Kata siapa anak muda Indonesia yang main tiktok cuma sekadar joget-joget tidak jelas? Jika anda masih berpikiran seperti ini, artinya Anda harus melihat dari dekat bagaimana hal-hal berat terkait diskusi agama ternyata lewat jemari tiktok bisa menjadi lebih ‘kena’ ke publik digital.
Bayangkan saja, bagaimana biasanya para intelektual maupun agamawan menjelaskan tentang betapa penting dialog lintas iman, atau betapa kuatnya sejarah bangsa yang tercipta dari bahu membahu para agama, maupun pertentangan antar mazhab dalam agama yang terkadang mengernyitkan dahi.
Di tangan jemari anak-anak muda di platform tiktok , hal-hal yang terasa berat itu menjelma menjadi konten jenaka dan disukai oleh publik digital yang didominasi milenial dan remaja, tanpa mengurangi esensi dari makna agama.
Dari satu akun saja bernama @trijayanti seorang muslimah berjilbab yang bersama dua kawannya beragma Budha dan Kristen, lengkap dengan aksesoris agama masing-masing identitas dan salam agamanya, konten ini tembus 1,3 juta penonton dengan jumalah komentar yang mendukung mendekati 5 ribu dengan share ribuan.
“Salam Toleransi, masjid (muslim), gereja (Kristen), vihara (budha),” kata mereka bertiga bergantian di konten tersebut
Lantas ketiganya menyebutkan perayaan agama masing-masing dan pemimpin agama masing-masing, tanpa ada tendensi menghakimi maupun berasa lebih benar.
Itu hanya satu akun saja. Masih banyak lagi akun-akun lain yang seperti ini dengan jumlah konten yang dibikin mengikuti alur berpikir digital yang serba visual. Sebuah dunia yang memang lekat dengan anak-anak muda tiktok.
Hal ini seperti mengamini riset Yuswohadi dalam bukunya bertajuk #GenM atau #GeneratioMoslem tentang protoype muslim di masa depan. Sebuah tipologi baru muslim kelas menengah di dunia—dan juga ada di Indonesia melihat Islam sebagai agama universal dan punya kecenderungan begitu toleran dan terbuka.
Dalam riset itu ada empat kuadran tipe #GenM, yakni religius, adaptif terhadap teknologi, terdidik-sejahtera dan terakhir belajarnya otodidak atau acak. Empat tipologi ini jika diperas, maka muasalnya adalah konsep Islam sebagai Rahmatan lil Alamin yang inklusif.
Keyword #Toleransi Tembus 1,4 Miliyar Views
Satu hal tampaknya membuat tiktok harus menjadi perhatian serius dan juga lahan ‘dakwah’ untuk kampanye toleransi adalah, sebagai sebuah ekosistem digital platform tiktok relatif jauh lebih unggul sebagai tempat kampanye.
Bayangkan saja, tagar #toleransi saja per hari ini (22 November 2021) sudah tembus angka yang fantastis, menyentuh angka 1,4 milyar views. Angka yang fantastis.
Anda tinggal klik tagar itu dan akan muncul pelbagai konten yang lucu-lucu dan jenaka terkait toleransi antar agama maupun intra agama. Tidak hanya tentang islam, tapi juga beberapa agama lain, bahkan mazhab maupun agama yang minoritas.
Turunan tagar #Toleransi adalah #toleransiberagama yang menyentuh hampir 30 juta views salam khas bertagar #salamtoleransi dengan lebih dari 40 juta views. Bahkan, salam ini belakangan menjadi viral dan jadi protype konten terkait toleransi dan keberagaman.
Belum lagi #tagar seperti #toleransituindah atau #toleransiagama yang mencapai jutaaan viewers. Konten-konten toleransi ini viral dan jika sudah begitu, sangat mudah berpindah ke platform lain dan menjadi bahan perbincangan publik hingga menarik media nasional untuk mengisahkannya.
Satu hal yang menarik, muncul juga tagar #intoleransi sebagai lawan dari kata toleransi juga mendapatkan perhatian yang cukup besar mencapai hampir 1 juta views. Tidak hanya itu saja, tagar ini juga sebagai ‘bentuk’ laporan dan protes para netizen tiktok terhadap segala bentuk intoleransi yang ada di Indonesia.
Mulai dari urusan yang viral terkait intoleransi terhadap agama minoritas hingga protes-protes para netizen tiktok tentang pelbagai kekekerasan berlatar agama. Sesuatu yang bagi banyak orang berat, tapi di tangan para netizen tiktok yang berusia muda ini menjadi wahana kreasi sekaligus kritik yang efektif.
Platform yang berasal dari Tiongkok ini awalnya bernama Douyin ini dianggap sebagai platform main-main belaka, tapi belakangan platform ini justru muncul sebagai platform edukasi. Edukasi terkait banyak hal, termasuk juga potensi untuk jadi wahana kampanye keberagaman.
Para anak muda yang dianggap Cuma joget-joget belaka di tiktok ini ternyata bisa sangat efektif untuk kampaye toleransi dan keberagaman. Bukankah sudah seharusnya kita meniru mereka?