Jalanhijrah.com – Setelah sebelumnya jagat maya dihebohkan dengan tweet marah-marah netizen yang kesal karena saat ia memesan makanan dan meminta untuk tidak diberikan sendok plastik dalam pesanannya, tetapi si penjual tetap menaruh sendok plastik dalam pesanan tersebut, dan netizen lainnya yang marah-marah karena kesal diminta untuk memastikan apakah pada handphone canggihnya terdapat pulsa saat sedang mengurus m-banking di salah satu bank.
Saat ini, netizen sedang heboh dan kepanasan karena video penjelasan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengenai peraturan yang baru saja dikeluarkan mengenai besar volume suara toa masjid atau mushala, dianggap tak pantas. Peraturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran No. SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Dalam video, Menteri Yaqut menjelaskan tentang volume suara toa masjid atau mushala yang jika berlantun bersamaan dengan suara yang keras berpotensi untuk mengganggu, dan ia membandingkannya dengan suara gonggongan anjing yang bersamaan di suatu komplek. Keduanya sama-sama akan mengganggu ketenangan masyarakat sekitar.
Menteri Yaqut menyampaikan penjelasan mengenai aturan yang sedang dibahas dengan menggunakan metafora. Metafora merupakan pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Sontak, respons masyarakat tak begitu baik terhadap penjelasan yang disampaikan. Masyarakat saat ini sepertinya begitu mudah untuk “take it personal” (baca: baper) dengan segala sesuatu yang ada dan muncul, tanpa terlebih dahulu memahami dengan baik apa substansi yang ingin disampaikan dengan pikiran rasional yang mereka miliki. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Menteri Yaqut sebenarnya menggunakan metafora untuk menjelaskan gangguan yang dapat dirasakan oleh masyarakat akibat adanya suara yang menyebabkan kebisingan.