Sebuah PR besar bagi bangsa dan generasi muslim milenial dalam merawat ideologi bangsa serta masa depan Islam di Indonesia.

Jalanhijrah.com – Memasuki era serba modern saat ini, fenomena-fenomena kemasyarakatan maupun keagamaan mengalami keanekaragaman perkembangan. Demikian didasari dari adanya kesadaran penganut agama untuk beradaptasi dengan keniscayaan zaman yang semakin berkembang untuk mencapai sebuah visi-misi tertentu.

Terlebih hal yang bersifat keagamaan yang selalu mendapat berbagai respon dan menjadi konsumsi publik bagi orang beragama. Seperti halnya golongan Islam ekstrem yang kini beralih pada ranah baru dalam menggencarkan dakwahnya yang oleh pakar layaknya Khaled Abou El-Fadl dianggap keras, intoleran, dan eksklusif.

Sebelum melangkah jauh, penting kiranya memahami Istilah ekstrem terlebih dahulu sebagai pijakan pemahaman awal. Ekstrem memiliki arti paling keras, paling ujung, paling tinggi, sangat teguh, fanatik. Dengan begitu, ekstremitas merupakan suatu hal (perbuatan/tindakan) melebihi batas. Dalam terminologi Islam sendiri, dikenal dengan istilah ghuluw.

Dari Tindakan berlebihan terhadap suatu perkara (ghuluw) menjadi salah satu model beragama yang menjadi titik awal seseorang melenceng dari keberagamaannya. Jika dilihat dalam sejarahnya, sikap ekstrem acap kali terjadi dalam aspek pengamalan keagamaan. Secara garis besar, sikap tersebut dibagi menjadi dua bagian.

Pertama ekstrem dalam segi akidah, Dalam Islam sendiri sikap demikian juga dianut oleh kelompok Syiah Rafidhah yang menganggap kedudukan Ali bin Abi Thalib lebih tinggi dari para sahabat dan Rasulullah Saw. Bahkan menganggap Ali sebagai manifestasi dari Allah.

Bahkan sikap ghuluw lainnya dapat kita temui semacam menganggap dirinya yang paling benar dan dengan gampangnya mengafirkan orang yang tidak sependapat dengannya, bahkan ia berupaya untuk mendapat pengakuan masyarakat terhadap ideologinya. Kedua, yaitu ghuluw dalam segi amalan agama atau praktik-praktik ibadah.

Dapat dicontohkan seperti halnya ibadah sepanjang hari tanpa henti, puasa terus menerus, atau pandangan kaum-kaum tertentu yang hingga mewajibkan perkara yang sunnah. Terkadang mereka melabeli dirinya sebagai pemegang ketaatan dan kebenaran, bahkan meremehkan siapa saja yang tidak sepaham sekali pun para Ulama.

Baca Juga  Sunah Nabi, Anjuran Menikah di Bulan Syawal

Yusuf Qardhawi membagi tipologi golongan ekstrem sebagai berikut: 1). Fanatik tentang suatu pandangan: Sikap demikian jika dipelihara maka akan berimbas pada kehancuran dan perpecahan, bahkan dalam ranah internal umat Islam sendiri karena beranggapan pendapatnya paling benar, siapa pun yang berbeda dilebeli salah, sesat, dan patut ditinggalkan

2). Ada kecenderungan mempersulit: Dalam segi ibadah, secara pribadi boleh menggunakan jalan keringanan, akan tetapi beberapa sikap ghuluw cenderung mempertimbangkan harus sempurna sesuai dengam apa yang dilakukannya. 3). Adanya prasangka buruk terhadap sesama: Munculnya sikap demikian dipicu dari ada dan tumbuhnya anggapan bahwa seolah-olah dialah yang paling benar dan menempatkan keburukan pada orang lain.

Terkadang merasa paling beriman. 4). Acap kali takfiri: Tindakan atau pun sikap ekstrem yang paling bahaya yaitu ketika menyentuh pada ranah yang mudah mengafirkan orang lain yang tidak sepemahaman dengannya.

Dalam konteks di Indonesia dewasa ini, Islam ekstrem diwakili oleh HTI, Mujahidin Indonesia Timur, FPI, Salafi-Wahabi, Gema Pembebasan dan beberapa sekte lainnya. Hingga memasuki era modern saat ini, ditandai dengan semakin majunya teknologi menjadi ladang basah kelompok Islam ekstrem menebar doktrin seputar kajian keislaman yang kini merambah di media sosial sebagai konsumsi publik.

