Mesir

Jelang hari pertama gencatan senjata antara Hamas-Israel di Gaza, Palestina, pada Minggu (19/1/2025), pihak Mesir sudah menyiapkan kiriman besar bantuan yang dikonsentrasikan di Kota Arish, Mesir. Distribusi bantuan tersebut rencananya bakal masuk Gaza melalui perbatasan Rafah.

Terkait hal ini pemerintah Mesir menugaskan 2 menteri mereka untuk mengawasi proses pengiriman bantuan. Mereka adalah Khaled Abdel Ghaffar (Menteri Kesehatan) serta Maya Morsy (Menteri Solidaritas Sosial).

Dikabarkan oleh kantor berita Mesir, kedua menteri tersebut mendarat di Bandara Arish pada Sabtu (18/1/2025) kemarin. Mereka langsung melakukan pemeriksaan soal kesiapan rumah sakit, serta pemantauan akhir terkait pengiriman bantuan.

Sementara itu sejak hari Jumat (17/1/2025) malam, deretan truk-truk besar pengangkut bantuan kemanusiaan tujuan Gaza sudah berbaris panjang di perbatasan Rafah.

Pemerintah Mesir secara khusus memfungsikan bandara di Kota Arish serta bandara di Sinai Utara, sebagai pusat penerimaan dan pengangkutan bantuan kemanusiaan internasional yang akan menuju Gaza.

Pengiriman bantuan untuk Gaza relatif sudah terputus sejak Mei 2024. Ketika pasukan pendudukan Israel menguasai sisi Palestina di perbatasan Rafah.

Dua hari lalu perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebutkan bahwa pihaknya menargetkan dapat mengirim 500 sampai 600 truk bantuan ke Gaza per hari.

“Proses utama dimulai pada Minggu, dan PBB bersama kami (WHO) sangat berencana untuk memprioritaskan sebanyak mungkin,” ucap perwakilan WHO, Richard Peeperkorn, dikutip dari Antaranews.

“Targetnya adalah memasukkan antara 500 hingga 600 truk per hari dalam beberapa minggu mendatang… itu akan menjadi peningkatan besar dibandingkan 40-50 truk yang kita lihat beberapa waktu terakhir,” imbuhnya.

Baca Juga  PBNU: Manfaatkan AI Secara Tepat untuk Cegah Teror

Kesepakatan gencatan senjata antara Hamas-Israel diketahui, pada Rabu (15/1/2025) tengah pekan ini, lewat keterangan resmi yang disampaikan Perdana Menteri sekaligus Menlu Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani.

Dijelaskan bahwa tahap awal kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel akhirnya tercapai. Kesepakatan antara kedua pihak juga terkait pertukaran tahanan. Kesepakatan tersebut direncanakan berlaku efektif pada hari ini, Minggu, 19 Januari 2025.

Hal ini merupakan hasil positif dari rangkaian upaya mediasi yang selama ini dimotori oleh 3 negara, yakni: Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.

Ketegangan di Gaza kembali menjadi perhatian dunia, dengan konflik yang terus berkobar dan menimbulkan korban jiwa, terutama di kalangan sipil. Di tengah situasi ini, Mesir mengambil langkah signifikan dengan menyiapkan bantuan kemanusiaan di Kota Arish, sebuah wilayah yang strategis dekat perbatasan Rafah, gerbang utama menuju Gaza. Inisiatif ini menunjukkan niat Mesir untuk berperan dalam meredakan krisis kemanusiaan yang menghantam wilayah Palestina.

Namun, muncul pertanyaan yang lebih besar di balik langkah ini: apakah upaya-upaya seperti ini, atau bahkan ketahanan rakyat Palestina dalam menghadapi blokade dan serangan bertubi-tubi, sudah cukup untuk dikatakan bahwa Palestina telah menang?

Jawabannya tidaklah sederhana. Di satu sisi, keberadaan Palestina dan perjuangan mereka selama puluhan tahun adalah bukti nyata bahwa semangat perlawanan tidak pernah pudar. Dukungan internasional yang terus mengalir, termasuk dari negara-negara seperti Mesir, menunjukkan bahwa isu Palestina tetap menjadi perhatian global.

