Indonesia Darurat Haramisasi, Arabisasi dan Radikalisasi: MUI Tolong Jangan Abai!

Jalanhijrah.com-Viralnya video santri menutup telinga dari suara musik saat mengantri vaksin beberapa waktu yang lalu masih saja menjadi pro kontra hingga saat ini. Ada yang mengatakan berlebihan, biasa saja, dan ada yang mengatakan hal tersebut sebagai sarana menjaga hafalan Al-Qur’an mereka.

Terlepas dari semua pro kontra tersebut, Indonesia seakan masih terus sibuk dengan urusan yang remeh temeh yang sebenarnya urusan tersebut telah selesai dengan fatwa ulama yang beragam dengan dasar yang pastinya shahih dan dapat dipertanggugjawabkan di dunia hingga akhirat selama berabad-abad silam.

Berbagai pandangan tentang hukum mendengarkan musik memang terdapat berbagai perbedaan ada yang menghalalkan, memubahkan hingga mengharamkan untuk mendengarkan alunan dan dayuan musik. Hal tersebut akhirnya pula hanya akan kembali dalam pemikiran kita sendiri, hukum siapa yang mau diikuti.

Setiap ulama pasti memiliki alasan tersendiri menentukan mana hukum fiqih yang tepat untuk mendengarkan musik. Jadi berikan kesimpulan anda sendiri tanpa harus memperdebatkan hal-hal yang bersifat khilafiyah saja.

Fenomena Haramisasi

Banyak pihak mengatakan bahwasanya musik itu haram tetapi, mereka tak pernah melihat bahwasanya banyak orang bergantung untuk kebutuhan hidup dari setiap petikan gitar yang ia mainkan atau lagu yang setiap mereka senandungkan.

Mereka hanya mengatakan seolah-olah musik dilabeli dengan hukum haram saja tanpa menukil pendapat ulama yang memperbolehkan. Setiap orang berhak mengkritik sana-sini terlebih persoalan yang menyangkut hukum agama.

Baca Juga  Muslimah News dan Ideologisasi Tafsir Radikal

Tapi Mbok ya barengi dengan solusi bung! lihat realitasnya banyak musisi jalanan hingga musisi yang telah malang-melintang di dunia perindustrian musik! Apakah Anda mau menafkahi mereka jika tidak bermain musik lagi karena fatwa Anda?

Fenomena haramisasi sepertinya kini mulai menjadi makanan sehari-hari untuk disebar luaskan lewat kajian-kajian mereka lewat masjid ke masjid, tempat satu ke tempat yang lain hingga sosial media menjadi arus yang paling ideal untuk menyebarkan pemikiran sempit mereka.

Bukan rahasia lagi kini mereka mulai menunjukkan taring mereka dengan pakaian khas mereka dengan pakaian yang kearab-araban yang mengaku sebagai salafusshalih dan mengajak untuk kembali ke Al-Qur’an dan hadis, Lha memangnya kapan kita keluar atau pergi dari Al-Qur’an dan sunnah? Jangan-jangan. Ah sudah ah nanti saya malah suuzan.

Memahami Agama Secara Parsial

Dari dulu saya diajarkan oleh kiai saya adalah untuk selalu menjaga sanad keilmuan, bukan hanya lewat cara instan seperti membaca buku semata namun lebih dari itu pemahaman maupun sumber yang berkaitan dengan hukum-hukum agama juga membutuhkan seorang guru.

Kebanyakan orang yang baru kemarin sore menjadi mualaf atau pun baru membaca buku hal-hal dasar agama sudah mulai naik di atas podium dan berkoar-koar sesuai dengan porsi dalam pemikirannya, sehingga seringkali apa yang diutarakan mereka seputar hukum agama malah terkesan menjerumuskan atau menyesatkan.

Baca Juga  Mewaspadai Momentum Kelompok Teroris, Kita Harus Apa?

Ummat yang masih awam saat melihat seorang yang sana-sini telah viral di media sosial dan berhujah akan agama langsung mereka  labeli dengan sebutan ustaz. Hal ini pulalah yang menjadikan ummat Islam yang masih awam akan pengetahuan agama menjadi ikut terjerumus dalam jurang kesesatan dalam memahami agama.

Pandemi dan Radikalisasi

Selain haramisasi dan arabisasi, dikala pandemi ini bangsa kita terus diperparah dengan terus merebaknya paham-paham ekstremis lainnya, yang salah satunya adalah radikalisasi pada berbagai generasi bangsa ini termasuk masyarakat yang masih awam akan pemahaman agama.

Dalam kondisi pandemi sekarang ini pula, agama seakan terus dijadikan alat untuk meraih sebuah tujuan politik tertentu. Banyak gerakan berafiliasi radikalis dibungkus dengan perintah agama.

Tak hanya sampai itu radikalisasi juga menyasar kepada generasi milenial yang jelas membahayakan perdamaian kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut hemat penulis, hal ini harus mendapat perhatian lebih dari MUI(Majelis Ulama’ Indonesia) untuk lebih mengawasi akan pemahaman yang berbahaya untuk kedamaian kehidupan dalam keberagaman di Indonesia! Kalau tidak, memangnya mereka cuma mau mengawasi sertifikasi halal-haram itu saja? Mboh.

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *