Jalanhijrah.com- Perayaan tahun baru hijriah tidak bisa dilepaskan dari kondisi Covid-19. Momentum ini hanya bisa berbagi melalui ucapan yang tersebar di media sosial, ataupun dengan mengingatkan secara virtual amalan-amalan yang bisa dilakukan untuk menyambut tahun baru Hijriah. Tidak ada silaturrahim, bertemu secara langsung dan melakukan aktifitas kegamaan secara massa. Sebab aktifitas tersebut menjadi sebuah ikhtiar panjang penularan Covid-19 yang semakin tidak terkendali.
Selain ikhtiar menghindari perkumpulan secara kelompok serta kegiatan-kegiatan yang mengundang massa yang cukup banyak. Ikhtiar yang lain adalah mengajak serta memberikan edukasi secara massif kepada masyarakat yang masih tidak percaya Covid-19, menolak vaksin, serta percaya teori konspirasi tentang Covid-19. Padahal sudah jelas-jelas bahwa teman, keluarga, serta sahabat, satu persatu kehilangan anggota keluarganya.
Perjuangan atas nama bangsa menanggapi fenomena ini harus selalu ditegakkan untuk mengurangi penularan Covid-19 yang semakin besar. Sudah banyak kita kehilangan orang-orang tersayang, bosan rasanya mendengar kabar duka yang terus mengintai dinding media sosial seperti bergentayangan. Kondisi ini membuat rasa duka diperpendek, sebab tidak selesai dengan duka satu, muncul duka yang lain. Tidak selesai dengan kehilangan teman, ditambah dengan kehilangan keluarga dekat.
Lebih jauh, perjuangan ini bisa dilakukan dengan melihat berbagai fakta yang ditimbulkan dari penularan Covid-19, seperti membantu sesama atas asas kemanusiaan, tidak menyebarkan narasi hoax yang dapat memicu ketegangan masyarakat, serta upaya-upaya lain yang bisa lakukan secara virtual.
Refleksi hijrah Rosulullah
Tahun baru hijriah menjadi momentum tidak terlupakan dalam sejarah perjalanan panjang umat Islam. Penetapan tahun baru Islam berdasarkan musyawarah Khalifah Umar dengan para sahabat dengan dimulai awal Hijrahnya Rasulullah. Penetapan tersebut tidak lepas dari perjalanan Rosulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah, serta sebagai sebuah simbol kebangkitan dan kejayaan umat Islam.
Keputusan hijrah yang dilakukan oleh Rosulullah dimasa silam, bukanlah kehendak secara pribadi. Lebih jauh, aktifitas itu atas perintah Allah untuk terhindari ketertindasan, tindakan intimidasi, serta berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya. pada saat itu, kondisi umat Islam di Mekkah terus diterpa berbagai masalah, cobaan dan kekerasan yang dialami. Hal ini menjadi salah salah satu keputusan hijrah tersebut dilaksanakan.
Hijrah kemudian dimaknai sebagai momen umat Islam dalam merangkul kehidupan yang penuh dengan perbedaan keyakinan, suku, dan belajar untuk saling menghargai satu sama lain. Sehingga tercipta negara aman, makmur dan sejahtera.
Momen ini seharusnya menjadi fakta bahwa hijrahnya Rosulullah tidak berlandaskan untuk membangun negara Islam. Konsep kenegaraan yang dibangun untuk merangkul pluralistik yang ada di Madinah menjadi catatan penting perjalanan hijrah Rosulullah.
Selebrasi hijrah oleh para kaum radikalis
Hijrah kemudian mengalami berbagai penafsiran yang sangat kompleks, bahkan dijadikan salah sebutan ninja bagi sebagian masyarakat ketika berupaya untuk menjadi lebih baik. Jika Hijrahnya Rosulullah salah satunya karena upaya untuk menghindari kekerasan, teror dan berbagai hal keji yang dialami oleh muslim. Makna lain yang tersirat dalam perjalanan hijrah Rosulullah adalah semangat nasionalisme yang terbangun ketika melihat Madinah yang sangat pluralistik.
Jika ditarik dengan kondisi Indonesia. momentum hijriah juga menjadi semangat berjuang sebagai bangsa Indonesia untuk menambah kecintaan terhadap NKRI. Kesadaran ini juga sejalan dengan upaya yang harus dilakukan untuk melawan kelompok yang mencoba untuk menghancurkan NKRI.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni berjuang melawan para kaum hijrah yang semata-mata untuk menggeser pemerintahan resmi dengan berlandaskan dalil Islam sebagai alasan yang terus didengungkan. Kelompok ini kemudian kita sebut adalah kelompok radikalis. Kelompok ini perpecahan dalam tubuh NKRI, membawa kemudharatan yang sangat besar terhadap republik Indonesia.
Pada kondisi pandemi Covid-19. Perjuangan mereka juga terus digencarkan secara virtual dalam memproklamirkan “hijrah” sebagai sebuah kontestasi kelompok, apalagi pada momentum hijriah. Strategi tersebut dilakukan untuk terus mencari massa, menambah ketertarikan kepada masyarakat untuk bergabung, mencari banyak massa, menyebarkan ideologi secara massif.
Dengan begitu, kelompok ini semakin banyak afirmasi yang tertuju pada mereka, pendirian negara khilafah menjadi sebuah kebenaran. Kelompok ini bahayanya melebihi Covid-19.
Momentum Hijriah tidak lain adalah sebuah penyadaran kepada kita bahwa semangat nasionalisme dilakukan dengan melawan kaum radikalis yang tarus gencar eksis di media sosial. Wallahu a’lam