Rekonstruksi Makna Jihad untuk Kontra-Ekstremisme

Jalanhijrah.com- Bayangan kita terkait jihad adalah segala hal yang mengerikan. Secara tidak langsung, jihad sering kali dianggap sebagai sinonim dari perang. Artinya, jihad lekat dengan hal-hal yang konotasinya negatif. Akibatnya, hari ini jihad seolah tidak mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat. Apakah rekonstruksi jihad itu niscaya?

Orang-orang yang kerap menyerukan jihad dipandang sebagai teroris dan radikal. Sampai di sani saya paham bahwa konotasi jihad memang sengaja diarahkan sedemikian rupa kepada semua hal negatif. Tetapi bagaimana seandainya jihad diarahkan pada pemaknaan yang positif?

Saya ambil satu contoh, jihad diarahkan pada sebuah usaha melawan propaganda di media sosial. Dalam konteks ini tentu sudah bukan jihad yang lazim kita kenal, melainkan adalah perlawanan terhadap keburukan di media sosial. Ketika diserukan ‘jihad melawan hoaks’ itu bukan berarti memerangi dan membunuh penyebarnya. Melainkan berjihad melawan hoaks dengan cara menguraikan fakta dan data yang sebenar-benarnya. Demikian juga dengan jihad di media sosial melawan kaum ekstrem.

Hal tersebut bukan semata-mata untuk membunuh mereka. Bagaimana pun pembunuhan tidak pernah bisa dibenarkan. Berjihad melawan kaum ekstrem tentunya dengan menghadirkan propaganda yang moderat. Di mana tempat dan lapangannya? Tempat yang paling ideal saat ini memang hanya media sosial. Di sana gelanggang kita untuk berjihad melawan segala macam keburukan, mulai hoaks hingga propaganda para ekstremis. Bahkan, berjihad di media sosial lebih penting dari sekadar ceramah di tempat-tempat biasa.

Baca Juga  Ketika Al-Hallaj Memuji Kesetiaan Iblis

Diakui atau tidak, media sosial adalah salah satu tempat dengan ekspresi yang bebas. Orang bebas mengutarakan pendapatnya, bahkan bebas mencaci maki tanpa takut pada siapa saja. Bagaimana bisa takut, kebanyakan para penyebar keburukan di media sosial berlindung di balik akun palsu.

Akhirnya, merasa seperti tidak takut pada apa saja karena sangat aman berada di balik topengnya. Naifnya, tangan hukum sering tidak bisa menjangkau akun-akun palsu tersebut. Ini yang kemudian menjadikan media sosial sulit dikendalikan. Solusinya, alih-alih kita menjadikan jihad tereksklusi sebaiknya direkonstruksi. Bukan lagi jihad untuk melawan orang yang berbeda secara iman, kepercayaan, sekte dan sebagainya. Juga bukan lagi jihad dalam rangka menumpas jiwa dan nyawa, melainkan berjihad di media sosial melawan segala keburukan. Tentu, jihad yang seperti ini sangat sederhana namun sangat berarti demi terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin.

Untuk mewujudkan Islam yang menjadi rahmat, maka sudah sepatutnya memerhatikan media sosial. Sebagaimana yang sudah saya jabarkan sebelumnya. Tidak hanya media sosial, sudah saatnya mulai merambat ke dunia youtube, film, dsb.

Intinya, segala hal yang lahir akibat dunia digital harus kita serang. Maksud serang adalah kita terjun di dalamnya untuk memberikan pandangan-pandangan yang lebih elegan. Jika selama ini konten-konten youtube hanya diisi orang yang itu-itu saja, maka saatnya kita ikut memberikan perspektif yang tidak kalah menariknya.

Baca Juga  Etika Bermedia Sosial Perspektif Al-Qur’an

Dalam hemat saya, ini adalah konsep jihad yang lebih kontekstual hari ini. Sudah bukan saatnya menyerukan jihad melawan orang yang berbeda keyakinan. Apalagi di Indonesia, orang yang beragama selain Islam dijamin oleh negara. Artinya, tidak ada alasan untuk membawa jihad dalam pengertiannya yang negatif.

Sebab itu, konsep jihad dalam arti negatif terebut harus dibawa ke dalam pemaknaan yang positif. Kendati saya yakin tawaran semacam ini tidak mungkin dapat diterima. Apalagi bagi orang yang sudah ekstrem sejak dalam pikiran.

Alih-alih menerima jihad yang kontekstual ini, malah mungkin dianggap penyimpangan. Karena dalam kacamata mereka yang dimaksud dengan jihad tidak lain adalah jihad melawan orang kafir. Tidak ada ceritanya jihad selain itu, makanya mereka lebih keras ketika berseru jihad melawan orang yang berbeda.

Namun, sangat lembek ketika atau bahkan tidak pernah berseru untuk jihad di media sosial. Karena mereka sendiri yang menyebarkan kekacauan di media sosial tersebut.

Padahal, disadari atau tidak, jika pemaknaan jihad tidak direkonstruksi maka ia akan usang. Tidak usah menunggu waktu untuk akhirnya tidak lagi relevan. Karena memang pada dasarnya jihad bukan dalam rangka menumpas nyawa manusia. Bukankah kita telah mengerti bahwa banyak macam jihad di jalan Allah? Sementara menumpas nyawa musuh adalah salah satu bentuk jihad. Itu pun salah satu bentuk jihad yang sudah tidak relevan hari ini, apalagi di negara kita ini. Sudah waktunya makna jihad direkonstruksi!

Baca Juga  Keluar Darah Mimisan, Batalkah Puasanya?

Penulis

Moh. Rofqil Bazikh

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *