refleksi HUT RI: Teladan bung hatta

Jalanhijrah.com– Sosok Bung Hatta menjadi salah watu pahlawan yang tidak kita lupakan dalam sejarah panjang perjalanan Indonesia. Ia adalah wakil presiden yang namanya kerap kali disebut sebagai pejabat sederhana dan memiliki dedikasi yang tinggi terhadap negara.

Namun barangkali selama ini tidak banyak anak muda yang mengetahui tokoh luar biasa yang jarang ada sampai saat ini. Teladan atas kepribadian yang dimiliki menjadi penting untuk kita ketahui.

14 Maret 1980, Bung Hatta menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta Selatan. Lahir dari keluarga ulama Minangkabau di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902 dengan nama asli Mohammad Athar.

Di sekolah, ia dikenal dengan anak yang cerdas, dan memiliki koleksi buku paling banyak dibandingkan dengan teman seusianya. Ia menempuh  pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock, kemudian melanjutkan ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang, kemudian melanjutkan sekolah ke Mulo Padang.  Kebiasaannya membaca buku membuat daya kritisnya semakin bertambah, ia terlibat aktif di berbagai organisasi dan membuat pengetahuan dan kemahirannya soal politik bertambah.

Setelah itu, Hatta melanjutkan pendidikan di Batavia di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School pada tahun 1919. Kemudian memilih pergi ke Rotterdam untuk belajar ilmu bisnis di Nederland Handelshogeschool, Belanda. 11 tahun di Belanda untuk belajar dan mengembangkan diri dengan berbagai pengalaman hidup yang diperoleh selama di Indonesia, Hatta adalah sosok yang berani dan tegas. Pernah suatu ketika ia ditangkap oleh pemerintah Belanda, kemudian dibebaskan karena sudah berani berpidato dengan judul Indonesia free.

Hatta adalah pembaca buku yang lahap

Baca Juga  Memberi Nama Anak “Muhammad” Otomatis Masuk Surga?

“Membaca adalah jendela dunia”, barangkali itu yang ada dalam diri Hatta setelah memiliki kesadaran menjadi pribadi seorang pembaca. Buku menjadi sahabat terbaik bagi Hatta, dalam umur 16  tahun ia sudah banyak membaca buku, mengoleksi buku dan koleksinya terus bertambah dengan seiring berjalannya waktu.

Kebiasaan membaca buku sejak kecil itu terus terpatri hingga ia menjadi pejabat pemerintah. Ia selalu menyempatkan waktu untuk membaca buku ditengah kesibukannya. Pernah suatu ketika sepulangnya dari Belanda, ia harus mengemas 14 peti buku yang mau dibawa ke Indonesia. Cerita semacam ini juga ada ketika ia menjabat menjadi pemerintah. Ia lebih memilih perpustakaan dan bergelut dengan banyak buku untuk menghibur diri dibandingkan harus mengeluarkan untuk senang-senang seperti pejabat pada umumnya.

Kenyataan ini juga diperkuat dengan ruang perpustakaan yang dimiliki oleh Hatta sangat luas. Jika dibandingkan dengan kantor yang ditempati saat menjadi wakil Presiden RI. Kebiasaan tersebut yang membuat sikap kritis Hatta terasah. Bahkan sikap bersahaja dan sederhana berbanding lurus dengan kebiasaan membaca buku, melihat berbagai fenomena yang ia baca dan tercermin dalam pribadi yang menyenangkan.

Mesin jahit dan sepatu yang tidak terbeli

Secara logika, bagaimana mungkin seorang wakil presiden tidak bisa membeli mesin jahit dan sepatu idamannnya? Fenomena semacam ini sangat jarang terjadi pada pemimpin saat ini. Namun, begitulah yang terjadi dalam perjalanan hidup Hatta sebagai pejabat pemerintah.

Baca Juga  Pentingnya Sebuah Organisasi Memiliki Standar Operasional Prosedur Penanganan Kekerasan Seksual

Mesin jahit yang ia sempat rencana beli ternyata tidak bisa terbeli lantaran uang yang dimilikinya tidak cukup. Kejadian serupa juga terjadi pada sepatu idaman yang juga tidak terbeli. Fakta tersebut diketahui pada potongan merk sepatu, yakni “Bally” yang tersimpan dalam bukunya.

Begitulah Bung Hatta, ia tidak mendahulukan kepentingan pribadinya diatas kepentingan negara. Dalam hidupnya ia tidak melimpah dengan banyak uang seperti pejabat yang sering kita jumpai. Bung Hatta memilih untuk hidup sederhana dan mendahulu kepentingan negara dibandingkan dengan kepentingan pribadinya.

Kepribadian yang melekat pada diri Bung Hatta semestinya bisa menjadikan kita sebagai cerminan bapak bangsa. Kita perlu meniru kegemaran dan kecintaannya terhadap membaca.

Jika ditelaah lebih jauh, hari ini ketika sudah banyak akses tentang bacaan dan ebook, serta berbagai informasi yang kita terima dengan cepat. Spirit Bung Hatta dalam mencari pengetahuan dengan berbagai refrensi perlu kita tiru, agar tidak terjerumus pada informasi hoax.

Menekuni ilmu pengetahuan juga menjadi salah satu yang tidak bisa dilupakan dari spirit perjalanan hidup Bung Hatta. Ini menjadi penting untuk diteladani oleh anak muda Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia ke-76.

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *