Jalanhijrah.com- Sekarang kita bersama wanita mulia yang pintar, cerdas, penuh keikhlasan, jernih pikiran, pemurah, dan pemberani. Ia adalah wanita penerima Islam secara langsung sejak pertama kali mendengar Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah saw..
Ia adalah wanita yang melindungi Nabi saw. di medan perang. Wanita yang penuh kekhusyukan dan kesabaran, juga mulia. Ia telah banyak hafal hadis Nabi saw.. Kiprahnya dalam perjuangan Islam tidak akan terlupakan. Ia adalah wanita yang sangat dihormati. Nabi saw. pun pernah melihatnya berada dalam surga.
Ia adalah Ummu Sulaim, wanita muslimah yang disebut Abu Nu’aim sebagai “Wanita yang taat kepada Allah dan Rasulullah, turut mengangkat senjata di beberapa medan laga”.
Mengenal Ummu Sulaim
Mari sejenak berkenalan dengan Ummu Sulaim. Beliau adalah Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundub al-Anshariyah. Ibu dari Anas, seorang pelayan Rasulullah saw.. Ummu Sulaim adalah nama panggilannya, dari sebutan anaknya yang bernama Sulaim.
Sedangkan nama aslinya, terdapat beberapa versi: Sahlah, Ramilah, Rumaishah, Malikah, Ghumaisha’, atau Rumaisha’. Ketika cahaya Islam mulai merambah ke Tanah Arab, Ummu Sulaim termasuk di antara wanita yang tidak ingin menunda-nunda waktu untuk masuk Islam. Ia langsung mencintai Islam dengan segenap jiwa raganya.
Ketika itu, suaminya yang bernama Malik bin Nadhr (ayahnya Anas) sedang bepergian. Ketika pulang dan mendapati istrinya masuk Islam, ia marah besar dan meminta istrinya untuk kembali ke agama nenek moyang mereka. Namun, Ummu Sulaim tetap dalam pendiriannya. Ia telanjur mencintai Islam dan merasakan lezatnya hidup dalam naungan Islam.
Ummu Sulaim kemudian mengajari anaknya—Anas bin Malik—mengucapkan dua kalimat syahadat. Anas menurut dan mengucapkan, “La laaha lllallaah, Muhammadur Rasulullaah.” Mengetahui hal itu, Malik—ayah Anas—marah dan berkata kepada istrinya, “Jangan kau rusak putraku.” Ummu Sulaim menjawab, “Aku tidak merusaknya.” Ketika Ummu Sulaim makin lantang mengajari anaknya mengucapkan dua kalimat syahadat, Malik keluar rumah dengan marah. Di luar rumah, Malik bertemu dengan musuhnya, lalu keduanya berkelahi hingga Malik terbunuh.
Mengetahui kematian suaminya, Ummu Sulaim menghadapinya dengan tabah. Ia berjanji tidak akan menyapih Anas hingga Anas sendiri yang tidak lagi mau menyusu. la juga berjanji tidak akan menikah lagi sampai Anas merestuinya. Dari rumah inilah, kemudian keluar tokoh penyebar hadis Nabi saw. yang tidak lain adalah Anas bin Malik. Sungguh, pahala besar baginya dan bagi ibunya yang telah mendidiknya dengan iman dan takwa sejak ia masih kecil.
Saat Kebahagiaan Tiba
Meskipun Anas tumbuh sebagai anak yatim, tetapi ibunya—Ummu Sulaim—adalah wanita muslimah yang sangat matang sehingga Anas tidak pernah merasakan penderitaan layaknya anak yatim. Ummu Sulaim mengajarinya mengucapkan dua kalimat syahadat, menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, meskipun Anas sendiri belum pernah bertemu dengan Rasulullah saw..
Hal itu membuat Anas sangat ingin bertemu Rasulullah. Bahkan, jika sudah besar nanti ia bertekad akan pergi ke Makkah untuk menemui Rasulullah. Ketika itu, Rasulullah saw. dan kaum muslim di Makkah sedang menghadapi siksaan para tokoh kafir Quraisy yang makin hari makin memusuhi Islam dan kaum muslim. Khawatir kaum muslim tidak tahan dengan cobaan yang makin berat, Nabi mengizinkan mereka hijrah ke Madinah.
Tidak lama setelah kaum muslim hijrah ke Madinah, Allah mengizinkan Rasul-Nya hijrah ke Madinah. “Nabi sedang dalam perjalanan menuju Madinah.” Berita inilah yang kemudian menyebar di Madinah.
Kaum muslim, termasuk juga Anas, sangat bahagia mendengar berita itu. Setiap hari mereka menunggu kedatangan Nabi di pinggiran kota Madinah. Ketika sampai sore hari Nabi tidak juga muncul, mereka pun pulang dengan hati sedih. Suasana seperti ini pun berlangsung beberapa hari.
Akhirnya, sampai juga Nabi di kota Madinah. Kaum muslim pun menyambut dengan sangat gembira. Jalan-jalan Madinah dipenuhi dengan kaum muslim, tidak ketinggalan juga anak-anak dan orang tua, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka ingin merayakan kemenangan ini, sekaligus ingin bertemu dengan manusia terbaik ciptaan Allah, yang selama ini mereka rindukan.
Bahkan, jika seluruh hari raya di dunia ini dijadikan satu maka kegembiraannya tidak bisa menandingi kegembiraaan kaum muslim ketika menyambut kedatangan Nabi mereka saat itu. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw.