Jalanhijrah.com –“Sewaktu kecil saya memiliki teman dekat yang meninggal karena diperkosa, namun pada zaman saya isu semacam itu tidak menjadi hangat dan belum dilirik serta tidak ada kebijakan yang mendukung terhadap kasus itu. Dengan pengalaman itu, saya berusaha untuk memperjuangkan korban kekerasan seksual, pemerkosaan, dan sejenisnya” Cerita An’an Yuliati sambil mengingat kisah masalalunya pada serial podcast yang tayang melalui akun youtube shebuildspeace edisi 15/01/22.
An’an Yuliati bukanlah perempuan baru dalam dunia perempuan, khususnya pengalamannya dalam memperjuangkan dan melindungi korban kekerasan seksual. Dilahirkan di Tasikmalaya, pengalaman tersebut kemudian membuatnya menjadi ketua harian di P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Tasikmalaya serta menjadi ketua sekolah perempuan yang digagas oleh Aman Indonesia.
Keluarga adalah support system
Bagi An’an, keluarga adalah support system dalam hidupnya, terutama suaminya. Selama ini, dalam setiap kegiatan dan ruang yang dipilih khususnya masalah-masalah perempuan, sang suami selalu mendampingi dirinya. Dengan sabar dan penuh semangat, suaminya mendorong untuk terus bergerak, memperjuangkan keadilan, terlebih komunikasi dua arah selalu dipraktikkan dalam kehidupan keluarganya. Tidak hanya itu, ia juga memiliki 3 seorang anak. Salah satu anaknya sudah menikah, sedangkan 2 anak lainnya sedang belajar di tingkat menengah atas.
“ Suami saya adalah suami terbaik. Sebab pada setiap masalah yang saya temui, dia slelau memberi saran, masukan, serta mendorong saya untuk terus melakukan pelbagai kegiatan. Anak saya juga sudah paham bahwa dengan aktifitas ibunya, konsekuensi yang diterima adalah tidak bisa menemani secara intens, tidak bisa da setiap waktu. Namun, mereka memahami bahwa ibunya memiliki kesibukan yang baik”. Ucap An’an.
Dari An’an, relasi kesalingan yang dibangun keduanya bisa kita lihat. Keluarga menjadi pendorong utama dalam setiap karir anggota keluarga. Jika lingkungan keluarga selalu memberi hal-hal positif, bukanlah hal yang mustahil bahwa ada banyak sosok An’an yang memberikan inspirasi bagi perempuan-perempuan lain untuk terus bergerak memperjuangan keadilan bagi perempuan.
Sekolah perempuan menjadi tempat belajar
Dibalik bejibun kisahnya dalam mendampini korban kekerasan seksual. Ada satu kisah menarik yang perlu diteladani oleh kiat semua bahwa, pernah suatu waktu An’an menangani korban pemerkosaan yang hendak dinikahkan dengan pelaku. Kebetulan dalam kasus tersebut, pelaku pemerkosaan sejumlah 2 orang. Korban akan dinikahkan dengan salah satu pelakunya.
Fenomena ini tentu tidak asing bagi kita, sebab sebagian masyarakat masih menganggap bahwa korban pemerkosaan adalah aib, dan solusi klasiknya yakni menikahkan dengan pelaku.
Namun, gerak cepat dilakukan oleh An’an dengan mengumpulkan pelbagai elemen, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah setempat. Mereka dikumpulkan dalam rangka berdialog untuk memecahkan masalah tersebut. Uniknya, yang dilakukan An’an sangat ajaib, ia menerapkan Reflective structure dialogue dalam mengatasi konflik tersebut.
Dalam menerapkan dialog tersebut, An’an menganggap bahwa semua orang yang ada dalam pertemuan itu adalah setara, mengutarakan pendapat dari hati ke hati dalam melihat konflik. Dimana akhirnya, persoalan yang sangat rumit itu bisa diselesaikan dengan sangat baik, serta berakhir dengan kisah haru.
Bahwa sebenarnya pelaku pemerkosaan harus diberikan hukuman, adalah wajib hukumnya. Meskipun demikian, apa yang dilakukan An’an merupakan semangat cinta yang dibawa kepada masyarakat untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai serta bisa diterima oleh semua pihak.
Apa yang dilakukan oleh An’an sebenarnya merupakan nilai-nilai yang dipelajarinya dalam sekolah perempuan yang digagas oleh Aman Indonesia.
“Kalau nilai perdamaian, sebelum saya ada di sekolah perempuan. awalnya saya mendirikan sekolah perempuan lestari yang hanya asal-asalan saja yang penting punya waktu luang. Tapi ketika saya terjun langsung dengan ikut sekolah perempuan, saya belajar menerima perbedaan. Karena dari perbedaan inilah tidak akan menciptakan konflik, justru sebaliknya. Kedua saya belajar lebih peduli kepada orang lain, menghormati orang lain, tidak ingin menang sendiri. Tidak hanya itu, saya juga belajar tentang penguatan NKRI”, jelas An’an kepada Ibu Ruby Kholifah selaku host podcast.
An’an bukanlah orang baru di sekolah perempuan. Sejak 2015, ia sudah aktif di sekolah perempuan yang digagas oleh Aman Indonesia tersebut. Baginya, kekuatan perempuan perlu dibangun, diasah dan harus saling memberdayakan satu sama lain antar perempuan dalam memberikan pendampingan untuk korban kekerasan seksual.