Jalanhijrah.com Jakarta –Keberagaman telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak ibu pertiwi ini lahir, yang diakui oleh seluruh penjuru dunia. Dimana pluralisme tersebut telah membentuk kultur bangsa ini yang toleran dan mencintai sesama. Namun, dewasa ini kerap kali kita jumpai praktik-praktik intoleransi yang mencoreng nilai luhur dan kearifan lokal budaya bangsa ini.
Ketua Pengurus Besar (PB Al-Washliyah) Mahmudi Affan Rangkuti, S.Pd.I, MEI turut menyayangkan fenomena yang kerap terjadi belakangan ini dalam kurun waktu tahun 2021 lalu. Menurutnya, perlu ada penguatan nilai-nilai agama dan kebangsaan yang fundamental khususnya dalam hal keberagaman, sejak dini melalui aspek pendidikan dan moderasi beragama.
“Pendidikan dan melalui Moderasi Beragama inilah yang saya kira adalah cara jitu untuk dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan untuk disampaikan kepada masyarakat untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi itu sendiri,” ujar Mahmudi Affan Rangkuti, sebagaimana rilis yang diterima redaksi, di Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Ia melanjutkan, hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan karakter luhur bangsa terkait hidup masyarakat bangsa secara bersama-sama dan saling berdampingan dalam bingkai toleransi yang ada di negeri ini. Sehingga menurutnya perlu bahwa moderasi beragama diintegrasikan dalam kurikulum Pendidikan.
“Moderasi beragama perlu untuk menjadi mata ajar di sekolah-sekolah. Moderasi Beragama ini sangat memiliki banyak manfaat sebagai pengungkit sifat dan naluri kemanusiaan. Yang mana pada dasarnya sifat dan naluri manusia ini diciptakan untuk selalu mendambakan rasa cinta, kasih dan sayang. Ini perlu dilakukan secara berkesinambungan mulai dari Pendidikan dasar hingga Pendidikan tinggi,” jelasnya.
Sehingga menurutnya dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi itulah yang dirasanya sangat penting untuk diajakan tentang nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama itu kepada masayrakat.
“Sehingga setelah mereka itu selesai menempuh pendidikan tinggal mempertebal atau memperdalam kembali toleransi dan moderasi beragama itu. Ini agar tidak hilang begitu saja misalnya akibat dari adanya budaya-budaya luar yang masuk yang bisa merusak budaya yang dimiliki bangsa ini,” katanya.
Pria yang juga merupakan Anggota Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama BNPT RI ini menilai, maraknya kasus dan praktik intoleransi di negeri ini beberapa tahun belakangan ini tidak lepas dari kurangnya rasa memahami arti nilai keluhuran atas rasa cinta dan kasih sayang.
“Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna karena memiliki akal dan pikiran, Akal dan pikiran ini semua berbasis cinta, kasih dan sayang, maka perbuatan kepada manusia lainnya juga semestinya atas nama tersebut. Ini yang mesti ditanamkan agar pemahaman itu semakin kuat,” ujarnya.
Mahmudi menjelaskan, dari sudut pandang ajaran Islam sejatinya toleransi adalah keniscayaan, buah dari nilai-nilai bahwa Islam adalah agama yang damai. Konsep rahmatal lil ‘alamin, memiliki arti agama yang mengayomi seluruh alam. Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan memaksa.
“Karena keragamaan umat manusia dalam beragama adalah kehendak Allah SWT. Menolak keragaman, maka sama halnya menolak kehendak Allah SWT. Maka titik temu dalam keragaman adalah toleransi dalam bentuk moderasi atau menjadi titik tengah. Tidak ke kiri dan juga tidak ke kanan,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI).
Dalam kesempatannya, Mahmudi juga menyinggung mengenai peran tokoh agama, adat, dan masyarakat untuk bisa ikut terjun bersama mendorong moderasi beragama kepada umat atau pengikutnya. Ia meyakini, pelibatan dan kesadaran para tokoh mampu mempengaruhi percepatan untuk mewujudkan moderasi beragama secara menyeluruh disemua lapisan masyarakat.
“Saya pun yakin para pengikutnya dan simpatisannya itu juga akan melakukan hal yang sama seperti yang sudah dicontohkan para tokoh atau pemimpinnya itu tadi mengenai betapa pentingnya saling bertoleransi antas sesama umat dan juga masyarakat lainnya,”
Terakhir, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) ini menyatakan optimismenya di tahun 2022 ini bisa menjadi tahun toleransi dan moderasi beragama.
“Mewakili Al-Washliyah, kami pasti sangat optimis. Karena sesuatu yang baik sudah seharusnya diptimiskan dalam memperkuat peradaban yang damai dan sejahtera. Sebagaimana tahun 2022, agenda kami berfokus pada, menyuarakan dakwah damai oleh seluruh Dai Al Washliyah,” ujarnya mengakhiri.