Bolehkah Perempuan Berhaji atau Umrah Tanpa Mahramnya?

Jalanhijrah.com-Islam mengatur perempuan sedemikian rupa sebagai bukti bahwa Allah Swt. sungguh memuliakan sosok perempuan dan menjaga harkat serta martabatnya. Salah satu bukti kecintaan dan penjagaan Allah SWT adalah tentang mahram perempuan. Islam melarang seorang perempuan bepergian lebih dari tiga hari kecuali bersama mahramnya. Sesuai dengan hadis berikut:

عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ ثَلاَثًا إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, ‘Janganlah seorang wanita bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahramnya,’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ustadz Agus Tri Sundani dalam channel Youtube TVMu menyebut berpergian dalam konteks hadis ini sebagai bepergian biasa atau perjalanan ikhtiyariyah. Hal ini berbeda dengan perjalanan wajib seperti perjalanan untuk ibadah haji.

Hukum Berhaji Tanpa Mahram bagi Perempuan

Ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima menjadikan seluruh umat muslim berlomba-lomba dan berusaha untuk bisa menunaikannya. Seseorang wajib hukumnya untuk berhaji jika ia merupakan seorang muslim, berakal, baligh, mampu, dan merdeka. Pada momen mulia tersebut, perempuan dan laki-laki dari seluruh dunia berkumpul serentak pada 9-12 Dzulhijjah. Sungguh tak ada kebahagiaan yang paling hakiki selain menginjakkan kaki di Baitullah.

Bicara mengenai mahram perempuan, memang Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan imigrasi Arab Saudi dan bersepakat untuk menghilangkan pembatasan mahram bagi perempuan yang akan berhaji. Sejak 2014 tidak ada lagi pembatasan mahram untuk perempuan. Perjalanan ibadah haji bagi seorang perempuan menjadi boleh tanpa mahram sepanjang perjalanan tersebut tidak membahayakan atau cukup aman baginya. Sebagaimana yang terdapat pada Q.S. Al-Imran:97 yang berbunyi:

Baca Juga  Maudy Ayunda dan Problematika Pendidikan Indonesia

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.

Berdasarkan pada dalil tersebut, seorang perempuan wajib melaksanakan ibadah haji dan boleh tanpa mahram karena dalam kondisi aman. Tentu jika sudah terpenuhi pula Istito’ahnya seperti memiliki biaya, sehat jasmani dan rohani, aman, dan tersedianya kendaraan atau transportasi.

Menurut Imam Malikiyah, seorang perempuan wajib berhaji jika beberapa orang perempuan yang terpercaya atau beberapa orang laki-laki dan perempuan dapat menemaninya. Jika ada beberapa orang yang bukan mahramnya tetapi kita dapat mempercayainya baik perempuan atau laki-laki (biasanya mereka merupakan rombongan calon jamaah haji), maka perempuan tersebut boleh melaksanakan perjalanan ibadah haji dengan tidak perlu mengangkat mahram karena yang menjadi mahramnya adalah rombongannya.

Dengan demikian, terdapat perbedaan konteks bepergian bagi perempuan. Dalam perjalanan biasa, perempuan wajib bersama mahramnya. Sedangkan untuk perjalanan ibadah haji, mereka boleh tanpa menyertai mahram karena perjalanannya sudah aman bersama rombongan calon jamaah haji lainnya.

Baca Juga  Kata Perempuan Dalam Al-Quran Disebut Sebanyak 57 Kali, Sama Seperti Laki-laki

Seputar Miqat

Pada sesi tanya jawab bersama Ustaz Agus Tri Sundani, muncul juga pertanyaan mengenai “Di manakah lokasi miqat bagi jama’ah haji tamatu yang telah melaksanakan thawaf qudum dan tahalul?”. Perlu diketahui bahwa miqat (ميقات) secara harfiah adalah tempat yang sudah ditetapkan. Artinya, miqat adalah batas-batas yang telah ditetapkan sebagai batas waktu (miqat zamani) dan batas tempat (miqat makani) untuk memulai ibadah haji dan umrah. Jika seseorang bermiqat, maka di situlah tanda ia memulai ibadah haji sehingga wajib mengenakan kain ihram.

Ustadz Agus menjawab bahwa jamaah haji Indonesia yang sebelumnya sudah memasuki Mekkah dan akan melakukan ibadah haji, maka lokasi pengambilan miqat yang paling dekat dengan Mekkah adalah di Tan’im. Adapun hadis yang menunjukkan Tan’im sebagai lokasi miqat tercantum pada HR. AL-Bukhori:

[أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ أَرْسَلَ عَائِشَةَ وَهِيَ بِمَكَّة َمَعَ أَخِيْهَا عَبْدِالرَّحْمَنِ إِلَى التَّنْعِيْمِ فَاعْتَمَرَتْ مَعَهُ مِنْهُ. [رواه البخاري و مسلم

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus A’isyah ketika ia berada di Makkah bersama saudaranya Abdurrahman ke Tan’im. Maka ia melakukan umrah bersama saudaranya dari Tan’im”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Fiah Idznillah

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *