Vaksin Jadi Pintu Ajaib

Jalanhijrah.com-Telah banyak berita berdear bahwa pasien terinfeksi covid mulai menurun, sehingga perekonomian sudah sedikit demi sedikit membaik, pariwisata mulai kembali digalakan oleh pemerintah agar kembalinya banyak pengunjung, pusat perbelanjaan pun sudah dapat dikatakan mulai didatangi para konsumen, transportasi umum juga kini sudah dihilangkan peraturan jaga jaraknya, namun harus tetap menggunakan protokol kesehatan.

Dengan adanya kelongggaran akses masyarakat yang mulai bisa berpergian kemana saja, pemerintah kini menerapkan syarat yang penting yaitu vaksin 1,2 dan 3. Banyak pusat perbelanjaan atau tempat umum yang memperbolehkan masuk dengan syarat harus sudah vaksin ketiga, sehingga keputusan tersebut membuat banayk pro dan kontra dari berbagai kalangan. Karena belum menyeluruh secara rata pembagian vaksin, sehingga menyebabkan beberapa daerah masih belum kebagian untuk vaksin.

Atau ada masyarakat yang memiliki penyakit yang tidak memperbolehkannya untuk vaksin, atau alasan lainnya. Sehingga keputusan ini malah menyebabkan masyarakat merasa susah untuk bergerak kemana saja. Bukti masyarakat telah melakukan vaksin adalah dengan adanya sertifikat bukti vaksin diaplikasi peduli lindungi yang harus ditunjukan ketika ingin berpergian kemanapu, hal ini memang menjadi angin segar vagi para masyarakat yang sudah melakukan vaksin, karena kini kegiatannya sudah bisa kembali normal.

Tapi bagaimana untuk yang belum vaksin? Dengan alasan-alasan seperti diatas? Malah menjadi kesulitan sendiri, dan tidak bisa kemana mana, karena tidak adanya sertifikat vaksin yang dapat ditunjukan, mau belanja kebutuhan sehari hari dipasar saja, terkadang ketika masuk harus wajib menunjukan kartu vaksin dengan men-scan peduli lindungi ke barcode yang tersedia, sebagai bukti bahwa kita telah divaksin, apakah ketika belum divaksin, masyarakat tidak boleh beli kebutuhan hidupnya? Sandang pandang yang menjadi sumber kehidupan.

Baca Juga  Generasi Khilafah Tidak Dibutuhkan oleh Indonesia

Namun, epidemiolog melihat kebijakan itu adalah bentuk “ketidakadilan sosial” karena tidak berpihak kepada mereka yang tidak dapat divaksinasi akibat penyakit penyerta (komorbid) atau karena kehabisan stok vaksin. Lembaga pemantau, LaporCovid 19, meminta pemerintah untuk fokus menyediakan stok vaksin dan mendistribusikan hingga ke daerah dengan waktu cepat dan merata, alih-alih “mengembar-gemborkan” kartu vaksin.

Pemerintah pusat mengklaim, kebijakan ini telah mengakomodir berbagai masukan dari banyak pihak dan pakar, dan mereka yang memiliki komorbid tetap dapat beraktivitas dengan melampirkan surat keterangan dokter. Endang Isnanik yang tinggal di Bali termasuk yang belum divaksinasi karena mengidap penyakit penyerta autoimun radang sendi rheumatoid arthritis.”Kalau boleh, saya mau divaksin, tapi dilarang pemerintah karena penyakit bawaan saya dan efek buruk yang ditimbulkan,” kata Endang saat dihubungi BBC News Indonesia.

Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, terdapat 15 kondisi orang tidak menerima vaksin.Di antaranya adalah menderita penyakit jantung, autoimun sistemik, penyakit ginjal kronis, saluran pencernaan kronis, kanker dan lainnya.

Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Jawa Barat Arifin Soedjayana mengatakan bagi warga yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan dan belum cukup umur, bisa menunjukkan hasil tes antigen atau PCR jika hendak masuk ke mal atau fasilitas publik lainnya.Akan tetapi hal ini justru malah memberatkan masuarakat karena harus adanya biaya tambahan untuk test antigen atau pcr yang terbilang lumayan mahal.

Baca Juga  Pesona Ustaz-Ustaz yang Suka Membid’ahkan

Sehingga sebagagian orang menilaistandar sertifikat vaksin ini terlalu memaksakan terutama bagi masyarakat yang belum melakukan vaksin.Vaksin yang dianggap sebagai angin segar perekonomian kembali pulih hanya menjadi mimpi bagi masyarakat yang belum vaksin. Wajib vaksinasi untuk pengunjung pusat perbelanjaan dan fasilitas publik lainnya telah mengakomodasi berbagai masukan dari banyak pihak dan pakar.warga yang memiliki komorbid dan tidak bisa divaksin masih bisa melakukan aktivitas di ruang publik hingga menggunakan transportasi umum.bisa mendapatkan surat keterangan dari dokter yang merawatnya.

Pemerintah terus bekerja keras untuk menambah pasokan vaksin dan menjamin agar setiap masyarakat dapat menerimanya.Kelangkaan stok vaksin di daerah, menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko, disebabkan salah satunya karena penggunaan vaksin yang tidak tepat sasaran.”Kesalahannya karena prioritasnya salah, banyak ngawur-nya, untuk pelayanan publik malah dikasih ke pasar-pasar, dan sekolah-sekolah. Sudah salah interpretasi, ke bawah-bawah salah semua, kacau semua. Kalau begitu ya habis vaksinnya yang terbatas,” kata Yunis.

Vaksinasi masih diprioritaskan terlebih dahulu untuk daerah dan populasi rentan, dan secara pararel mengejar cakupan yang luas secara nasional.Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hingga awal Agustus, Indonesia telah menerima 150 juta dari 426 juta dosis vaksin yang dibutuhkan. Sehingga kartu sakti ini bisa mudah didapatlan oleh masyarakat dan dapat menjadi akses pintu kemana saja.

Baca Juga  Suntik Mati Khilafah atas Nasionalisme Indonesia

Penulis

Annisa Diana Putri, anggota puanmenulis

 

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *