Jalanhijrah.com – Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengingatkan, bonus demografi yang diterima Indonesia saat ini, turut berdampak rentannya anak muda terpapar paham radikalisme dari kelompok terorisme.
“Terutama yang kita ingatkan adalah generasi muda Indonesia. Karena kita hari ini sedang bonus demografi di mana usia produktif itu lebih dominan. Dan radikalisme itu menyasar di anak muda,” kata Boy saat saat jumpa pers di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (28/12).
Faktor yang membuat anak muda lebih mudah terpapar radikalisme, lanjut Boy, karena keaktifan dalam dunia digital, telah menjadi dorongan bagi para kelompok terorisme untuk dengan mudah menyebarkan konten propagandanya.
“Dikarenakan anak muda kita ini sudah menggunakan sangat dekat dengan dunia digital. Sedangkan propaganda jaringan kelompok terorisme ini, kebanyakan melalui dunia digital,” katanya.
“Inilah yang harus kita berupaya jangan sampai narasi yang dibangun kelompok teroris ini pada akhirnya menjadi pilihan generasi muda indonesia,” tambahnya.
Dia pun berharap agar para anak muda tidak terhasut dengan propaganda-propaganda yang disebarkan para kelompok terorisme. “Karena kita tahu apa yang digagas kelompok terorisme ini adalah gerakan yang anti kemanusiaan,” tuturnya.
Adapun tindakan masif kelompok terorisme dalam menyebarkan konten propaganda di sosial media tercermin, sebagaimana hasil pencegahan dari BNPT yang telah men-take down sebanyak 650 konten terindikasi radikal dari ratusan situs internet dan sosial media.
“BNPT telah memonitoring, akun di dunia maya yang berpotensi mengandung pemahaman radikal, sejak januari sampai desember 2021 BNPT telah mencatatkan lebih dari 600 situ akun yang berpotensi radikal. Dengan rincian konten propaganda sebanyak 650 konten,” kata Boy
Dari 650 konten propaganda itu terinci dalam 409 adalah konten umum yang merupakan konten informasi serangan, 147 konten anti NKRI, 85 konten anti Pancasila, 7 konten intoleran dan 2 konten takfiri. Selain itu, terdapat juga konten pendanaan sebanyak 40 konten, dan konten pelatihan sebanyak 13 konten.
“Apabila ada berkaitan pelanggaran hukum, misalkan terkait undang-undang ITE, UU no 19 tahun 2019, itu kita koordinasikan dengan penyidik Bareskrim Polri termasuk Densus 88,” sebutnya.