Jalanhijrah.com- Kasus ACT berbuntut buntung? Kita tidak tahu bagaimana keberadaan dana filantropi itu sekarang. Kita hanya mendengar desas-desus opini dan berita-berita mengenai ACT di media sosial. Katanya, keempat punggawa ACT sudah menjadi tersangka dan akan ditahan.
Tapi pertanyaanya, apakah hanya keempat pengurus ACT yang menikmati cuan haram tersebut? Mungkin tidak bocor dan mengalir selain kepada pengurus, misalnya ke ormas, kelompok teroris dan semacamnya? Lalu bagaimana keberadaan uang sekarang? Mungkinkah uang itu kembali dan tetap sampai kepada masyarakat terdampak?
Ada di Mana Duit ACT Kini?
Ini yang barangkali banyak orang mempertanyakan. Jika debatnya hanya muter siapa yang melakukan dan sebaliknya, maka kita tidak tahu bagaimana seharusnya dana itu diperuntukkan. Seharusnya, kita mendebat bagaimana kapan dan dana itu kembali dan kapan akan dibagikan kepada masyarakat.
Terakhir, dana ACT ditemui mengalir kepada koperasi syariah 212 Mart. Nominalnya sangat banyak, yakni Rp10 Miliar. Gerakan 212 dapat kucuran dan untuk operasional gerakan mereka. Sementara, 212 Mart dapat dana untuk memulai bisnis berkedok syariah yang tujuannya untuk menyaingi tokoh Kapitalis Barat, seperti Alfamart, Indomart, Alfamidi.
Sejak awal, gerakan dan hadirnya koperasi dan tokoh 212 Mart, memiliki misi untuk menjadi lawan (menurut bahasa mereka) kapitalis-kapitalis Barat. Mereka menganggap bahwa dengan tokoh 212 Mart, mereka akan memajukan perekonomian muslim Indonesia dan menyelesaikan derita rakyat Indonesia. Brendnya, jualannya dianggap suci dan halal. Kemudian lahirnya 212 Mart mereka daku lahir dari muslim sendiri. Dengan alasan itu, mereka percaya diri bahwa nantinya menjadi pahlawan perekonomian warga muslim dunia.
212 Mart, diklaim akan menjadi lumbung ekonomi yang bakal akan menjadi alternatif dari semua alternatif umat Islam. Mereka mengira bahwa umat Islam akan maju dan sentosa karena adanya 212 Mart. Apakah maju?
Lebih dari Sekadar Kasus
Yang terjadi, 212 Mart malah terperosok kepada kasus yang tidak diinginkan. Dulunya, koperasi dan tokoh ini terjangkit masalah besar. Mulai dari karyawannya, tidak dibayar. Pemberi aset yang dirugikan. Kasus lain, 212 Mart ini bobrok dengan manajeman yang mereka agungkan. Banyak orang kehilangan uang karena aset yang dimasukkan kepada 212 ini hilang. Hingga akhirnya, 212 Mart sampai sekarang lumpuh dan tak berdaya. 212 Mart seperti hidup tak mati. Mati tak hidup. Sementara Alfamart, Indomart, Alfamidi malah maju dan pesat.
Kembali ke ACT. Lalu mengapa ACT begitu yakin memberikan dana filantropi itu kepada koperasi syariah 212 Mart untuk tujuan bisnis? Jawabannya gampang. Karena mereka memiliki agenda yang sama. Pertama, agenda mereka adalah menggerakkan politik Islam. Kedua, mereka mencoba kepuruntungan untuk bermain dengan bisnis berkedok syariah. Ketiga, karena mereka adalah orang yang sama, yang memiliki dan mempunyai ideologi keagamaan yang sama.
Atas dasar itu, dana filantropi masyarakat umat miskin itu ditilap.
Untuk kemajuan ACT, mereka memakai ustaz-ustaz terkenal untuk mengkampanyekan. Untuk meyakinkan bahwa dana meraka aman, mereka juga memakai influncer seakan-seakan mereka juga melaksanakan. Agar orang lebih percaya dan banyak orang memberikan bantuan dana, dimasukkanla ustaz, kiai, atau ustaza, yang memiliki kepamoran tinggi di media sosial. Dengan cara ini ACT terus berkembang pesat.
Apakah Dana Itu Akan Kembali?
Jika dengan strategi itu semua, kita menjadi percaya kepada ACT, sesungguhnya kita juga tertipu atas nama kemonceran, kereligiositasan, dan karismatik seseorang, serta keterkenalan para influncer ACT ini. Kita gampang percaya dengan karisma, religiositas, dan karisma seseorang buatan atau yang diproduksi media digital. Kita kurang melihat bagaimana manajemen dan pengaruh media digital bermain. Fenomena inilah yang sering kita abaikan.
Sehingga, apa yang sesungguhnya kita pikirkan kita tidak dipikirkan, dan apa yang harus kita lakukan kita tidak melakukan. Yang terjadi justru, dana-dana filantropi tidak sampai kepada umat. Umat tidak mendapatkan haknya. Kini dana itu entah ke mana.
Dengan terdakwahnya pengurus ACT apakah dana itu bakal kembali? Dengan tahunya aliran dana bahkan sampai kepada ustaz/kiai seleb dan pejabat publik dana filantropi itu bakal sampai kepada masyarakat? Kita masih menunggu. Sanggupkah penegak hukum mengusut tuntas dan memberikan dana itu pada haknya, atau kasus itu hanya menjadi dinamika semata, yang berujung buntung semata?
Penulis