Internalisasi Prinsip Nasional-Religius Syekh Hasan Besari dalam Menghadapi Intoleransi di Indonesia

Jalanhijrah.com – Salah satu tokoh pra kemerdekaan yang berhasil menunjukkan komitmen kebangsaan yang akomodatif terhadap kebudayaan lokal adalah Syekh Hasan Besari. Putra Ponorogo yang sekaligus penerus pesantren Tegalsari ini telah menorehkan sejarah besar dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial.

Pola pribumisasi dalam dakwah yang beliau terapkan telah menggugah kesadaran santri dan masyarakat agar bangkit melawan ketertindasan atas colonial. Cara beragama yang luwes dan bermuatan lokalitas sepanjang tidak bertentangan dengan unsur maqashidu syariah  dianggap cocok dengan khas masyarakat Ponorogo.

Sehingga lebih mudah untuk menggerakkan massa dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial meskipun saat itu beliau sendiri sebagai pimpinan pesantren Tegalsari tidak ikut angkat senjata saat peristiwa perang jawa.

Politik Devide at Impera dan Lahirnya Sikap Primordial Akut

Secara de facto, bangsa kita sudah merdeka semenjak 76 tahun yang lalu.  Tak ada lagi dominasi kolonial dan otoritarianisme kerajaan sebagaimana dihadapi Syekh Hasan Besari. Tak ada lagi tarikan pajak tanah atas tanah yang mencekik rakyat jelata, tak ada pula perang angkat sejara untuk mendapatkan kekuasaan atas lahan.

Pada 17 Agustus 1945, Indonesia secara de jure telah diakui sebagai bangsa yang berdaulat dan bangsa mandiri. Namun demikian, bukan berarti perjuangan memperoleh keadilan, kesamarataan, dan kesejahteraan juga berhenti bersamaan dengan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Pun mengakui Bhineka Tunggal Ika sebagai simbol bangsa, namun warisan Belanda dalam politik Devide et Impera masih melahirkan sikap primordial yang membedakan antara putra daerah, orang asing, ras, suku, dan agama. Sehingga masih sering ditemukan diskriminasi berdasarkan perbedaan ras dan suku.

Baca Juga  Menggugat Kartini yang Tidak Berjilbab

Pada poin inilah sikap nasionalisme berdasarkan politik kesetaraan dan kemanusiaan Syekh Hasan Besari harus tertanam dalam jiwa kita. Betapa beliau yang lahir dari keturunan ningrat dan memiliki darah keturunan priyayi dengan penuh kerendahhatian memilih untuk membaur dan melakukan pemberdayaan di tengah rakyat yang terjerembab kemiskinan.

Alih-alih mengambil kesempatan untuk bergabung dengan pemerintahan yang dapat memperkaya dirinya, panggilan sosial untuk bergerak bersama menuju kesejahteraan justru menjadi jalan yang beliau pilih.

Organisasi Transnasional yang Bermetamorfosis

Permasalahan lain yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah menjamurnya gerakan organisasi Islam transnasional. Meskipun organisasinya sudah dilarang di Indonesia, namun ideologinya mengakar di berbagai lini. Dengan berbagai cara, organisasi transnasional tersebut acapkali membenturkan antara paham keislaman dengan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Penerapan kedaulatan rakyat di dalam demokrasi yang sudah disepakati 76 tahun yang lalu, dianggap bertentangan dengan sistem Islam (nizham al-islam) (Aziz, 2016). Penerapan syariat Islam dianggap sebagai sebuah kewajiban dan satu-satunya cara untuk menjadi dasar pengambilan hukum (Arif, 2007).

Penerapan hukum di luar syariat islam di Indonesia disebut sebagai jahiliah modern. HTI menempatkan NKRI sebagai rival syariat Islam, sehingga harus mengubah sistem pemerintahan dari demokrasi menjadi system khilafah.

Menerapkan prinsip nasionalis-religius ala Syekh Hasan Besari menjadi solusi yang bisa dilakukan untuk menghadapi organisasi transnasional. Beliau adalah tokoh yang sangat mumpuni kemampuan agamanya.

