Felix Siauw dan Ade Armando: Dua Aktor Ekstremisme yang Akan Menghancurkan Islam

Jalanhijrah.com– Tulisan ini merupakan analisis-reflektif saya terhadap wacana ekstremisme keagamaan yang ramai hari-hari ini. Kemarin, di Facebook, seorang kakak tingkat, yang jurusan PAI, bikin status yang menggelikan. Seolah-olah kritis, dia mengatakan bahwa tidak menjalankan syariat bukan berarti mengingkari Islam. Dia lalu menganalogikan “shalat” dengan “potong tangan”, yang katanya sama-sama syariat. Saya hanya tertawa: itu adalah pikiran yang super duper dangkal!

Kasusnya seperti ini. Ade Armando, dosen Universitas Indonesia (UI) yang kontroversial itu, kembali bikin ulah. Melalui YouTube Cokro TV, ia menegaskan ketidaksetujuannya atas penegakan syariat di Indonesia. Mungkin niatnya baik, agar negara ini aman dari politik identitas dan politisasi agama. Lalu Ade berhujah, perintah shalat lima waktu sehari tidak ada dalam Al-Qur’an. Singkatnya, penolakan tersebut ibarat penolakan terhadap Perda Syariah.

Artinya, sebenarnya Ade tidak hendak menegasikan shalat. Syariat yang tidak perlu ditegakkan di Indonesia, menurut dia, adalah “khilafah”. Lalu, seperti yang distatuskan oleh kakak tingkat di Facebook tadi, dia menarik shalat (yang qath’i) terhadap sesuatu yang zhanni, yaitu potong tangan dan atau khilafah. Lalu semuanya dianggap syariat. Sampai di sini, mari mengernyitkan dahi: siapa yang mengajari mereka jadi pekok begini?

Ternyata, Ade Armando menanggapi Felix Siauw. Saya kemudian menuju salah satu konten di kanal YouTube Felix Siauw, berjudul “Muslim Anti Syariat” yang telah ditonton 95.000 kali. Video tersebut berisi pengalaman Felix memandang Islam saat ia masih Kristen, dan berkesimpulan bahwa sebagai hamba Allah (‘abd Allah), menegakkan syariat secara totalistis merupakan keniscayaan. Salah satu syariat yang dimaksud ialah, tentu saja, khilafah.

Apakah belum terlihat duduk perkaranya? Iya, ini adalah dualitas ekstremisme. Dan ini, jelas dan tidak bisa dibantah, sama-sama berbahaya untuk Islam—berpotensi menghancurkannya. Baik Ade Armando maupun Felix Siauw adalah, mohon maaf harus dikatakan, manipulator agama. Yang paling parah, umat Islam terpolarisasi pada dualitas tersebut, dan tidak memahami bahwa keduanya sama-sama buruk untuk agama Islam itu sendiri.

Baca Juga  Dokter Sunardi dan Kamuflase Teroris, Mengapa Dibela?

Dua Kutub Ekstremisme

Ekstrem dalam bahasa Arab adalah tatharruf, yang artinya tepi atau ujung. Yang Namanya tepi, itu pasti ada dua: kanan dan kiri. Terlalu ke kanan, artinya ekstrem kanan: konotasinya ialah melampaui batas dalam beragama. Sebaliknya terlalu  ke kiri, artinya ekstrem kiri: konotasinya ialah melampaui batas dalam menjauhi agama. Di tengah-tengah kedua tepi ekstrem tersebut disebut wasath, atau moderat—tidak ekstrem kanan dan tidak ekstrem kirim.

Islam, sebagai agama, dalam konteks teologis dan ideologis, mengajarkan umat untuk berada di titik tengah di antara dua kutub ekstremisme tersebut. Demikian karena memang ekstremisme merupakan preseden buruk untuk keberagamaan. Dalam sejarah, Yahudi membunuh para rasul, seperti Nabi Zakariya dan Yahya. Ini adalah ekstremisme kiri. Sebaliknya, Kristen menjadikan rasul, yakni Nabi Isa, sebagai Tuhan. Ini adalah ekstrem kanan.

Lalu bagaimana dengan ekstremisme dalam kasus Ade Armando dan Felix Siauw? Kata kuncinya adalah pada kata “khilafah”.