Nasrullah sendiri mengatakan bahwa sosmed merupakan medium di internet yang dapat membentuk ikatan sosial, menjadikan penggunanya berinteraksi atau pun mempresentasikan diri, berkomunikasi, berbagi, dan bekerja sama. Namun, demikian sangat perlu adanya kewaspadaan karena ranah agama merupakan hal yang sensitif dan sandaran utama manusia beragama.

Baca Juga  Menjaga Pancasila Dari Rongrongan Radikal Khilafatul Muslimin

Sebuah tantangan-tantangan besar yang sangat perlu diwaspadai oleh generasi muslim milenial adalah perlu adanya kewaspadaan dalam memilah dan memilih sumber rujukan/materi seputar keislaman yang hendak dipelajari.

Mengapa demikian?, pasalnya meleburnya seluruh informasi dalam ruang media baru kali ini memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter dan pemahaman seputar Islam, terlebih bagi mereka yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan agama secara intens di pesantren.

Doktrin-doktrin keagamaan yang disandarkan pada teks-teks dalil sebagai penguat visi-misi kekerasan/ujaran kebencian/perusakan yang mengatasnamakan agama pun acap kali mudah diterima oleh kalangan generasi muda dalam memahami agama secara praktis.

Terbukti keberhasilan doktrin dari media sosial terjadi seperti halnya di Makassar dan Surabaya seperti yang dikatakan oleh Brigjen Pol Ibnu Suhendra (Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri). Dalam sebuah wawancara terbuka pada 28/05/2021 silam, ia mengatakan fakta lapangan bahwa terdapat satu keluarga dengan sukarela menjadi aktor bom di dua tempat tersebut, yang belajar dari internet tentang panduan perakitan bom dengan jaminan mati syahid.

Sinyal merah lainnya dari pengaruh dakwah media sosial Islam ekstrem yaitu tidak menutup kemungkinan jika generasi emas muslim di era milenial secara lambat laun jika tidak cermat memilih sumber kajian akan terjerumus pada pemahaman yang sempit dalam menafsirkan nilai-nilai Islam. Demikian menjadi sumbu tindakan maupun pemahaman ekstrem yang nantinya akan merugikan diri sendiri, masyarakat sekitar, maupun negara.

Selain penyebaran interpretasi seputar kajian Islam yang sempit dengan belajar hanya sebatas leterlek, tidak diimbangi kontekstualis, menjadikan pemahaman hanya jalan di tempat, tidak berkembang, sempit, bahkan tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan era yang menjadi tantangan bersama saat ini

Baca Juga  Hukum Memakamkan Jenazah di Tanah Pribadi yang Merugikan Warga Sekitar

Oleh karenanya, sangat penting sekali bagi generasi muda muslim untuk mengetahui tipologi atau ciri-ciri sumber kajian yang mengarah pada tindakan dan pemahaman ekstrem.

Jika menjumpai tulisan, gambar, cuplikan video yang mengarah pada tindakan kekerasan atas nama agama, teror, penolakan terhadap sistem demokrasi dengan menyandarkan pada dalil-dalil Islam, doktrin mempersempit pemahaman agama, terlalu fanatik, dan minim sisi toleransi terhadap realitas sosial bahwa Indonesia memiliki kekayaan agama, suku, ras, budaya, maka hendaknya dihindari untuk dijadikan sumber rujukan pembelajaran.

Akun-akun yang patut dihindari untuk menjaga keutuhan Pancasila sebagai cerminan jati diri bangsa dan agama di antaranya, website: almanhaj.or.id, jihad-news.com, waislama.net (ISIS), daulahislamiyah.com, al-mutaqabbal.net, dan lainnya. Intagram: @dakwahtauhid, @almanhaj.or.id, @gemapembebasan, dan akun-akun lainnya yang bernuansa senada. Dapat pula kita temui alamat-alamat kajian Islam yang patut diwaspadai juga merambah ke Twitter, YouTube, Facebook.

Sebuah PR besar bagi bangsa dan generasi muslim milenial dalam merawat ideologi bangsa serta masa depan Islam di Indonesia. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah dan pakar agama berpaham moderat bekerja sama melakukan sosialisasi terhadap generasi muda tentang pemahaman dakwah Islam ekstrem di era modern.

Dan penting sekali menanamkan buih-buih sikap dan pemahaman moderat dalam beragama, baik di lingkup masyarakat maupun bermedia sosial. Sebuah keniscayaan bahwa radikalisme dan ekstremisme atas nama agama adalah musuh bersama.

Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *