Jalanhijrah.com- Kejanggalan demi kejanggalan ACT dalam mengoperasikan filantropinya ternyata tidak berhenti pada penilapan uang besar yang diperoleh dari donasi umat. Ternyata imbasnya lebih daripada itu. ACT dengan mengobral penderitaan rakyat, melakukan kejahatan yang terintegrasi.
Dengan itu, ACT sesungguhnya telah mencederai kemanusiaan. Di mana, ia berani menilap uang yang dihasilkan dari derita rakyat miskin, fakir, dan masyarakat yang terkena musibah. ACT telah mengeksploitasi penderitaanrakyat untuk dijadikan sebagai kekayaan.
Terakhir, menurut laporan beberapa media, ACT juga telah memanipulasi bantuan pandemi. Bulusnya, ACT mencoba merayu beberapa petinggi warung-warung tegal yang berada di Indonesia, khususnya di Jobodetabek. Ia mendekati warung untuk bekerjasama dalam membantu warga yang terdampak pandemi.
Namun nahasnya, ACT hanyalah diperalat untuk mengambil keuntungan dari bantuan-bantuan tersebut. ACT sengaja mendekati warung-warung warteg yang berjumlah ribuan untuk dikelabuhi dan ditipu. Lembaga filantropi ini mendatangi Ketua Komunitas Warteg Nusantara, Mukroni untuk bekerjasama.
Menipu Warteg Demi Kekenyangan Perut
Menurut cerita Mukroni, ia didatangi ke tempatnya oleh pihak ACT saat awal pandemi terjadi di Indonesia. Ada pihak ACT menawarkan bantuan nasi bungkus gratis, yang diminta dibuatkan dari warteg anggota komunitasnya, yakni yang berjumlah seribu warteg. Setiap warteg akan ditransfer Rp1,5 juta per hari untuk membuatkan 100 nasi bungkus dikali 1.000 warteg. Ini berjalan hanya sekitar 1 bulan saja.
Untuk ikut bergabung dengan aksi kemanusiaan tersebut, pihak ACT meminta setiap pengiriman nasi, harus difoto. Dia juga harus bersedia bila diminta keterangan oleh orang-orang tertentu.
Syarat memberikian bantuan harus memasang 2 spanduk ACT di warungnya. Persyaratan lainnya, tiap10 nasi bungkus pada setiap warteg harus didokumentasikan saat pemberian kepada fakir-miskin. Kemudian dikirimkan ke pihak pengelola ACT. Kemudian, warung warteg diajak berfoto dan menandatangani kerjasama dengan 1.000 warteg se-Jabodetabek.
Keanehan Demi Keanehan
Yang dipertanyakan banyak orang, jika memang ACT mau bekerjasama atas nama kemanusiaan karena hantaman pandemi, tapi mengapa hal tersebut hanya dilakukan satu bulan? Dari Maret hingga pertengahan April 2020. Padahal, setelah bulan Maret-April, pandemi di Indonesia lagi naik-naiknya, dan masyarakat sangat berasakan dampaknya.
Di sini, saya setuju dengan Mukroni, hal tersebut menyisakan pertanyaan besar dan berkepanjangan. Karena, di masa pandemi, bukankah kesulitan Indonesia saat Covid tahun 2020 lalu, terletak di triwulan kedua hingga keempat, di mana terjadi resesi ekonomi kala itu. Indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia pada ketiga triwulan negatif, yang berarti terjadi resesi ekonomi.
Namun seperti kita tahu, ACT hanya ingin memberikan kesempatan pada satu bulan saja. Di mana pada bulan itu, pandemi tidak lagi besar-besarnya. Sedang pada bulan sulit-sulitnya, di mana banyak orang di PHK massal terjadi, ACT malah mengedrop seluruh kerjasamanya. Setelah dia, mendapatkan foto dan tanda tangan dari pihak warung warteg, setelah itu ACT langsung menyudahi kerjasama kemanusiaan tersebut. Aneh?
Padahal menurut penuturan ketua warteg Indonesia, semua dokumentasi foto dan spanduk terus terpampang. Dan kotak amal milik ACT terus menerus masih mentereng dan terus diambil duitnya. Kotak amal ini bertengger bahkan bertahun-tahun. Yang sangat aneh adalah, setelah 6 bulan kotak amal bertengger di seluruh warteg, ternyata petugas yang biasa mengambil mengundurkan diri. Anehnya, kotak sumbangan dibiarkan hingga tahun 2022 ini, tak pernah diambil lagi!
Menurut ketua Komunitas Warteg Nusantara, Mukroni ini, kotak amal tersebut menjadi aneh. Mengapa? Karena setelah pengambil kotak tidak ada lagi, kotak-kotak tersebut dibiarkan begitu saja hingga saat ini. Pertanyaan Mukroni: “kok tidak dicari oleh ACT? Ke mana uang selama 6 bulan saat masih ada petugas, apakah benar disetorkan ke ACT untuk dikelola atau lari ke mana?” Di sinilah kecurigaan pak Mukroni tumbuh. Dan dia merasa, selama ini telah dimanfaatkan oleh pihak ACT.
Aksi Cepat Tilap
Oleh sebab itu, ACT ini sebenarnya kerjanya hanya bisa apus-apus ke orang-orang kecil. Dia telah mengambil uang orang fakir miskin yang menderita, yang kesusahan, yang tertimpa musibah. Kini ACT malah mengambil uang dari seribu warung tegal yang ada di Jabodetabek.
Dalam kasus ini, ACT benar-benar bukanlah lembaga filantropi kemanusiaan, tapi ia sekadar lembaga yang menyusahkan manusia. Ia bukan lembaga Aksi Cepat Tanggap. Tapi lembaga Aksi Cepat Tilap. Dan sudah seharusnya masyarakat tidak lagi percaya semua lembaga yang dikelola orang-orang ACT ini. Lebih penting lagi, perlu harus mengusut tuntas persoalan menggelikan ini.
Penulis