Suriah terus bergelut dengan konflik. Tergulingnya Bashar Al-Asaad dan keberadaan kelompok teroris di negara tersebut menjadikan Negeri Syam, masih terus bergolak. Kondisi ini dikhawatirkan bisa memicu sel-sel teroris di Indonesia.

Menyikapi hal itu, mantan narapidana terorisme (napiter), Ustaz Roki Apris Dianto alias Atok meminta kepada seluruh umat Islam di Indonesia termasuk para eks Napiter hingga Jihadis untuk tidak menyikapi secara berlebihan soal konflik yang terjadi di wilayah Timur Tengah, yang salah satunya setelah rezim Bashar al-Assad di Suriah, terguling.

Dia berharap konflik-konflik di Timur Tengah maupun Suriah, tak dibawa ke Indonesia. Sebab kerugian yang akan dialami bukan hanya orang yang berkonflik, tapi bisa berdampak ke seluruh masyarakat Indonesia.

“Apapun yang terjadi di sana kita jangan euforia. Toh itu terjadi di wilayah sana,” ucapnya.

“Satu wilayah itu kalau terjadi perang itu yang susah bukan satu orang, tapi seluruh negeri, anak-anak kita, semua akan susah,” ucapnya.

“Makanya kita ikuti arahan pemerintah, apa yang pemerintah sampaikan itu yang kita ikuti, itu yang kita terima,” sambungnya.

Hal ini dikatakannya saat menjadi pembicara dalam kajian yang digelar di kawasan Rawalumbu, Kota Bekasi, Minggu (15/12/2024).

Pun jelang perayaan Hari Natal dan Tahun Baru (Nataru) Atok, mengajak komunitas para mantan anggota jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) untuk bersama menjaga suasana kondusif jelang Nataru ini.

Baca Juga  Menggugat Kartini yang Tidak Berjilbab

“Mari senantiasa belajar, untuk terus belajar. Orang kalau berhenti belajar terus dia akan mendapatkan pencerahan,” kata Atok dikutip dari Tribunnews.com.

Menurutnya, langkah itu ditujukan agar para mantan napiter dan anggota JI dapat pemahaman utuh mengenai berbagai hal termasuk keagamaan hingga kebangsaan.

Atok mengajak untuk menjaga kondusifitas menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. Ia menilai hal ini diperlukan dengan menciptakan kerukunan.

“Kita harus menjaga kerukunan sesama anak bangsa. Kita satu negeri satu bangsa, bangsa Indonesia,” jelasnya.

**

Belakangan ini, kemenangan kelompok Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah di beberapa wilayah telah memunculkan euforia di kalangan simpatisan mereka, termasuk di dunia maya. Fenomena ini tidak hanya menyesatkan secara ideologis, tetapi juga sangat berbahaya dalam memperkuat narasi ekstremisme di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Umat Islam harus dengan tegas memahami bahwa mendukung atau merayakan kemenangan kelompok teroris adalah haram dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

HTS adalah reinkarnasi dari Jabhat al-Nusra, afiliasi Al-Qaeda di Suriah, yang telah berulang kali berusaha menampilkan citra “moderat” untuk meraih dukungan internasional. Namun, di balik topeng tersebut, HTS tetaplah kelompok ekstremis yang bertanggung jawab atas berbagai aksi kekerasan, termasuk pembunuhan massal, penganiayaan terhadap minoritas, dan perusakan stabilitas Suriah.

HTS menggunakan strategi propaganda canggih untuk menciptakan kesan perjuangan mulia. Narasi ini sering kali disambut oleh sebagian Muslim yang tidak memahami konteks sebenarnya atau terpengaruh oleh berita yang bias. Euforia terhadap kemenangan HTS sama saja dengan mendukung kebijakan mereka yang brutal dan menyalahi prinsip-prinsip dasar Islam.

Baca Juga  Sejarah Awal Mula Ibadah Shalat Disyariatkan

Melanggar Nilai-Nilai Islam. Islam mengajarkan perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Mendukung kelompok seperti HTS berarti membenarkan tindakan mereka yang penuh kekerasan dan kebencian. Rasulullah SAW bersabda:
“Muslim itu adalah seseorang yang membuat Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari).

HTS jelas bertentangan dengan ajaran ini. Kekerasan yang mereka lakukan tidak hanya menyakiti sesama Muslim, tetapi juga mencoreng citra Islam di mata dunia.

Menyuburkan Ekstremisme Global. Euforia atas kemenangan HTS dapat menjadi bahan bakar bagi kelompok-kelompok radikal lainnya, termasuk di Indonesia. Propaganda kemenangan ini sering kali digunakan untuk merekrut anggota baru, menyebarkan paham radikal, dan meningkatkan legitimasi aksi teror di negara lain.

Mengabaikan Derita Korban. Di balik kemenangan HTS terdapat penderitaan ribuan warga sipil Suriah yang menjadi korban konflik. Merayakan kemenangan mereka berarti mengabaikan suara korban yang menderita akibat kekerasan dan kekacauan yang mereka timbulkan.

Umat Islam memiliki tanggung jawab besar untuk menolak narasi kemenangan HTS. Berikut langkah-langkah yang dapat diambil:

  1. Menguatkan Pemahaman Agama
    Umat Islam harus memahami ajaran Islam secara komprehensif dan moderat. Pendidikan agama yang benar dapat menjadi tameng dari propaganda kelompok radikal.
  2. Menolak Propaganda Media Sosial
    Media sosial sering menjadi alat HTS untuk menyebarkan narasi kemenangan mereka. Umat Islam harus selektif dalam menerima informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh konten yang berpotensi menyesatkan.
  3. Mendukung Upaya Pemerintah dan Ulama
    Dukungan terhadap pemerintah dan ulama moderat sangat penting dalam melawan ekstremisme. Peningkatan literasi digital dan dakwah moderat adalah upaya nyata yang dapat dilakukan bersama.
Baca Juga  Laporan PBB: Gaza Butuh Waktu 20 Tahun untuk Pulih Seperti Semula

Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Segala bentuk dukungan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap kelompok teroris seperti HTS bertentangan dengan prinsip ini. Alih-alih merayakan kemenangan mereka, umat Islam harus bekerja sama untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, dan toleransi.

Mari kita jadikan momentum ini sebagai pengingat bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, apalagi merayakan kemenangan yang dibangun di atas penderitaan orang lain. Sikap tegas terhadap ekstremisme adalah bagian dari menjaga Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.