Saya cukup tergelitik saat mendengar kajian Gus Baha di Bait Al-Quran tempo hari. Dengan gaya khasnya, beliau mengungkapkan keinginannya di akhirat nanti, yakni mencari malaikat yang pernah “somasi” Allah SWT karena keputusan-Nya menciptakan manusia. “Saya nanti kalau di akhirat ingin cari malaikat yang somasi Allah karena menciptakan manusia ini,” ungkap Gus Baha (29 September 2024).

Pernyataan ini mengacu pada dialog antara Allah SWT dan para malaikat saat penciptaan Nabi Adam AS. Malaikat-malaikat itu, kata Gus Baha, sempat mempertanyakan keputusan Allah karena berprasangka bahwa manusia hanya akan merusak bumi dan menumpahkan darah. Ia menirukan ucapan malaikat kepada Allah dengan gaya yang jenaka dan imaginatif, “Tolong gusti, keputusan Engkau bikin manusia itu dievaluasi lagi. Semua manusia itu distatuskan merusak dan menumpahkan darah.”

Menurut Gus Baha, saat itu para malaikat itu tidak memiliki gambaran manusia akan seperti apa, sehingga ia mengkhawatirkan bahwa makhluk yang akan diciptakan Allah itu hanya akan merusak dan membuat kekacauan di bumi.

Selang beberapa bulan setelah guyonan kajian Gus Baha, muncul guyonan dari seorang pemimpin negara yang bilang kalau pengalihan hutan ke tanaman sawit bukan sebuah deforestasi. Nada bicaranya sedang bercanda, tapi sepertinya serius dan permisif dengan deforestasi. Tak hanya komentar presidennya, Menteri Kehutanannya juga memberikan pernyataan yang sama permisifnya dengan presidennya.

Baca Juga  Sulitnya Melibatkan Stakeholder Pemerintah dalam Penanganan WNI Eks-ISIS

“Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” begitu katanya.

Jangan-jangan ‘Interupsi Malaikat’ itu Benar

Dari dua pernyataan pejabat tinggi di negeri kita ini, saya jadi berfikir bahwa sepertinya malaikat yang melontarkan kritiknya atas penciptaan manusia itu ada benarnya. Para malaikat itu tidak hendak mempertanyakan keputusan Allah untuk menciptakan manusia, melainkan khawatir jika ciptaan Allah nanti ini malah akan mengecewakan Allah SWT. Sebenarnya ada banyak perdebatan terkait ‘interupsi’ para malaikat ini, namun sepertinya tak cukup untuk dibahas di sini.

Saya agak sreg dengan komentar Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib-nya, bahwa tidak ada kebaikan yang mutlak dalam diri seorang manusia. Meskipun para malaikat menyebutkan keburukan-keburukan manusia, namun Allah SWT tetap menciptakan manusia. Allah tidak menihilkan protes para malaikat itu, namun Ia hanya menjawab, “Aku lebih tahu dari pada yang engkau ketahui.”

Pernyataan Allah tersebut, menurut Al-Razi, tidak hendak menafikan karakter merusak yang dimiliki oleh mahluk yang akan diciptakan Allah yang kelak disebut manusia ini, tetapi Tuhan Semesta Alam ini percaya bawa daya baik dan penjagaan manusia lebih besar. Ya, betul, sesuatu tidak dianggap baik jika tidak ada ‘model’ buruknya.

Nah, yang diinginkan Allah saat ingin menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi itu bukan karena manusia selalu baik, tetapi Tuhan tau kalau kebaikannya lebih besar dari pada buruknya. Jika Allah tak jadi menciptakan manusia karena keburukan yang sedikit itu, maka justru itu akan menjadi kesalahan yang besar.

Baca Juga  Suluk Demokrasi yang Mesti Dijalani

Berikut kutipan dari Mafatih al-Ghaib saat membahas al-Baqarah ayat 30 itu

أنَّ الشُّرُورَ وإنْ كانَتْ حاصِلَةً في تَرْكِيبِ هَذا العالِمِ السُّفْلِيِّ إلّا أنَّها مِن لَوازِمِ الخَيْراتِ الحاصِلَةِ فِيهِ، وخَيْراتُها غالِبَةٌ عَلى شُرُورِها، وتَرْكُ الخَيْرِ الكَثِيرِ لِأجْلِ الشَّرِّ القَلِيلِ شَرٌّ كَثِيرٌ، فالمَلائِكَةُ ذَكَرُوا تِلْكَ الشُّرُورَ، فَأجابَهُمُ اللَّهُ تَعالى بِقَوْلِهِ: ﴿إنِّي أعْلَمُ ما لا تَعْلَمُونَ﴾ يَعْنِي أنَّ الخَيْراتِ الحاصِلَةَ مِن أجْلِ تَراكِيبِ العالَمِ السُّفْلِيِّ أكْثَرُ مِنَ الشُّرُورِ الحاصِلَةِ فِيها.

“Meskipun berbagai keburukan terjadi di tatanan alam paling bawah ini (dunia manusia), itu semua merupakan bagian dari keniscayaan adanya kebaikan. Dan kebaikan menusia itu lebih banyak dari pada keburukannya. Meninggalkan kebaikan yang banyak hanya karena keburukan yang kecil adalah kegagalan yang besar. (Protes) malaikat itu hanya menyebutkan keburukan (manusia) yang sedikit itu. Maka Allah menjawab dengan firman-Nya: “Sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”. Yaitu, kebaikan manusia lebih besar dari pada keburukan yang dia hasilkan.”

Artinya, kekhawatiran para malaikat bahwa manusia itu tukang rusak juga bisa benar adanya. Karena jika kita mengikuti pendapat di atas, maka manusia yang jenisnya merusak itu memang ada. Nah, kebetulan yang tukang merusak itu kini jadi pengambil kebijakan. Di situlah masalahnya.

Oleh karena itu, jika kita tidak ingin menjadi bagian dari kelompok yang disebut sedikit oleh al-Razi ini, kita perlu ambil tindakan: kritis dengan segala kebijakan yang sifatnya merusak, menggadaikan masa depan anak cucu kita, dan berpotensi menjadi hamba yang dibenci Allah karena tidak menjadi pemakmur buminya, malah menjadi bagian dari perusaknya.

Baca Juga  Dualisme, Materialisme, dan Pertanyaan Abadi tentang Pikiran

Kita juga perlu menegasikan kekhawatiran malaikat bahwa manusia yang diciptakan Allah untuk menjaga bumi ini akan jadi perusak. Kita perlu buktikan bahwa itu semua salah. Tapi beda lagi kalau kamu malah mau afirmasi kekhawatiran malaikat itu. Saya sih gak mau ikut-ikut.

 

 

M Alvin Nur Choironi

Direktur Kreatif Islamidotco, alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

*Tulisan ini merupakan repost dari Islami.Co. Silakan baca sumber aslinya di sini: https://islami.co/permisif-dengan-deforestasi-afirmasi-kekhawatiran-malaikat-saat-protes-penciptaan-manusia/

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.