Jalanhijrah.com-Pada tahun ini hari Natal jatuh pada hari Senin, 25 Desember 2023. Melansir dari Wikipedia, Natal adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam ibadah malam pada tanggal 24 Desember; dan ibadah pagi tanggal 25 Desember.
Bagi umat Kristiani memasuki gereja jelas bukan suatu persoalan karena gereja adalah tempat peribadatan mereka. Namun bagi umat Muslim, memasuki gereja tampaknya merupakan perbuatan yang cukup sensitif apalagi bila bertepatan dengan hari Natal. Lantas bagaimana hukum memasuki gereja dalam Islam?
Menurut ulama mazhab Hanafi hukum memasuki tempat peribadatan non-Muslim seperti gereja dan sinagog adalah makruh.
Hal ini sebagaimana keterangan Syekh Ibnu Abidin dalam Kitab Radd al-Muktar ‘ala Durr al-Mukhtar [I/380];
يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ
“Makruh hukumnya memasuki sinagog dan gereja bagi seorang Muslim.”
Syekh Ibnu Nujaim al-Mishry dalam kitabnya al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzu al-Daqaiq juga menegaskan penjelasan yang serupa;
يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ. وَالظَّاهِرُ أَنَّهَا تَحْرِيمِيَّةٌ
“Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh. Dan tampaknya, hal itu adalah makruh tahrim (mendekati haram).”
Sedangkan menurut mayoritas ulama (mazhab Maliki, Hanbali, dan sebagian ulama Mazhab Syafi’i) hukum memasuki gereja adalah boleh.
Mewakili mazhab Maliki, Ibnu Rusyd al-Qurtubi menjelaskan dalam kitabnya al-Bayan wa Tahshil begini;
وَرَوَى ابْنُ الْقَاسِمِ أَنَّ مَالِكًا سُئِلَ عَنْ أَعْيَادِ الْكَنَائِسِ فَيَجْتَمِعُ الْمُسْلِمُونَ يَحْمِلُونَ إلَيْهَا الثِّيَابَ وَالْأَمْتِعَةَ وَغَيْرَ ذَلِكَ يَبِيعُونَ يَبْتَغُونَ الْفَضْلَ فِيهَا. قَالَ: لَا بَأْسَ بِذَلِك
“Ibnu Qasim bercerita, Imam Malik ditanya tentang perayaan di gereja, di mana umat Islam berkumpul lalu membawa baju, perhiasan, dan barang-barang lain menuju gereja untuk menjualnya di sana. Beliau berkata: Hal itu tidak apa-apa.”
Mewakili mazhab Hanbali, Syekh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni [II/478] menuturkan;
وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ وَلَناَ: “أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ،” ثُمَّ هِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ
“Ibn Qudamah menjelaskan bahwa al-Hasan, Umar bin Abdul Aziz, Sya’bi, Auza’i dan Sa’id bin Abdul Aziz, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa shalat di dalam gereja yang bersih. Sedangkan Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja.
Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Nabi SAW pernah shalat di dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: Jika waktu shalat telah tiba, kerjakan shalat di mana pun, karena di mana pun bumi Allah adalah masjid.”
Adapun sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat, seorang Muslim boleh memasuki tempat peribadatan non-Muslim hanya jika mendapat izin dari mereka.
Syekh al-Qalyubi misalnya, dalam kitab Hasyiyah al-Qalyubi wa Umairah [IV/492] mengatakan;
لَا يَجُوزُ لَنَا دُخُولُهَا إلَّا بِإِذْنِهِمْ وَإِنْ كَانَ فِيهَا تَصْوِيرٌ حَرُمَ مُطْلَقًا، وَكَذَا كُلُّ بَيْتٍ فِيهِ صُورَةٌ
“Kita (Syafi’iyyah) tidak diperbolehkan memasuki gereja kecuali atas izin mereka. Sedangkan jika di dalam gereja tersebut ada gambar maka hukum memasukinya adalah haram secara mutlak. Begitu pula, haram memasuki setiap rumah yang ada gambarnya.”
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa di kalangan ulama 4 mazhab masih terjadi silang pendapat mengenai hukum seorang Mmuslim memasuki gereja baik di Hari Natal maupun hari-hari biasa. Ada yang bilang makruh, boleh mutlak, dan boleh dengan syarat. Wallahu a’lam.
Oleh: Faik Fhaiek