Ade menganggap khilafah tidak perlu tegak di Indonesia. Pada bagian ini saya setuju. Tetapi Ketika dia mulai mengaitkannya dengan kata “syariat”, kerancuan berpikirnya sangat jelas. Pertama, khilafah bukan bagian dari syariat. Kedua, ketidakharusan penegakan khilafah tidak bisa dibawa pada kasus shalat. Shalat adalah perkara qath’i, wajib, dan tidak perlu diperdebatkan. Sementara khilafah, ia perkara zhanni, dan masih menjadi perdebatan.

Baca Juga  Polarisasi Umat Islam, Preseden Buruk yang Mesti Diwaspadai

Sama dengan potong tangan. Pemberlakuan hukuman potong tangan itu sifatnya zhanni, dan bisa dikontekstualisasi: hari ini potong tangan bagi pencuri diganti dengan hukuman penjara. Secara Fikih, ‘illat hukum adalah prioritas. Namun dalam konteks shalat, siapa yang mau mengontekstualisasi shalat bahwa hari ini sudah lagi perlu dtegakkan, atau penegakannya bisa berubah sebagaimana potong tangan jadi penjara? Ngawur.

Ekstremisme yang dipertontonkan oleh Ade Armando, juga seperti ditunjukkan oleh kakak tingkat PAI di atas, adalah sejenis ekstremisme kiri: mendekonstruksi sesuatu yang qath’i ke sesuatu yang zhanni, yang berdampak pada reduksi syariat Islam itu sendiri. Ini jelas berbahaya, karena dia tengah mengobok-obok sesuatu yang prinsipil dalam Islam.

Felix Siauw justru sebaliknya. Ketika bicara syariat, Felix sudah punya anggapan bahwa khilafah adalah bagian di dalamnya yang harus ditegakkan. Muslim Anti Syariat, yang dimaksud Felix dalam konten YouTube-nya, adalah Muslim yang tidak mau menegakkan khilafah. Ini jelas merupakan penyesatan yang sama-sama naifnya dengan yang dilakukan Armando. Felix berusaha menaikkan sesuatu yang zhanni menjadi qath’i, kebalikan dari Ade.

Apa yang dilakukan Felix adalah ekstrem kanan, yaitu beragama dengan melampaui batas sampai-sampai mensyariatkan sesuatu yang sebenarnya bukan syariat. Khilafah adalah perkara ijtihadi, zhanni, tidak qath’i. Manipulasi semacam ini akan menghancurkan Islam karena akan membuat umat gaduh antarsesama warga negara. Umat Islam ribut karena masalah zhanni seperti khilafah adalah gara-gara Felix cs menganggapnya sebagai bagian syariat yang harus ditegakkan.

Baca Juga  Paradigma Islam Khilafah Bukan Solusi Umat Islam

Islam yang Dieksploitasi

Ade Armando dan Felix Siauw sama-sama tukang eksploitasi agama. Ade berusaha men-zhanni-kan sesuatu yang qath’i, sementara Felix berusaha meng-qath’i-kan sesuatu yang zhanni. Kedua kutub ekstremisme semacam ini sangat kontradiktif dengan moderasi Islam (wasathiyah al-islam). Prinsip moderasi adalah menganggap yang qath’i sebagai qath’i, dan memberlakukan yang zhanni sebagai zhanni. Tidak membolak-balik keduanya.

Dengan bahasa yang gamblang pada kasus Ade dan Felix: shalat tetaplah shalat, syariat yang wajib ditegakkan tanpa perdebatan lagi. Tidak menegakkan shalat dengan alasan yang non-syar’i, hukumnya haram tanpa tawar. Sementara itu, khilafah tetaplah khilafah, ia adalah politik Islam. Tidak menegakkan khilafah, dalam arti khilafah ala HTI, itu tidak masalah, bahkan tidak boleh tegak di Indonesia. Tidak menegakkan khilafah tidak berarti anti syariat.

Islam dieksploitasi oleh Ade Armando dan Felix Siauw untuk kepentingan pribadi mereka. Umat yang awam, mirisnya malah muji-muji keduanya. Ada yang muji Ade dengan menyebut Felix sebagai mualaf bodoh, dan ada yang muji Felix dengan menyebut Ade buzzer anti-Islam. Padahal, keduanya sama-sama belatung agama, yang akan menghancurkan Islam dari dalam.

Lagi pula, di Indonesia yang banyak ulama otoritatif, mengapa Anda berislam dengan ikut Ade dan Felix? Ingin menyumbang untuk kehancuran Islam? Saya berlindung kepada Allah Swt.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *