Memberantas ASN Radikal; Mengatasi Problem Loyalitas dan Lemahnya Pengawasan Internal

Jalanhijrah.com – Dalam beberapa tahun sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) terciduk masuk kelompok radikal dan menjadi bagian dari jaringan teroris. Terakhir, seorang ASN di Kabupaten Tangerang dibekuk Densus 88 karena terlibat jaringan teroris.

Saya sendiri percaya bahwa keterlibatan ASN di jaringan terorisme itu hanya bersifat individu, bukan kelembagaan. Artinya, mereka bergabung ke organisasi teroris semata pilihan pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan lembaga atau institusi tempatnya bekerja.

Meski demikian, fenomena ini tentu saja tetap mengkhawatirkan. Adanya oknum ASN terafiliasi jaringan teroris tidak bisa dipandang sepele. Bisa dibayangkan jika ASN yang terlibat jaringan terorisme itu memiliki posisi strategis.

Tentu dampaknya akan sangat mengkhawatirkan. Bisa jadi, ia akan memanfaatkan jabatannya, bahkan anggaran negara untuk menyokong gerakan terorisme.

Di satu sisi, maraknya ASN terlibat jaringan teror membuktikan adanya problem serius terkait loyalitas. ASN seperti kita tahu merupakan aparatur negara, yang merupakan kepanjangan tangan negara dalam melayani masyarakat.

Nyaris seluruh hidup ASN ditanggung negara, mulai dari gaji, tunjangan keluarga, asuransi kesehatan, sampai jaminan hari tua. Segala fasilitas dan keistimewaan itu idealnya dibayar dengan loyalitas penuh pada pemerintah (negara).

Dalam undang-undang secara jelas disebutkan bahwa ASN dilarang berpolitik praktis dan terlibat dalam kegiatan partai politik. ASN juga disumpah selamanya akan setia pada NKRI dan Pancasila serta tidak terlibat dalam gerakan yang melawan konstitusi. Loyalitas dengan demikian merupakan bagian dari ciri profesionalitas ASN sebagai abdi negara.

Baca Juga  Berbuat Dosa Berkali-kali, Tetapkah Allah Ampuni?

Problem Loyalitas ASN

Belakangan, aspek loyalitas di kalangan ASN menghadapi problem besar. Salah satunya mewujud pada banyaknya ASN terpapar paham radikal, bahkan terlibat jaringan terorisme. Di media sosial misalnya, mudah kita temui ASN yang secara terbuka mengunggah atau membagikan konten-konten yang bernuansa anti-NKRI, anti-Pancasila, dan anti-pemerintah. Mereka seolah lupa bahwa hidup mereka sepenuhnya bergantung pada pemerintah.

Selain problem loyalitas, maraknya ASN terpapar paham radikal juga dipengaruhi oleh lemahnya sistem pengawasan internal di masing-masing lembaga pemerintah. Harus diakui bahwa agenda reformasi birokrasi memang berhasil meminimalkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di lembaga negara. Namun, di sisi lain, reformasi birokrasi agaknya belum sepenuhnya mampu mensterilkan lembaga negara dari anasir radikalisme dan terorisme.

Di kantor boleh jadi para ASN ini diawasi perilakunya agar tidak menjurus pada radikalisme. Namun, di luar kantor mereka bebas tanpa pengawasan. Maka, jamak kita temui para ASN yang bergabung ke jamaah pengajian yang dikelola ustad radikal, atau bahkan menjadi simpatisan gerakan radikal-teroris. Fenomena yang demikian ini kiranya sudah bukan rahasia lagi.

Pentingnya Pengawasan Internal

Problem lemahnya loyalitas ASN dan longgarnya pengawasan internal inilah yang kiranya harus segera diatasi. Masing-masing instansi pemerintah idealnya memiliki mekanisme internal untuk memastikan para pegawainya steril dari paham radikal-terorisme.

Upaya ini harus dilakukan dari hulu, yakni sejak proses rekrutmen awal ASN. Proses seleksi ASN kiranya didesain untuk tidak hanya menjaring calon yang kompeten namun juga memiliki komitmen dan loyalitas terhadap negara.

Baca Juga  Abad Ke-2 NU dan Tugas-tugas Keumatan yang Belum Selesai

Supervisi atau pengawasan internal juga perlu diperketat, tidak hanya dalam konteks kehidupan di kantor, namun juga meliputi kehidupan di luar kantor. Dalam kehidupan eksternalnya di masyarakat, para ASN tetap wajib patuh pada sumpah jabatan, yakni setia pada NKRI dan Pancasila. Terakhir, tidak kalah pentingnya ialah memberikan sanksi tegas berupa pemecatan terhadap para ASN yang terlibat jaringan radikalisme-terorisme.

Peristiwa penangkapan ASN di Tangerang harus disikapi serius oleh instansi pemerintah lainnya. Hal ini kiranya menjadi alarm warning bagi seluruh lembaga negara, mulai dari pusat sampai daerah.

Penting kiranya bagi setiap instansi pemerintah untuk membentuk semacam gugus tugas khusus yang melakukan early screening atau deteksi dini radikalisme di kalangan pegawainya. Hal ini penting agar kasus ASN terpapar radikalisme-terorisme tidak terulang di masa depan.

*Penulis: Siti Nurul Hidayah Peneliti pada “Center for the Study of Society and Transformation”, alumnus Departemen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *