Tiga Langkah Menumpas Radikalisme di Kampus

Jalanhijrah.com – Ada yang ganjil tiap melihat perhelatan pengenalan budaya akademik di kampus. Mahasiswa diberi daftar pilihan panjang untuk menentukan organisasi mana yang pantas untuk diikuti. Organisasi-organisasi berjejal di persimpangan jalan mengampanyekan benderanya secara murah.

Bagi sebagian mahasiswa, masuk organisasi menjadi salah satu alternatif untuk mengetahui segala hal mengenai kampus. Atau dengan masuk organisasi (meski tidak tahu kepala dan buntutnya), berpikiran menjadi pintu masuk untuk tahu tentang pengilmuan kampus. Sesuatu yang sangat jauh wahana itu ada di dalam tubuh organisasi era sekarang.

Ketidaktahuan Menjadi Titik Masuk

Niatan masuk ke arena itu, mahasiswa dianggap lemah dalam hal apa pun. Salah satunya tentang keilmuan dan keagamaan. Oleh karena itu, rayuan itu masuk dan menghantam ke dada mahasiswa baru, bahwa jika mencoba terjerumus ke dalam organisasi A, maka ia akan diuntungkan. Dengan masuk ke organisasi B, maka ia berhak mendapatkan sesuatu secara lebih. Ketimbang mahasiswa lain.

Dengan insinuasi seperti itu, maka mahasiswa seperti perahu yang ngambang di lautan luas. Mahasiswa bergerak dalam kebingungan. Dengan situasi ini, ia menjadi sasaran paling empuk kampanye radikalisme. Mahasiswa ini mudah dipengaruhi dan gampang diprovokasi. Padahal, ia tidak tahu bahwa mahasiswa ini akan dimasukkan dalam organisasi yang akan membawa mahasiswa ini kepada dunia hitam: dunia radikalisme dan terorisme.

Baca Juga  Kenaikan BBM: Antara Narasi Penderitaan Umat dan Cekokan Khilafah

Posisi mahasiswa berdiri dalam ketidaktahuan adalah posisi penting bagi organisasi radikal. Ia akan diajak berwisata dalam dunia khayalan dan mimpi-mimpi indah tentang dunia dan akhirat. Pesona-pesona takwa, kesalehan, dan keterpurukan Islam, dijadikan sebagai dalil bahwa mahasiswa harus tegak berdiri bersama mereka.

Kemunduran atau kekalahan Islam sebagai agama terbesar di Indonesia, dijadikan alasan bahwa negara dan agamawan salah dalam gerak langkah menuju masa depan. Oleh sebab itu, solusi yang ditawarkan oleh organisasi radikal ini, adalah hijrah dan jihad. Dengan berjihad, mahasiswa dianggap akan memulihkan itu prahara itu semua.

Pendekatan Penyebaran Radikalisme

Nantinya mahasiswa dijadikan martil dalam gerakan radikal. Watak bulusnya dimulai dengan narasi dan wacana, seperti dikatakan oleh Mahfud MD. Pertama-tama, mereka anti perbedaan. Misalnya, mereka selalu anti China dan Barat. Tetapi tidak anti pada Arab, Yaman, dan Afghanistan. Kemudian mereka anti kepada yang berbeda keyakinan, meski sesama muslim sendiri. Ini dilakukan karena mereka menarik diri untuk mengatakan bahwa yang lain salah, dan hanya merekalah yang benar.

Kedua, membentuk wacana supaya mempengaruhi mindset untuk mengubah dasar ideologi dan konstitusi negara. Ini sejak lama dilakukan. Diawali mereka tidak percaya dan tidak setuju kepada Pancasila. Bagi mereka, semua itu adalah produk manusia. Jika mengaku bahwa kita muslim, menurut mereka, maka harus menjadi muslim yang total dalam mengejewantahkan ajarannya. Artinya, jika agamanya Islam, maka cara bernegara juga harus memakai cara yang Islam atau bersyariah. Bukan Pancasila, tapi Negara Islam.

Baca Juga  Lembaga pendidikan Itu Menumbuhkan Toleransi, Bukan Intoleransi!

Ketiga, mereka mengajarkan ajaran yang ekstrem. Prosesnya, mereka menyebarkan paham radikalisme ke para mahasiswa atau daerah tertentu dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat. Mereka bahkan ikut serta terjun dan mengikuti gaya pembawaan sesuai dengan gaya mahasiswa dan orang setempat tersebut.

Misalnya, jika para pelaku ini bisa masuk ke jantung mahasiswa atau ormas mayoritas yang NU dan MU, biasanya mereka berkamuflase dengan gaya Nahdiyin dan Kemuhammadiyaan. Mereka juga memaki cara-cara, seperti bahasa, gaya hidup, dan prinsip hidup seperti NU dan MU. Ini dilakukan karena ingin diterima oleh masyarakat setempat. Lambat laun, setelah masyarakat tertarik, kemudian mereka mulai bergerak dengan memakai jurus jitunya. Kemudian, mereka menggaet orang sebanyak-banyaknya untuk menjadi calon anggota.

Selanjutnya, setelah dapat direkrut, para pelaku memanfaatkan ketidaktahuan mahasiswa dan masyarakat untuk kemudian dijejali agenda-agenda yang mengarah kepada makar atau pengkhianatan negara. Ini sangat marak terjadi di dalam kehidupan mahasiswa dan masyarakat sekitar. Bahkan saya rasa, akan terus terjadi jika kita, kampus, dan negara tidak tanggap melihat fenomena ini.

Tiga Langkah Menumpas Radikalisme

Untuk itu, tidak ada cara lain selain mengupayan tiga hal. Pertama, doktrin positif. Para dosen harus terus memberikan pencerahan tentang apa saja yang dibutuhkan oleh mahasiswa, baik itu soal agama, pendidikan, ekonomi, dan politik. Dosen berperan aktif dalam menarasikan ajaran-ajaran yang moderat kepada mahasiswa.

Baca Juga  Khilafahisme, Ancaman Nyata Negara dan Generasi Bangsa

Kedua, kedua struktur sosial. Organisasi di intra kampus, eks kampus, fakultas, rektorat dan ormas keagamaan, harus menjadi bagian dalam melembagakan nilai-nilai moderat dan moral sosial. Ini sangat dibutuhkan di era sekarang sebagai banteng pertahanan daripada paham radikalisme.

Dan ketiga, adalah negara.  Negara harus cepat turun tangan sebelum meledaknya aksi-aksi radikalisme di kampus dan kehidupan masyarakat. Baik lewat hukum dan pendekatan lainnya. Jika hal tersebut dilakukan, bukan tidak mungkin radikalisme yang mengintai mahasiswa baru di kampus terhapus dan menjauh.

Penulis: Agus Wedi

Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *