Jalanhijrah.com. Garut – Adanya infiltrasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) dalam menyebarkan paham atau ideologinya terhadap kaum remaja yang terjadi di Kabupaten Garut beberapa waktu lalu telah membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut mengambil langkah cepat. Hal tersebut sebagai upaya untuk mengantisipasi dan mencegah agar penyebaran paham tersebut tidak meluas di masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun mengapresiasi Pemkab Garut yang telah merespon cepat adanya masalah tersebut.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Utama (Sestama) BNPT, Mayjen TNI Dedi Sambowo pada acara Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan BNPT RI bersama Forkopimda, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Kabupaten Garut. Acara tersebut digelar di Hotel Harmoni Garut, sebagaimana rilis yang diterima redaksi, Selasa (11/1/2022) siang.
“Respon kebijakan ini tentu menjadi pelajaran yang baik bagi daerah lain karena sejatinya ancaman paham, seperti NII ini memerlukan kebijakan yang sinergis dan konfrehensif dengan melibatkan seluruh stakeholder dan komponen masyarakat,” ujar Mayjen TNI Dedi Sambowo yang mewakili Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, yang berhalangan hadir.
Lebih lanjut dijelaskan Sestama BNPT, Pemkab Garut telah melakukan respon yang cepat, sistematis dan komprehensif dengan mengeluarkan Surat Edaran nomor 451 tentang himbauan peningkatan kewaspadaan dalam rangka mencegah penyebaran paham radikalisme yang mengarah pada terorisme di Kabupaten Garut sebagai respon maraknya gerakan radikal intoleran NII.
“Kebijakan yang dilakukan Pemkab Garut tersebut tentunya dapat mendorong peningkatan deteksi dini mulai di tingkat kecamatan hingga desa dengan melibatkan tiga pilar desa yakni Kepala Desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas yang turut didukung oleh tokoh agama dan juga tokoh masyarakat,” ujarnya.
Menurut Dedi, Garut merupakan bagian dari Jawa Barat yang merupakan salah satu wilayah sinergitas atau sasaran BNPT dalam kegiatan silaturahmi dan dialog kebangsaan sebagai upaya pencegahan paham radikalis terorisme. Selain Jawa Barat, masih ada 4 provinsi lain di Indonesia yang menjadi wilayah sinergitas BNPT yakni Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
“Garut merupakan daerah dengan potensi radikalisme yang tinggi serta sejarah Garut merupakan basis dan embrio NII. Inilah yang menjadi salah satu alasan kegiatan ini kita laksanakan di sini selain memang agenda kita tahun 2022 dimulai dari Jawa Barat yang kebetulan ditetapkan di Garut,” ujar mantan Komandan Satuan Induk Badan Intelijen Strategis (Dansatinduk Bais) TNI ini.
Dikatakannya, paham NII yang tumbuh di Garut ini idiologinya tidak pernah padam sehingga harus terus diwaspadai dan diantisipasi. Sehingga kita juga mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga bagaimana anak-anak dan masyarakat kita jangan sampai terpengaruh oleh ideologi-ideologi di luar dari ideologi Pancasila.
“Tugas BNPT untuk pencegahan munculnya paham radikalisme ini disampaikan Dedi ada di Undang-undang nomor 5 tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2019 di antaranya adalah pencegahan. Pencegahan itu melaksanakan kesiapsiagaan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah dengan melibatkan semua unsur mulai dari kementerian sampai dengan pemerintah daerah,” ucapnya.
Tidak hanya itu, menurut Sestama BNPT, hal penting lainnya dari kebijakan Pemkab Garut adalah dengan membentuk satuan tugas (Satgas) penanggulangan paham intoleran dan paham di Kabupaten Garut. Selain itu juga adanya inisiatif dan gerak cepat yang yang dilakukan oleh tokoh masyarakat khususnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut dengan mengeluarkan fatwa haram terhadap pergerakan dan ajaran NII.
“Saya kira ini penting kita apresiasi bersama dan merupakan satu-satunya MUI di Indonesia yang berani secara eksplisit memberikan fatwa haram baik pada aspek gerakan maupun ajaran NII. Bahkan secara tegas MUI Kabupaten Garut juga menyatakan bahwa NII ini adalah gerakan bughat (pemberontak) yang hukumnya haram dan wajib diperangi oleh negara,” ujar alumni Akmil tahun 1987 ini.
Menurutnya, keberadaan ormas keagamaan moderat seperti MUI, Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Syarekat Islam Indonesia (SII), Persatuan Umat Islam (PUI) dan lain sebagainya sejatinya adalah bagian dari pilar moderasi bangsa yang penting dan strategis untuk selalu memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat.
“Melalui perspektif keagamaan ormas keagamaan berperan penting untuk memberikan penyadaran agar gerakan seperti NII dan gerakan radikal lainnya tidak bisa berkembang baik di Kabupaten Garut maupun di Indonesia secara umum. Sehingga akan tumbuh kesadaran dan gerakan masyarakat sipil anti radikalisme di Garut untuk menolak kegiatan, dan aktifitas apapun yang mengarah pada gerakan radikalisme dan terorisme,” ujar mantan Kasdam XVIII/Kasuari ini.