Jalanhijrah.com– Kasus pencabulan oleh Herry Wirawan, pimpinan pesantren Tahfidz Madani di Cibiru, Kota Bandung, kepada belasan santriwatinya hingga hamil dan melahirkan sedang jadi pusat perhatian. Aksi bejat pemerkosaan tersebut tengah dalam investigasi petugas. Terkini, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana menduga Herry menggunakan dana bantuan siswa untuk menyewa hotel dan apartemen. Para netizen pun ramai membahas kasus tersebut.
“Korban 14 orang. Mereka disetubuhi berulang kali di beberapa tempat di Bandung. Rata-rata semua korban trauma berat,” kata jaksa Kejari Bandung, Agus Mudjoko. Selain itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati, Dodi Gazali Emil, juga menegaskan bahwa lokasi pemerkosaan itu tak hanya di pesantren.
“Dilakukan di berbagai tempat di Yayasan Kompleks, di Yayasan Pesantren TM, Pesantren MH, Basecamp, Apartemen di Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, Hotel R,” kata Dodi dalam pesan singkat, Rabu (8/12).
Sampai di sini, mengutuk perilaku pedofil seperti Herry Wirawan adalah hal niscaya. Sebab, dia tidak hanya telah berbuat asusila, melainkan juga memperburuk citra pesantren. Dia menambah daftar kasus pemerkosaan di lembaga pendidikan yang tidak seharusnya terjadi. Setelah beberapa waktu yang lalu Pemendikbud menuai banyak perdebatan, kasus Herry Wirawan menjadi catatan hitam paling buruk. Dia harus dihukum setimpal, bahkan hukum mati pun baginya sangat pantas.
Namun perdebatan netizen tidak ke situ. Alih-alih fokus pada kasus asusila, justru mereka fokus pada latar belakang Herry Wirawan. Di Twitter, misalnya, lagai ramai narasi Syiah: bahwa pesantren Tahfidz Madani adalah pesantren Syiah, bahwa Herry Wirawan orang Syiah, lalu sampai pada kesimpulan yang sama sekali tidak masuk akal: “Indonesia sedang ada upaya penghancuran massal dengan maraknya Syiah.” Lalu mereka menuntut, Syiahlah yang harus diberantas.
Kasus asusila tapi yang dituntut malah sentimen teologis? Ini adalah fenomena kebodohan beragama. Ini adalah fenomena mencemaskan yang mungkin banyak tidak menyadari, bahwa netizen, melalui narasi Syiah mereka, tengah terjerembab Khawarijisasi Islam.
Tuduhan Syiah di Indonesia
Ketika seseorang menyudutkan aliran teologi tertentu, maka kemungkinannya. Kesatu, ia memahami aliran tersebut secara mendalam, menemukan kekeliruan ajarannya, dan berusaha melindungi alirannya sendiri—juga orang lain yang sealiran—dari ancaman aliran yang disudutkannya. Kedua, ia tidak memahami apa pun kecuali ikut-ikutan. Di Indonesia, masalahnya ada di kemungkinan kedua. Tuduhan Syiah di negara ini sangat reduktif dan stigmatis.
Prof Quraish Shihab, misalnya, dituduh Syiah karena dianggap tidak mewajibkan jilbab. Padahal dalam urusan jilbab, sikap Prof Quraish adalah netral—tidak berpendapat apa pun, sekadar memaparkan pendapat para ulama. Prof Aqil Siroj, Ketua PBNU, juga dituduh Syiah hanya karena pernah menandatangani MoU dengan universitas di Iran. Seluruh orang NU yang pemikirannya progresif, selain dituduh liberal juga dituduh Syiah. Banyak kasusnya.
Jadi tuduhan Syiah di Indonesia sudah jauh tercerabut dari akarnya. Tuduhan kepada orang yang dianggap juga bernuansa kebencian belaka, tanpa memahami kebenarannya. Syiah di Indonesia, oleh orang yang suka menuduh dengan narasi Syiah, digeneralisasi kepada siapa pun yang dianggap liberal, sekuler, bahkan komunis: tuduhan yang sama sekali tidak nyambung dan kentara kebodohan akan apa yang dimaksud Syiah itu sendiri.
Pertanyaannya adalah, lalu siapa mereka yang kerap kali menuduh Syiah tanpa alasan yang jelas? Untuk menjawab ini, kita bisa menilik siapa kalangan yang memiliki permusuhan abadi dengan Syiah. Maka akan ketemu jawabannya: Khawarij. Dalam konteks Indonesia, Khawarij adalah mereka yang mengaku paling murni keislamannya, yang tidak liberal dan sekuler. Dengan demikian, tuduhan Syiah adalah bagian dari Khawarijisasi Islam. Jelas.
Khawarijisasi Muslim Pribumi
Sunni memang punya rekam jejak permusuhan yang mendalam dengan Syiah. Tetapi yang trending di Twitter hari ini bukan antara kelompok Sunni dengan Syiah, melainkan antara Khawarij dengan semua orang yang dianggapnya tidak sesuai mereka. Bagi Khawarij, segala yang tidak sepaham dengan mereka adalah Syiah, bahkan jika pun yang bersangkutan berasal dari NU dan Muhammadiyah. Lebih brutal, Khawarij sambil mengklaim sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
Agenda Khawarij, yakni Khawarijisasi Islam, telah banyak diulas sebelumnya dengan bahasa yang lebih halus: Wahhabisasi dan purifikasi Salafi. Mereka memanfaatkan keawaman masyarakat tentang agama, untuk mendestruksi keberagamaan pribumi dengan karakternya yang moderat. NU dianggap Syiah, Muhammadiyah juga dituduh demikian. Formula yang telah mapan didekonstruksi, dan para Khawarij tersebut menganggap semua orang tengah berada dalam cengkeraman Syiah.
Padahal tidak demikian. Masyarakat hari ini justru ada dalam cengkeraman Khawarijisasi Islam. Kedoknya pemurnian, isinya tradisi pembid’ahan dan pengafiran. Ini masalah besar yang sebenarnya, tetapi kebodohan beragama membuat sebagian masyarakat justru memahami sebaliknya. Syiah dikambinghitamkan agar para Khawarij bisa bebas berkeliaran.
Dalam kasus Herry Wirawan, predator pedofil di Bandung, itu murni persoalan asusila. Tidak boleh dikaitkan dengan aliran keagamaan apa pun, apalagi yang bersifat tuduhan tanpa dasar. Karena kasus asusila, maka tanggapannya harus juga pada tindakan asusila itu sendiri. Dalam hal ini aparat sudah turun tangan.
Jangan sampai terperosok Khawarijisasi Islam yang memanfaatkan segala hal untuk menyalahkan orang lain. Menganggap semua orang yang berbeda dengan kita sebagai Syiah adalah salah besar. Bagaimana bisa para netizen di Twitter bisa terbuai narasi Syiah oleh para Khawarij yang kepekokannya sampai planet Pluto?
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…