Ramadan: Bulan Jihad Da’i Mempersatukan Umat Beragama

Jalanhijrah.com – Sudah hari ketiga kita menjalani ibadah puasa di bulan yang mulia, Ramadan. Dalam konteks Indonesia, bulan Ramadan bisa disebut sebagai bulan para da’i. Mengapa? Karena di bulan ini para da’i kerap diundang dan sibuk mengisi kuliah tujuh menit (kultum) di berbagai tempat.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa esensi penting dari bulan Ramadan adalah pencegahan atau menahan diri dari berbagai bentuk keburukan. Artinya, bulan ini menjadi latihan umat Islam untuk membersihkan diri dari keburukan dengan cara mencegah dan menahan diri tidak hanya dari yang membatalkan puasa, tetapi perbuatan lain yang dapat merusak harmoni sosial seperti berbicara kotor, berbohong, memaki, termasuk melakukan aksi kekerasan dan teror.

Oleh karenanya, hadirnya para da’i ini diharapkan dapat menjadi modal penting dalam mencegah intoleransi dan radikalisme agama, lebih-lebih upaya dalam mempersatukan umat beragama.

Yang menjadi pertanyaan, siapa para da’i ini? Kemudian, bagaimana cara mereka mempersatukan umat beragama?

Intoleransi dan Radikalisme

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diakui bahwa permasalahan intoleransi dan radikalisme di Indonesia belum usai. Indikatornya dapat dilihat dari sebagian daripada kita masih kerap menyebarkan informasi hoaks di media sosial dan beberapa peristiwa penolakan terhadap budaya lokal sesajen misalnya, lebih parahnya lagi ialah sifat mudah mengutuk keras keyakinan seseorang terhadap agama lain.

Memang, memiliki sikap mencintai dan bangga dengan agamanya dan berkeyakinan hanya agamanyalah yang benar itu sah-sah saja, bahkan logis dan rasional. Namun, menurut Kiai Afifuddin Muhajir (2017), menjadi tidak logis dan rasional apabila ada seseorang yang meyakini suatu agama tertentu, tetapi membenci dan memusuhi agama lain, terlebih sampai menghalalkan darah dan harta penganut agama lain.

Baca Juga  Resolusi 2022: Menyalakan Konten Toleransi, Menghapus Konten Intoleransi

Hal terakhir ini kerap kali dilakukan oleh kelompok jihadis ekstrimis. Miris bukan? Oleh karenanya, sekali lagi, peran da’i itu diperlukan terutama di bulan suci Ramadan.

Para Da’i dan Dakwah

Para da’i kerap diidentikkan dengan ustad atau bahkan ulama. Artinya, ia juga sebagai tokoh dan disegani masyarakat memiliki peran penting untuk mempersatukan umat beragama melalui dakwahnya. Dakwah-dakwah yang disampaikan tentu saja dengan nuansa ke-Indonesia-an dapat dijadikan semangat oleh umat agar lebih memahami nasionalisme dan keagamaan.

Untuk mencegah penyebaran intoleransi dan bahkan paham radikal terorisme maka perlu ditekankan bahwa sesungguhnya nilai-nilai ke-Indonesia-an dan Pancasila itu berkesinambungan dengan agama.

Secara teoritis relasi agama dan negara ada tiga, diantaranya teori integralistik; sekularistik; dan simbiotik. Teori terakhir inilah yang dianut dan diamalkan oleh warga NU dan Muhammadiyah. NU misalnya, pada muktamar NU ke-34 di Sukorejo Situbondo pada tahun 1984 dengan tegas menyatakan bahwa, relasi Pancasila dengan agama sudah final.

Pun, Muhammadiyah pada muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015 yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah (negara perjanjian dan kesaksian). Artinya, Muhammadiyah dengan tegas menyatakan Pancasila itu merupakan produk final dan tidak perlu dipertentangkan dengan Islam.

Di samping itu, pemahaman yang perlu disebarluaskan oleh para da’i adalah prinsip tidak boleh ada paksaan untuk meyakini atau tidak meyakini suatu agama. Hal ini merupakan prinsip dasar dalam agama Islam.

Baca Juga  Imsak, Ini Dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist

Hal lain yang mutlak harus dijadikan prinsip umat beragama (terutama Islam) ialah prinsip toleransi. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa segala perbedaan, termasuk perbedaan dalam beragama merupakan fitrah kemanusiaan. Artinya, mengingkari perbedaan berarti mengingkari fitrah.

Melalui dua prinsip di atas maka, tidak perlu upaya penyatuan agama. Begitu juga, tidak perlu adanya usaha untuk menciptakan keyakinan bahwa semua agama benar. Sebab, menurut Kiai Afif, jika terdapat keyakinan bahwa semua agama benar maka tidak diperlukan lagi adanya toleransi dalam agama.

Dengan demikian, bulan Ramadan dikenal juga sebagai bulan jihad yakni, memiliki esensi sebagai bulan pencegahan adalah mendidik pribadi yang santun, toleran, dan ramah untuk menciptakan perdamaian. Semoga hadirnya para da’i di bulan ini mampu menjadi pemersatu umat beragama di Indonesia. Amin.

*Penulis: Saiful Bari Alumnus Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga, pernah nyantri di Ponpes Al-falah Silo, Jember. Kini menjadi Redaktur Majalah Silapedia

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *