Hati-Hati! Inilah Ciri-ciri Teroris Berkedok Agama

Jalanhijrah.com– Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri kembali menangkap terduga teroris yakni Ustaz Farid Okbah, Ustaz Zain An-Najah, dan Anung Al-Hamad pada Selasa (16/11) kemarin. Penangkapan anggota Komisi Fatwa MUI Pusat tersebut menyita perhatian khalayak. Sekaligus, ini menjadi bukti panjang gerakan teroris yang masih mengakar kuat di negeri ini.

Sebelumnya, Densus 88 juga menangkap empat orang terduga teroris, berinisial S, F, AA, dan NA. Jadi totalnya, Densus 88 Antiteror telah menangkap sepuluh orang sejak Minggu (31/10) lalu. Tiga orang sebelumnya yakni SU, SK, dan DRS. Ketiganya diketahui menjabat sebagai pengurus Lembaga Amil Zakat Baitul Maal.

Mereka ditangkap berkaitan dengan pendanaan aksi teror yang didapatkan melalui penyebaran kotak amal. Setelah diselidiki ketiganya telah terlibat sebagai anggota jaringan teroris Jamaah Islamiyah sejak 1997 (Kompas).

Terkuaknya bahwa terduga teroris tersebut adalah kelompok Jamaah Islamiah yang notabene merupakan sebuah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa. Ini tentu menjadi sinyal bahaya dan bangsa ini harus selalu waspada untuk mengawasi segala bentuk gerakan terorisme yang dibungkus dengan agama.

Oleh karena itu, perlu dipahami ciri-ciri terorisme berkedok agama dalam konteks bernegara seperti halnya Jamaah Islamiyah. Adapun ciri-cirinya meliputi pertama, tujuan membuat negara Islam dengan mewujudkan penerapan syariat Islam. Mereka tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi bangsa serta UUD 1945 sebagai dasar negara. Mereka punya konsep undang-undang sendiri, seperti contoh HTI dulu punya kitab Nidzomul Islam sebagai rancangan undang-undangnya.

Baca Juga  Ini Orang Yang Paling Bahagia Mendapatkan Syafaat Rasulullah

Kedua, konsep negara seperti Jamaah Islamiyah, NII, dan Khilafah Islamiyah (HTI). Kalau kita telusuri tak ada bukti bahwa dengan menerapkan konsep negara khilafah akan sukses. Bahkan, malah berdampak perpecahan, perselisihan, dan berlumuran konflik.

Ketiga, konsep keliru jihad sebagai pilar perjuangan mewujudkan tujuan utamanya. Bahkan, menurut mereka darahnya orang kafir adalah halal. Kemudian, mereka juga acap kali melakukan tindakan bom bunuh diri untuk menggapai gelar syuhada versi mereka. Ini jelas-jelas sangat keliru dan sesat. Bahkan, dalam kasus kotak amal sebagaimana di Lampung, mereka tak sadar telah melakukan kedustaan besar, menggunakan topeng agama untuk organisasinya.

Keempat, tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara bahkan tidak mengakui NKRI dengan berbagai implikasinya. Sebut saja pembangkangan yang biasa mereka giatkan hukum tidak diakui, pemerintah tidak diakui, tidak mau hormat dengan bendera RI dan menyanyikan lagu kebangsaan RI. Persoalan hormat bendera yang dianggap syirik.

Padahal kalau kita telaah lebih jauh, Rasulullah Muhammad SAW sebagai ulil amri mengajarkan tata cara menghormati Hajar Aswad dengan menciumnya. Ini juga tentunya sama dengan hormat bendera. Kedua benda itu adalah alat pemersatu. Dan menghormati bendera merupakan bentuk rasa cinta tanah air sebagai cara menumbuhkan rasa nasionalisme.

Pahlawan bangsa dulu berjuang keras, bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk membela bendera merah putih. Sungguh sangat tuna sejarah dan tuna budi, jika hari ini ada oknum yang menganggap bahwa menghormati bendera dianggap syirik. Manusia macam apa seperti ini. Coba renungkan, para pahlawan kita bersimbah darah berjuang mati-matian demi menaikkan Sang Saka Merah Putih untuk terus berkibar dan gaung lagu Indonesia raya berkumandang.

Baca Juga  Milenial dan Tantangan Dakwah Moderat di Era Digital

Perlu dipahami berkaitan dengan adanya sekelompok oknum yang mengaku beragama secara murni. Kemudian menganggap hormat bendera adalah syirik, bahkan tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara serta tidak mengakui UUD ‘45 sebagai dasar negara. Itu adalah ulah kelompok yang ingin membenturkan agama dengan nasionalisme tanah air, sebagaimana Jamaah Islamiyah, NII, HTI, dan Salafi yang selama ini giatkan.

Menghormati bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya adalah satu piranti persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat dan Iblis untuk bersujud kepada Adam. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 34 tujuan perintah Allah SWT bersujud kepada Adam As adalah menghormati Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri.

Mengingat sujud memperhambakan itu hanyalah semata-mata kepada Allah SWT. Inilah yang kemudian dengan kesombongan Iblis mengingkari perintah Allah SWT. Iblis tak mau bersujud kepada Adam As karena merasa derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan Adam As.

Kita tentu tidak ingin bangsa bhinneka ini terpecah belah atau terkoyak-koyak karena strategi licik dari para pelaku terorisme berkedok agama dalam konteks negara. Oleh karenanya dibutuhkan kesadaran nasional dalam meneruskan estafet perjuangan serta perang melawan berbagai bentuk ideologi seperti Jamaah Islamiyah, NII, HTI atau Khilafah, Salafi, dan ideologi anti-Pancasila lainnya. Harapannya dengan kokohnya nasionalisme dan moderasi beragama, Indonesia akan maju dan damai.

Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *