Jalanhijrah.com- Muhammad Kace, atas kasus yang menimpa terhadapnya yakni penistaan agama, kini pihak kepolisian sudah menetapkan perkembangan kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Terduga pelaku penistaan agama Muhammad Kace akhirnya ditangkap oleh tim Bareskrim Polri. YouTuber asal Jawa Barat itu ditangkap di Banjar Untal-Untal, Dalung, Kuta Utara, Bali pada Selasa malam.
Namanya semoat trending di twitter, berbagai respin netizen sangat mengerikan. Setidaknya dalam kasus ini, Polri menerima 4 laporan yang sudah masuk terhadap Muhammad Kace atas video yang membahas tentang Nabi Muhammad Saw serta kitab kuning. Keberadaan Muhammad Kace ini menimbulkan keresahan yang amat mendalam bagi kalangan masyarakat muslim. Tafsiran atas ayat dan statement atas Nabi Muhammad sangat berbanding terbalik dengan fakta yang sebenarnya, video tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Jika ditelisik lebih jauh, video yang disampaikan oleh Muhammad Kace sebenarnya tidak lebih dari video yang hanya ingin dirinya tenar, sebab salah satu alasan jika ingin tenar dan viral yakni konten yang neyekenah, bahkan menghina, apalagi untuk urusan agama. Dijamin, akan terkenal seketika.
Meskipun demikian, kasus intoleransi, menistakaan agama menjadi salah satu masalah yang tidak bisa disepelekan oleh masyarakat Indonesia selaku masyarakat beragama. Penindakan secara tegas, menjadi salah satu hal yang yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan,seiring dengan berbagai pengaduan yang dari organisasi-organisasi besarm seperti NU, Muhammadiyah, dll.
Bagaimana dengan ustaz Yahya Waloni?
Ditengah maraknya pembahasan intoleransi oleh Muhammad Kace tersebut, muncul nama penceramah lain dari banyaknya respon netizen, yakni Ustaz Yahya Waloni. Namanya juga menjadi trending di twitter, netizen kembali panas dengan berbagai ceramah yang pernah disampaikan pada waktu yang sudah berlalu.
Tentu kita masih ingat dengan ustaz ulung ini dengan ceramah-ceramahnya yang tidak masuk akal dan sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Mulai dari komentar atas anjing, dan ceramah-ceramah yang meresahkan lainnya.
Ia juga pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh msyarakat Cinta Pluralisme soal penistaaan agama terhadap masyarakat Kristen yang mengatakan bahwa bibble itu palsu. Pelaporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM. Yahya Waloni dilaporkan dengan dugaan kebencian atau permusuhan individu dan/atau antar golongan (SARA) pada April silam. (Detiknews.com).
Atas respon netizen yang mengaitkan kasus Muhammad Kace dengan dirinya (red: Yahya Waloni). Komentar keras dilayangkan oleh Yahya Waloni,
“Ada yang bilang Yahya Waloni juga menista agama, woy kawan, kita beda kelas. Kami tahu etika bermasyarakat, kami tahu etika beragama. Kami menyindir hanya sebatas teori, ajarannya. Saya tak pernah menyinggung atau menghina simbol-simbol yang dianggap suci oleh agama lain,” ujar Yahya Waloni, dilansir dari suara.com
Yahya Waloni juga menjelaskan apa yang disampaikan dalam ceramahnya tidak lebih dari pertanyaan teologis yang wajar dipertanyakan. Lebih jauh, justru ia mengkritik Muhammad Kace yang sudah menghina Nabi Muhammad, Islam, dll.
Yahya Waloni dan Muhammad Kace, krisis kemanusiaan
Baik Yahya Waloni ataupun Muhammad Kace sebenarnya 2 figur yang hampir mirip. Miskin etika, baik secara agama maupun secara sosial. Hal ini bisa dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh keduanya tidak lain melukai hati sesama saudaranya dalam lingkup kemanusiaan.
Disatu sisi, Yahya Waloni yang mengaku dirinya ustaz, penyampai agama bahkan orang yang memiliki kemampuan agama yang mumpuni menjadi sesuatu yang menjijikkan jika dalam ceramahnya justru melukai umat agama lain.
Sama dengan Muhammad Kace, profesinya sebagai seorang youtuber, barangkali dalam kacamata manusia, kedudukannya justru tidak sama seperti ustaz. Apa yang dilakukan olehnya bisa jadi sebagai salah satu hal yang diusung untuk menaikkan ratingnya sebagai seorang influencer. Meskipun demikian, tindakan keduanya sangat biadab, ketika melukai umat agama lain.
Sikap toleransi yang harus diusung menyikapi fenomena pluralitas agama di Indonesia, tentu tidak sekedar hanya wacana toleransi. Lebih jauh, tindakan, ucapan berbagai hal yang dilakukan perlu diupayakan untuk hati-hati agar tidak menyinggung umat lainnya.
Kiranya kita perlu garis bawahi apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yakni.
“Kita semua adalah sesaudara dalam iman; jikapun tidak, kita semua adalah sesaudara dalam kemanusiaan,”. Wallahu a’lam