Baca Juga  Berpahala Luar Biasa, Lakukanlah Puasa Sunah Di Bulan Muharam

Namun demikian, dalam menjalankan peraturan di wilayah pesantren Tegalsari beliau tidak menerapkan hukuman dan bentuk pemerintahan pesantren sebagaimana bentuk pemerintahan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW di tanah Arab. Dengan tetap memperhatikan keadaan sosial dan budaya masyarakat, beliau menerapkan aturan yang sesuai dengan prinsip persatuan dengan menerapkan pokok-pokok nilai ajaran Islam.

Proses yang dilakukan Syekh Hasan Besari selalu menekankan pada pentingnya penghargaan kaum santri terhadap tanah kelahiran, sejarah, dan warisan peradaban bangsa untuk melanjutkan dan melestarikan tradisi yang diwariskan oleh leluhur (Nurdianto, 2018). Adanya gerakan transnasional yang menabrakkan konsep relasi agama dan negara adalah bukti ketidakpahaman mereka terhadap sejarah Bangsa itu sendiri.

Budaya Lokal Yang Dianggap Rival

Intoleransi terhadap budaya lokal juga tampaknya mewarnai permasalahan di negara Indonesia. Banyak ditemukan artikel dan pemahaman yang membenturkan tradisi Jawa dengan ajaran agama Islam. Seperti membid’ahkan budaya slametan di wilayah Jawa karena tradisi tersebut tidak ditemukan dimasa rasulullah SAW. (Zul, 2018) Lebih lanjut sesajen atau berkatyang diberikan dalam ritual slametan menjerumuskan muslim dalam kemusyrikan.

Tidak hanya pada yang memberi, termasuk juga pada penerima sesajen atau berkat tersebut juga dianggap sebagai musyrik. Pemahaman tersebut jelas menjauhkan antara budaya dan agama, keduanya dianggap sebagai dua entitas berbeda, dan saling berbenturan santara satu dengan yang lainnya.

Syekh Hasan Besari adalah sosok yang berhasil mengarahkan proses beragama dan kebudayaan di wilayah Tegalsari Ponorogo dan juga memengaruhi wilayah sekelilingnya. Tradisi yang telah mengakar di masyarakat tidak dihilangkan, namun beliau membuka ruang mediasi dan argumentasi bersama para masyarakat.

Baca Juga  Ingin Jadi Wanita Penghuni Surga, Lakukan 4 Hal Ini!

Sebagaimana pernyataan Baso, Syekh Hasan Besari adalah tokoh yang sangat dengan baik mempraktikkan hidup penuh keseimbangan dan membuat hidup kosmologis (Baso, 2012). Dengan banyaknya santri, masa, kekuatan keturunan, wilayah teritorial yang beliau miliki, bisa saja beliau mengharamkan seluruh ritual tersebut.

Namun bukan itu yang beliau kedepankan, ruang diskusi, munaqasah, justru beliau buka lebar untuk mencari titik temu dari seni budaya yang bernuansa kemusyrikan. Sehingga budaya tersebut tetap bisa dijalankan namun nilai-nilai syariat Islam tetap mewarnai segala prosesi di dalamnya.

Pentingnya Menginternalisasi Sikap Ketokohan Syekh Hasan Besari di Masa Kini

Menurut Subakti (Subakti, 2012) pembelajaran sejarah ketokohan akan bermanfaat jika mampu menumbuhkan kemampuan pembaca dalam melakukan konstruksi masa lampau yang menjadi basis topik pembahasan sejarah serta mampu mengaitkan pada kondisi masa sekarang.

Kemampuan tersebut akan terbentuk dimulai dari membaca, belajar, dan memahami sejarah melalui peran-peran tokoh dalam membangun satu peradaban besar di zamannya. Pun demikian dengan artikel yang saat ini sampai di depan pembaca sekalian.

Artikel ini akan memiliki dampak jika pembaca mampu mengimplementasikan nilai-nilai ketokohan Syekh Hasan Besari dalam konteks saat ini, untuk memecahkan berbagai permasalahan yang menjangkiti bangsa Indonesia.

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *