Merve Kavakci di Persimpangan Jalan Sekulerisme Turki

Jalanhijrah.com-Pada Mei 1999, seorang perempuan Muslim menghebohkan ruang parlemen Turki. Pasalnya, sepanjang sejarah sekulerisme Turki, itulah kali pertama ada anggota parlemen yang mengenakan jilbab. Perempuan itu bernama Merve Kavakci, anggota parlemen dari Virtue Party.

Imajinasi Sosial

“Turkey is secular, will remain secular!” Demikian di antara kecaman yang dialamatkan kepada Kavakci. Tindakannya yang menggunakan jilbab di ruang parlemen dinilai mengancam sekulerisme dan kebebasan yang sudah susah payah diperjuangkan. Kecaman itu tidak dapat dilepaskan dari bagaimana imajinasi sosial masyarakat Turki tentang sekulerisme.

Oleh masyarakat Turki sekuler, jilbab dinilai sebagai seragam ideologis dari kelompok Islam fundamentalis. Jilbab adalah simbol politik (political symbol) yang harus dilawan. Kavakci, oleh karenanya, masyarakat anggap sebagai ancaman yang nyata.

Nilufer Gole dalam Islam and Secularity (2015) mengungkapkan bahwa ruang publik memang menjadi tempat bagi masyarakat Turki untuk mengimplementasikan cara hidup sekuler dan progresif. Sebagai implikasinya, segala bentuk simbol dan praktik keagamaan yang hadir di ruang publik akan dibungkam.

Senada dengan itu, Saba Mahmood dalam Politics of Piety: The Islamic Revival and the Feminist Subject (2005) menjelaskan bahwa letupan agama sekecil apapun (the slightest eruption of religion) yang hadir di ruang publik, baik berupa simbol maupun praktik keagamaan akan masyarakat Turki anggap mengancam eksistensi sekulerisme.

Alih-alih menitikberatkan pada diskursus. Sekulerisme dalam imajinasi sosial Turki lebih fokus pada tampilan luar (stage for performance). Perempuan Muslim akan dianggap “modern” jika mereka tampil dengan berbagai tanda kemodernan, seperti gaya bahasa, cara berpakaian, pola interaksi sosial, dan sebagainya.

Baca Juga  Perjuangan Non-Qital Perempuan Melawan Terorisme

 Persimpangan Jalan

Kavakci adalah perempuan Muslim yang menempuh pendidikan tinggi di Eropa, hidup di tengah masyarakat perkotaan, menggunakan berbagai produk teknologi, dan menampilkan gaya berpakaian yang fashionable. Secara umum, dibandingkan dengan perempuan Muslim Turki lainnya, ia sebenarnya lebih dekat dengan profil perempuan yang berorientasi Barat.

Akan tetapi, jilbab yang ia kenakan memang menjadi “sumber masalah utama”. Pendidikan dan pengalaman hidupnya di negara modern tidak membuatnya terbebas dari stigma perempuan pra-modern. Kata Gole, “she was both a local and a foreigner…; she was from here, but also from elsewhere,” (hlm. 147).

Masalah Kavakci tidak cukup di situ. Selain menjadi “musuh” elit sekuler, ia juga “asing” di kalangan perempuan Muslim lainnya. Ada semacam jarak sosio-psikologis antara ia dengan komunitas Muslim. Jarak itu adalah buah dari sikap dan personifikasinya sebagai perempuan Muslim modern.

Kavakci semacam berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia tidak sedang berada di sudut jalan perempuan Muslim (lokal) Turki. Di sisi lain, meski tidak kalah modern dengan perempuan Turki yang membela ruang publik sekuler, jilbab yang ia kenakan membuatnya tidak berada di sudut jalan perempuan sekuler.

Ruang Publik Baru

Pandangan perempuan sekuler Turki bahwa jilbab menjadi seragam ideologis kelompok Islam fundamentalis bukan tanpa alasan. Di negeri dua benua itu, gerakan Islam di Turki mengalami pergeseran orientasi: dari revolusi agama ke keterlibatan mereka di ruang-ruang publik modern (dengan tanpa meninggalkan agenda politik sama sekali).

Baca Juga  Ibnu al-Muqaffa, Sastrawan dan Penerjemah Karya Asing Era Abbasiyah

Ruang publik sekuler Turki yang homogen digugat. Mereka lalu menawarkan konsep ruang publik baru (new Islamic public spaces) yang memadukan antara modernitas dan gaya hidup Islam. Selain itu, mereka juga berusaha menjadi perempuan Muslim yang “baik” di tengah arus modernitas. Mereka memadukan antara moral keagamaan dengan kebebasan ala Barat.

Di satu sisi, mereka menjaga identitas keislamannya, baik dalam konteks peribadatan maupun penampilan. Di sisi lain, mereka menyebar dan memainkan peran-peran strategis di ruang publik, seperti di sektor pendidikan, budaya, ekonomi, media, politik, dan sebagainya.

Kavakci adalah contoh perpaduan itu. Ia belajar di Barat, hidup dengan gaya hidup modern, kembali ke Turki dan bergabung dengan partai politik, lalu terpilih menjadi anggota parlemen. Dengan semua aktivitas publik itu, ia tetap berkomitmen mengenakan jilbab. Secara umum, jilbab dinilai sebagai wujud kesalehan dan kesopanan perempuan Muslim.

Dibandingkan berusaha menyesuaikan cara berpakaiannya, Kavakci lebih memilih menjadikan ruang parlemen Turki sebagai “medan perang”. Ia dengan tegas menolak berasimilasi dengan nilai sekuleritas yang dianut Turki. Dan terhadap pilihannya itu ia harus membayar mahal: diusir dari ruang parlemen.

***

Dalam perkembangan selanjutnya, dalam pengamatan Gole, ruang publik Turki tidak hanya menjadi “medan perang” bagi kelompok sekuler dan gerakan Islam. Tidak hanya ruang publik sekuler yang menuai kritik, tetapi juga ruang publik Islam.

Baca Juga  Imsak, Ini Dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist

Dalam konteks perempuan, lagi-lagi yang menjadi bahan perdebatan adalah rumusan tentang bagaimana menjadi perempuan Muslim yang “baik” di tengah arus modernitas, misalnya tentang konsep aurat, malu, sopan, salehah, dan sebagainya. Sampai kini, perdebatan itu belum juga usai.

Secara umum, tidak hanya dalam kasus Turki, marginalisasi agama ke ruang privat telah menuai kritik dan evaluasi. Mengenai ini, penting untuk membaca tesis Jose Casanova tentang deprivatisasi agama dan Jurgen Habermas tentang masyarakat post-sekuler. Casanova dan Habermas berpandangan bahwa agama punya peran penting di dalam membangun tatanan dunia modern yang lebih baik. Oleh karena itu, hubungan agama dan modernitas yang saling berjauh-jauhan harus ditinjau ulang.

Sirajudin Bariqi

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *