang dapat menjamin keabsahan pernikahan pengguna jasanya.

Dengan adanya standarisasi halal yang ditentukan oleh MUI terhadap penyedia jasa WO maka pihak WO pun akan mempelajari secara detail mengenai alur kinerjanya sehingga tidak merugikan konsumen. Diharapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera mengkaji dan menetapkan fatwanya.

Baca Juga  Larangan Merendahkan Orang Lain Dalam Islam

Atau jika memang tidak ada standarisasi halal WO maka secara tegas harus dinyatakan bahwa WO tidak boleh menerima kontrak kerja untuk mengurus administrasi pernikahan agar tidak merugikan konsumen.

Yang luput perhatian WO adalah bahwa sahnya pernikahan bukanlah dilihat dari kemewahan acara, tetapi karena terpenuhinya syarat dan rukun nikah.

 

Aina Sufya Fuaida

Dosen Fakultas Syari’ah UIN Salatiga.

Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-Kw5W9/menggagas-sertifikasi-halal-wedding-organizer–dampak-penolakan-isbat-nikah-rizky-febian-dan-mahalini

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.