Jalanhijrah.com- Sekelumit kisah negara Afghanistan ditangan Taliban semakin memperkeruh kekhawatiran negara Indonesia dengan kegencaran semangat Islamisme yang utuh bagi para pengusungnya. Setelah AS menyatakan diri hengkang dari neara tersebut, perayaan Taliban atas kuasa pada negara Afghanistan sudah digelar. Kini, Taliban itu sudah berkuasa sepenuhnya.
Berbagai ancaman dan ketakutan tentu muncul dari masyarakat Afghanistan itu sendiri, termasuk kemerdekaan perempuan yang saat ini dipertanyakan oleh berbagai kelompok. Jika Taliban kemarin berjanji bahwa pada kepemimpinannya saat ini akan sangat berbeda pada tahun 90-an, hal itu dibuktikan dengan kebebasan perempuan untuk mengenyam pendidikan, serta boleh untuk berkarir dalam ranah publik.
Meskipun demikian, apakah ini menjadi bukti bahwa perempuan sudah benar-benar merdeka ditangan Taliban?
Kebijakan perempuan ditangan Taliban
Taliban sudah memperbolehkan perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi, akan tetapi tidak boleh campur antara laki-laki dan perempuan. Kebijakan ini seperti pendidikan pesantren yang biasa kita temukan di Indonesia. sangat kita apresiasi dengan berbagai sisi fanatisme keislaman yang dimiliki oleh Taliban. Dengan demikian, apakah kebijakan tersebut kemudian menyebabkan kampus di Afghanistan seperti pesantren di Indonesia? Wallahu a’lam.
Bagaimana posisi perempuan Afghanistan dalam karir politik di pemerintahan? Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid belum bisa memasmtikan keterlibatan perempuan dalam susunan kabinet pemerintah diabwah kuasa Taliban.
Perempuan dalam ranah publik dalam perspektif Islam
Islam sangat memuliakan perempuan dalam berbagai ranah, diantara berbagai term yang dibahas, yakni: pertama, hak mendapatkan pendidikan. dalam surah Al-Ahzab:35 dijelaskan bahwa Islam menganjurkan anak-anak baik laki-laki ataupun perempuan berperan mendapatkan Pendidikan sebaik-baiknya. Dalam hadis yang terdapat pada sakhih Bukhari juga menjelaskan bahwa:
“Siapa saja yang mempunyai anak perempuan, lalu ia mengajari dan mendidiknya seara baik, maka anak itu akan menjadi tabir yang melindungi dari neraka.
Berdasarkan uraian diatas, kita bisa melihat bahwa Islam sangat memuliakan manusia tanpa melihat jenis kelamin seseorang. Perempuan berhak memperoleh Pendidikan yang sama dengan laki-laki dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam dirinya. Meningkatkan skill yang ada pada dirinya serta berusaha melihat berbagai aspek sempurna dalam diri perempuan melalui kebebasannya untuk mengenyam Pendidikan.
Kedua, hak berkarir. dalam QS. An-Nahl ayat 97 dijelaskan, yang artinya:
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik baik dari apa-apa yang telah mereka kerjakan”.
Menurut Hamka, ayat ini menjelaskan bahwa dalam melakukan amal shalih dan iman, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama. Masing-masing sama-sama sanggup untuk berbuat baik. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan sama-sama dijanjikan oleh Tuhan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Dengan demikian, selagi pekerjaan tersebut tidak keluar dari ajaran Islam, maka hal tersebut tidak dilarang. Dapat disimpulkan bahwa Al-Quran tidak melarang perempuan dalam melakukan aktifitas pekerjaan yang dipilihnya, selagi perempuan itu melakukan perannya dengan baik (sesuai dengan ketentuan Agama Islam).
Ketiga, hak mengemukakan pendapat. Islam juga memberikan hak kepada perempuan untuk berpendapat dan dimintai pendapat. Hal ini berdasarkan pada dialog Rosulullah dengan Khawlat binti Tsa’lab, ia mengadukan kepada Rosulullah perihal suaminya (Aus bin al-Samit) yang telah men-ziharnya, yang kemudian turunlah empat ayat pertama dari surat al-Mujadalah:
“Sungguh Allah telah telah mendengar ucapan wanita yang berdialog denganmu tentang suaminya, dan ia mengadu kepada Allah. Allah mendengar percakapan kalian berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat….”
Berdasarkan ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa Islam sangat menjujung hak perempuan dalam memberikan pendapat, mendegarkan berbagai saran serta menjadikan saran tersebut sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Keempat, hak berpolitik. Pada masa Rosulullah, kita melihat banyak sekali perempuan tampildi depan publik dengan berbagai kemampuan yang ada pada dirinya tak terkecuali berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini dibuktikan pada zaman Rosulullah tercatat 1.232 perempuan yang menerima periwayatan hadis.
Bahkan Ummul Mukminan Aisyah ra tercatat sebagai salah satu dari tujuh bendaharawan hadis. Khadijah binti Khuwailid ra terkenal sebagai perempuan yang sukses dalam berdagang, Zainab, istri Rosulullah menyamak kulit dan hasilnya disedekahkan. Zainab, istri Mas’ud dan Asma’ binti Abu Bakar keluar rumahnya mencar nafkah untuk keluarganya. Berdasarkan perspektif ini, bagaimana Taliban memberikan kebebasan bagi perempuan? wallahu a’lam