Jalanhijrah.com- Akhir-akhir ini lagi ngetrend sebutan hijrah. Meski, istilah itu sudah lama terdengar dalam literatur klasik. Semisal, Nabi pernah “hijrah” bersama sahabatnya dari Mekkah ke Madinah.
Sebutan hijrah menjadi menarik akhir-akhir ini karena diviralkan oleh kalangan milenial yang gaya hijrahnya jauh dari gaya Nabi hijrah. Banyak kalangan milenial hijrah karena sekedar “trend” atau gaya-gayaan saja. Tidak berangkat dari lubuk hati yang paling dalam.
Akibat hijrah yang sebatas trend saja hanya sebatas mengubah seseorang dari sisi fisiknya saja. Hijrah ini belum bisa mengubah sikap dan hatinya menjadi semakin baik.
Biasanya hijrah yang diviralkan kalangan milenial hanyalah mengubah dari tidak kerudungan menjadi kerudungan, bahkan cadaran. Meski, mereka sendiri tidak tahu posisi hukum berjilbab dan bercadar.
Tulisan ini tidak bermaksud mengcela orang yang hijrah dengan maksud yang menjadi pribadi lebih baik. Tulisan ini hanya sekedar mempertanyakan hijrah yang disalahpahami. Hijrah yang keliru sederhananya “bila menyimpang dari batas agama”.
Agama mengajarkan pemeluknya berbuat baik (amilu ash-shalihat) kepada semesta alam. Berbuat baik di sini paling tidak ada terbuka terhadap perbedaan yang terbentang luas, baik perbedaan agama maupun perbedaan pemikiran.
Tidak bermaksud menghasud, hijrah yang diperankan oleh sebagian kalangan milenial cenderung menjadi pelakunya tertutup. Mereka tidak mau bergaul kecuali dengan sesama teman hijrahnya.
Bahkan, yang lebih tragis mereka yang hijrah merasa dirinya paling baik dan menghina orang lain. Mereka menganggap orang lain yang belum tidak hijrah dengan orang yang berdosa atau kafir. Naudzubillah.
Melihat fakta yang kurang elok tersebut, perlu diluruskan hijrah yang dikehendaki oleh agama. Agama menghendaki hijrah yang berpotensi positif. Hijrah ini seharusnya mengajarkan seseorang semakin baik terhadap orang lain dan semakin tekun beribadah kepada Tuhannya. Hijrah ini tidak menjadikan seseorang merasa paling baik.
Sosok hijrah yang dapat dijadikan teladan sepanjang masa adalah Nabi. Nabi, karena belum mampu menghadapi umatnya di Mekkah, hijrah terlebih dahulu ke Madinah. Sehingga, hijrah ini mampu membawa Nabi mengubah Mekkah yang dihuni oleh masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang penuh dengan hidayah.
Nabi bersama sahabatnya tidak pernah mencela umatnya yang berbeda agama atau pemikiran. Nabi lebih mendoakan bagaimana umatnya yang belum hijrah mendapatkan hidayah. Sehingga, doa Nabi terkabul tanpa terkecuali.
Bukti keberhasilan hijrah Nabi dapat dilihat dari perjuangan Nabi yang mampu membumikan Islam di tengah semesta. Islam mampu diterima dengan hati yang terbuka, bukan paksaan.
Maka dari itu, perlu merawat hijrah yang benar persis seperti yang diajarkan Nabi. Jangan ikuti hijrah “trend milenial” yang sekedar merubah fisik, bukan hati.[] Shallallah ala Muhammad