Jalanhijrah.com – Para aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tengah menyiapkan agenda Ekspo Rajab 1443 Hijriah. Kegiatan tersebut tidak hanya untuk memperingati Isra’ Mi’raj namun mengabarkan hingga Rajab ini sudah 101 tahun umat Islam tanpa khilafah. Menurut Ismail Yusanto, Jubir HTI, Ekspo Rajab ini merupakan upaya menyadarkan umat akan pentingnya khilafah, sehingga syariat Islam bisa tegak secara kaffah.
“Tanpa syariah, kehidupan ekonomi umat diatur dengan kapitalisme yang menghasilkan kemiskinan dan kesenjangan, politiknya dengan demokrasi yang menghasilkan peraturan yang menimbulkan ketidakadilan ekonomi politik. Tanpa junnah, umat hidup tanpa pelindung, terjadilah penindasan seperti yang dialami oleh umat Islam,” ujarnya, seperti dilansir pers HTI, Media Ummat.
Kegiatan Ekspo Rajab ini, seperti yang Ismail Yusanto akui sendiri, dalam rangka mengingatkan umat Islam, bahwa sudah 101 tahun mereka tertindas—sejak khilafah runtuh. Namun mengapa diperingati pada bulan Rajab?
Semua ini berkaitan dengan dibubarkannya Turki Utsmani secara resmi oleh Majelis Agung Nasional Turki, pada Senin, 3 Maret 1924. Dalam penanggalan Hijriah, itu bertepatan dengan 24 Rajab 1342. Maka dua hari lagi, 24 Rajab 1443, alias 26 Februari 2022, runtuh totalnya Turki Utsmani sudah berusia 101 tahun secara penanggalan Hijriah. Namun secara penanggalan Masehi, per 3 Maret mendatang, baru 98 tahun. Jadi, Ekspo Rajab ini dihitung berdasar Hijriah.
Namun begitu, Ekspo Rajab ala HTI ini tidak lebih dari akal-akalan mereka menipu umat Islam dengan Khilafah Tahririyah, yakni konsep khilafah ala Hizbut Tahrir. Sekali lagi, khilafah ala HTI, bukan khilafah Islam. Ini harus digarisbawahi.
Khilafah HTI
Paling awal, di sini hendak ditegaskan, bahwa apa yang para aktivis HTI sebut khilafah, itu bukan khilafah. Seratus persen bukan. Itu hanya tipuan sejarah belaka. Ini penting diutarakan paling dahulu, karena banyak dari kita yang terseret melawan khilafah mereka tapi didasarkan anggapan bahwa khilafah itu memang ada. Padahal yang kita lawan itu bukan khilafah, tapi khilafah-khilafahan, khilafah buatan, khilafah palsu ala Ismail Yusanto dan para dedengkot Hizbut Tahrir.
Khilafah yang asli, yang sesuai manhaj Nabi, sebagaimana kata al-Suyuthi dan al-Thabari, hanya tiga puluh tahun. Khilafah musnah setelah peristiwa arbitrase (tahkim), ketika Muawiyah mengkhianati Sayyidina Ali lalu mewariskan pemerintahannya kepada Yazid, sepeninggalnya. Ini sudah banyak diulas pada tulisan terdahulu. Ini juga bisa dibaca dalam buku Tarikh al-Khulafa’. Yang ada setelah itu adalah monarki, dan Turki Utsmani termasuk di dalamnya.
Jika sejak awal berdiri sebagai pemerintahan monarki, maka runtuhnya Turki Utsmani tidak bisa dianggap sebagai runtuhnya khilafah, melainkan runtuhnya monarki Islam. Karenanya, argumen aktivis HTI bahwa runtuhnya Utsmani 1924 adalah runtuhnya khilafah jelas merupakan kesimpulan ahistoris, buta sejarah. Sampai di sini sudah jelas, bubarnya Utsmani sama sekali bukan bubarnya khilafah. Sebab khilafah sudah bubar sejak Dinasti Umayyah berkuasa.
Khilafah HTI adalah narasi keputusasaan belaka, ketika umat Islam tertinggal dan tidak bisa mendominasi peradaban. Pada 1911, Utsmani kalah perang melawan Kerajaan Italia. Tahun 1912, Utsmani kalah perang melawan Liga Balkan. Tahun 1914, mereka kalah dalam Pertempuran Sarikamish. Tahun 1918, Utsmani kembali kalah melawan Jerman dan sekutu. Belum lagi gejolak nasionalisme dari dalam—gejolak global yang sebagian Muslim tidak mampu beradaptasi.
Turki Utsmani sebenarnya dibubarkan pada 1 November 1922. Khalifah terakhir, Mehmed VI, meninggalkan bekas daerah kekuasaannya 16 hari berselang. Majelis Agung Nasional Turki kemudian mendeklarasikan berdirinya Republik Turki pada 29 Oktober 1923 dengan Ankara sebagai ibukotanya. Bubarnya Turki Utsmani jelas bukan bubarnya khilafah, melainkan bubarnya sistem monarki dan naiknya sistem demokrasi.
Ambisi Yusanto
Maka tidak heran jika Ismail Yusanto benci pada demokrasi, sebagaimana para junjungan mereka di Hizbut Tahrir global, kendati mereka juga berlindung di bawah ketiak demokrasi itu sendiri. Ekspo Rajab sendiri di gunakan untuk merealisasikan ambisi Yusanto, dan menipu umat dengan mengatakan bahwa itu semua demi Islam. Ambisi Yusanto yang besar telah menyemarakkan khilafah palsu ke ranah publik, dan tidak sedikit mereka yang kurang paham ikut terjerumus ke dalamnya.
Ambisi Yusanto adalah ambisi HTI. Ambisi HTI adalah ambisi Hizbut Tahrir. Ambisi Hizbut Tahrir untuk memiliki kekuasaan global jelas merupakan bentuk eskploitasi atas Islam. Umat Islam, dengan Ekspo Rajab, atau dengan narasi khilafah, dibawa pada jurang menyeramkan, yaitu jurang kebodohan. Umat Islam pun dibuat rugi. Setelah tidak bisa mendominasi peradaban dunia, malah Islam diseret untuk kepentingan politik Yusanto dan HTI.
Pertanyaannya, mengapa masih banyak umat Islam di Indonesia yang terjerumus tipuan HTI? Sudah jelas mereka HTI suka bikin propaganda, bikin fitnah, dan bikin onar, mengapa masih disanjung? Sudah jelas Ismail Yusanto buta sejarah, mengapa masih dijadikan panutan? Dan sudah jelas umat Islam dibodohi Yusanto dan HTI, mengapa masih merasa diberdayakan menuju kemajuan Islam? Ini semua sangat mengherankan.
Hari-hari ini adalah momen memperingati Isra’ Mi’raj. Itu yang kita semua, sebagai umat Islam, harus peringati. Tapi Ekspo Rajab ingin memanfaatkan momentum Isra’ Mi’raj sebagai momentum memperingati runtuhnya Turki Utsmani dan khilafah ala Hizbut Tahrir? HTI memang zalimnya kebangetan.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…