Jalanhijrah.com– Sudah banyak pemberitaan yang menginformasikan mengenai Terorisme bahkan perempuan juga sudah meyakini ekstremisme, pemberitaan yang ada di TV atau di media sosial mengenai terorisme sudah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia atau seluruh masyarakat yang ada di dunia. Pasalnya Tindakan nya sangat merugikan banyak pihak bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang yang tidak bersalah.
Sudah banyak korban dari tindak kriminal ini, entah pelakunya yang meninggal bahkan keluarganya, sampai orang lain yang tidak tahu menahu tentang kegiatan yang mereka akan lakukan juga harus kehilangan nyawa demi tujuan yang mereka bilang “Jihad” agar masuk surga, padahal itu adalah pemahaman yang salah.
Tadinya pelaku kebanyakan laki-laki, kini pelakunya perempuan bahkan anak-anak. Perempuan kini dilibatkan dalam ekstremisme yang bahkan berbasis kekerasan. Peran perempuan atau istri yang tadinya hanya berperan sebatas supporting system bagi para pelaku aksi teror.
Hadirnya internet dan media sosial tidak saja mengubah nature terorisme itu sendiri, tetapi memberikan ruang seluas-luasnya bagi perempuan untuk mengambil peran-peran yang lebih berani seperti penggalangan dana, rekrutmen, penulis blog, membuka situs perjodohan, dan tentu saja berpeluang besar menjadi aktor utama pengeboman.
Bahkan Tindakan terorisme ini telah sampai ke kelompok kelompok kecil yaitu keluarga, seluruh keluarga dituntut untuk ikut berpartisipasi dalam pengeboman, biasanya kelompok kelompok yang melakukan terorisme ini mengaku dirinya adalah bagian dari ISIS, mereka akan diiming-imingi ekonomi yang lebih baik jika bergabung di ISIS bahkan sampai Pindah ke Negara yang telah dikuasai ISIS yaitu di Suriah.
Menurut BBC, ereka mengaku meninggalkan Indonesia sekitar dua tahun lalu karena tertarik ideologi dan bantuan ekonomi yang ditawarkan kelompok militan ISIS Belakangan, mereka mengaku kecewa dan merasa dibohongi janji-janji yang ditawarkan ISIS melalui internet.
Ketika Kota Raqqa digempur Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung oleh militer Amerika Serikat, mereka meninggalkan kota tersebut sejak awal Juni 2017. Sebagian negara di dunia tidak menginginkan para petempur eks ISIS maupun keluarganya, termasuk Inggris. Hanya sedikit negara yang mau menerima mereka kembali, seperti Rusia, Arab Saudi, dan Maroko.
Seorang anak diwawancarai oleh BBC Bernama nada merupakan eks WNI yang kini tinggal di kamp pengungsian Al-Hol Suriah dan sangat berharap Kembali dipulangkan ke Indonesia. Nada menceritakan ketakutannya di sini, bahkan mencari listrik atau air bersih merupakan hal yang susah.
Ledakan yang sering terdengar membuatnya terkadang harus mengevakuasikan diri dan keluarganya ke ruang bawah tanah. Ia sangat rindu Indonesia ingin Kembali bersekolah dengan aman agar kelak dapat menggapai cita citanya menjadi dokter.
Tapi dulu ayahnya yang membawanya dan keluarganya ke Suriah mengiming-imingi akan dimasukkan di Universitas kedokteran di sini. Di wilayah yang dikuasai ISIS, ia ingin masuk universitas kedokteran, tetapi mereka tidak menjanjikannya akan mendapatkannya, karena ia tidak memiliki ijazah. Ayahnya kini berada dipenjara Suriah.
Nasibnya dan ribuat eks WNI lainnya yang ada dikamp terkatung katung. Menurutnya banyak perempuan dan anak-anak yang sangat sedih, ketakutan dan ingin Kembali ke negara masing-masing.
Namun banyak pihak yang menolak mantan ISIS ini Kembali ke Indonesia, karena takut menyebarkan virus terorisme di negara asalnya. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku tak setuju apabila ratusan eks WNI mantan anggota ISIS pulang ke tanah air. Namun, Jokowi mengatakan keputusan itu harus dibahas terlebih dahulu dalam rapat terbatas.
Pada tahun 2020 Presiden Jokowi juga menyebut status kewarganegaraan 689 orang itu bukan lagi tanggung jawab pemerintah. Sebab, para teroris lintas batas itu pastinya sudah mengkalkulasi saat mereka berangkat dan menjadi anggota ISIS. keputusan pemerintah tak memulangkan WNI eks ISIS sudah bulat. Hal itu demi menjaga keamanan 267 juta rakyat Indonesia yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sebenarnya Sejak 2016 hingga 2019, sebanyak 196 WNI eks ISIS beserta anak-anak mereka dideportasi ke Indonesia dari sejumlah negara. Mereka mendapatkan rehabilitasi selama sebulan di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani di Jakarta Timur.
Langkah ini berbeda dari kebijakan saat ini di mana pemerintah berencana menolak kepulangan 689 WNI eks ISIS yang masih berada di Suriah dan sekitarnya. Dalam proses rehabilitasi di panti, ratusan WNI eks ISIS ini diberikan terapi selama sebulan sebelum dikembalikan ke masyarakat.
Dalam proses rehabilitasi, dilakukan pemeriksaan dasar kepada para deportan, termasuk kesehatan. Setelah itu, mereka mendapat pemeriksaan dari psikolog. Hasil pemeriksaan akan memengaruhi jenis terapi yang akan diberikan. Selama proses rehabilitasi, mereka juga mendapatkan pembekalan mengenai nilai-nilai kebangsaan.
Upaya ini masih sangat diragukan beberapa pihak dan masih sangat mengancam keamanan dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Sudah sangat jelas terorisme merugikan banyak pihak termasuk keluarganya sendiri.
Kasihan terhadap istri atau anak-anak yang menjadi korban keikutsertaan atas perintah dari ayahnya yang juga tertipu atas iming-iming dari Suriah atau kelompok ISIS demi ekonomi yang lebih baik tapi malah dibohongi. Dan nasibnya kini malah terkatung-katung.