Baca Juga  Ketika Al-Qur'an Dibaca Saat Mendirikan Amerika

Namun, di sisi lain, kemenangan bukan hanya soal bertahan. Kemenangan juga membutuhkan kemerdekaan sejati, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta pengakuan terhadap Palestina sebagai entitas yang berdaulat.

Langkah Mesir dengan mengorganisir bantuan kemanusiaan di Kota Arish adalah tindakan konkret yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Kota ini, yang terletak di Semenanjung Sinai, telah menjadi pusat strategis untuk mengirimkan bantuan ke Gaza melalui perlintasan Rafah. Bantuan ini tidak hanya berupa makanan dan obat-obatan, tetapi juga simbol solidaritas bagi rakyat Palestina yang terus-menerus menghadapi krisis.

Namun, bantuan kemanusiaan hanyalah satu bagian kecil dari upaya yang diperlukan untuk menghentikan penderitaan di Gaza. Blokade yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun, kehancuran infrastruktur, serta ketidakstabilan politik yang terus melanda wilayah tersebut tidak bisa diatasi hanya dengan bantuan sementara. Yang dibutuhkan adalah solusi jangka panjang yang mampu mengatasi akar permasalahan: pendudukan, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi.

Di sisi lain, keberanian dan daya tahan rakyat Palestina juga menjadi cerminan kemenangan moral. Dalam konteks ini, kemenangan tidak diukur dari jumlah wilayah yang dikuasai atau kekuatan militer, tetapi dari kemampuan mereka untuk tetap bertahan sebagai bangsa, meskipun menghadapi tekanan yang sangat berat.

Namun, kemenangan moral saja tidak cukup untuk mengubah kenyataan politik yang ada. Palestina membutuhkan dukungan internasional yang lebih tegas dan terkoordinasi.

Negara-negara di Timur Tengah, termasuk Mesir, memiliki peran penting untuk mendorong proses diplomasi yang lebih adil. Mesir, dengan posisinya yang strategis dan pengaruhnya di kawasan, dapat menjadi mediator yang efektif, terutama dalam mengupayakan gencatan senjata dan membangun kembali jalur dialog antara Palestina dan Israel.

Baca Juga  Menelisik 4 Poin Deklarasi yang Ditandatangani Paus & Imam Besar Istiqlal

Meski demikian, tantangan yang dihadapi Mesir sebagai mediator juga tidak ringan. Hubungan Mesir dengan Israel, tekanan internasional, dan dinamika politik internal menjadi faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan Mesir terhadap Palestina. Oleh karena itu, meskipun bantuan kemanusiaan yang diberikan Mesir sangat berarti, upaya ini harus dilihat sebagai bagian dari langkah yang lebih besar untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.

Jadi, apakah Palestina sudah menang? Jika kemenangan diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan mempertahankan identitas nasional, maka jawaban atas pertanyaan itu adalah ya.

Palestina telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak akan menyerah, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Namun, jika kemenangan diartikan sebagai tercapainya keadilan, pengakuan kedaulatan, dan kehidupan yang layak bagi rakyat Palestina, maka perjuangan masih panjang.

Langkah Mesir memberikan harapan baru, tetapi tidak cukup untuk mengubah dinamika konflik yang kompleks ini. Palestina membutuhkan lebih dari sekadar bantuan; mereka membutuhkan dukungan dunia untuk mewujudkan cita-cita mereka akan kemerdekaan dan perdamaian. Hingga saat itu tiba, pertanyaan tentang kemenangan Palestina tetap akan menjadi bahan diskusi yang terus bergulir di panggung internasional.

 

*Artikel ini telah tayang di Arina.Id. Jika ingin baca aslinya, klik tautan ini: https://arina.id/berita/ar-yHA0X/mesir-siapkan-bantuan-untuk-gaza-di-kota-arish

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.