Kultur Intoleran di Kalangan Generasi Muda Muslim

Jalanhijrah.com-SETARA Institute menyelenggarakan survei kondisi toleransi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 14—24 Februari 2023. Survei ini dilakukan di lima kota Indonesia, Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang dengan melibatkan sejumlah 947 siswa dari 19 sekolah negeri dan 33 sekolah swasta. Survei ini dilakukan untuk memperoleh gambaran toleransi siswa di Indonesia.

Dalam survei tersebut SETARA Institute membuat empat kategori, yakni toleran, intoleran pasif, intoleran aktif, dan potensi terpapar—untuk dijadikan kerangka analisis sehingga menghasilkan gambaran riil tentang transformasi mulai dari toleransi hingga terpapar radikalisme atau terorisme.

Hasil Survei SETARA Institute

Dengan 12 pertanyaan yang dikembangkan oleh SETARA Institute, menghasilkan temuan yang mencengangkan. Berdasarkan temuan dari kompilasi jawaban responden, ditemukan kecenderungan positif pada hampir semua pertanyaan. Dibuktikan dengan pertanyaan penerimaan perbedaan keyakinan (99,3%), penerimaan ras dan etnis (99,6%), empati terhadap kelompok yang berbeda agama (98,5%), dan dukungan pada kesetaraan gender (93,8%).

Namun, ketika mengarah ke pertanyaan yang ideologis, kecenderungan toleransi siswa makin menurun alias siswa makin intoleran. Sebanyak 20,2% siswa ingin melakukan kekerasan dalam merespons penghinaan agamanya. Persepsi siswa tentang negara Barat, seperti Amerika, Inggris, dan Australia, sangat negatif (sebanyak 51,8%), karena dianggap mengancam terhadap agama dan budaya Indonesia.

Yang lebih mengerikan lagi ketika tiba pada pertantanyaan tentang busana (jilbab) dan syariat Islam. Sikap responden terhadap penggunaan jilbab di sekolah, sebanyak 61,1% menyatakan setuju bahwa mereka merasa lebih nyaman jika semua siswi di sekolah berjilbab, sedangkan 38,9% lainnya menyatakan tidak setuju. Kemudian syariat Islam sebagai landasan bernegara ditemukan sangat besar yakni didukung oleh 56,3% responden. Dukungan terhadap persepsi bahwa Pancasila sebagai bukan ideologi yang permanen, artinya bisa diganti, juga sangat besar, yakni 83,3% responden.

Baca Juga  Kesucian Bumi Adalah Fadhilah Kenabian Muhammad, Tugas Tiap Muslim Menjaganya

Fakta di Lapangan

Fakta itu, menyiratkan bahwa pendidikan kita berada dalam kondisi berbahaya. Artinya, program moderasi agama dari Kemenag dan Kemendikbudristek dalam meng-counter segala hal yang dipandang sebagai intoleran agama belum berhasil. Ia tetap tetap masih menjadi dosa besar dunia pendidikan, seperti disampaikan oleh Mendikbudrisktek.

Jika demikian apa yang perlu ditukangi? Selain pendidikan wajib memiliki conceptual framework, seperti kurikulum yang menekankan toleransi, berpikir kritis, asesmen, pelatihan untuk pendidik, lingkungan/Infrastruktur yang bersahabat, pendidikan juga harus memiliki pengajaran yang mendukung proyek moderasi beragama.

Sebab, praktik dan faktanya di lapangan tergambar jelas bahwa mulai dari kurikulum, program ekstra-intra, literatur dan bagaimana anak didik ditarik masuk ke dalam ideologi tertentu dan memusuhi ideologi yang berbeda. Bahkan sampai memandang pentingnya untuk “islamisasi Indonesia”. Apabila terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kondisi ini akan menjadi bom waktu.

Kita tahu, lembaga pendidikan memiliki fungsi sebagai pintu masuk penyebaran ideologi tertentu sekaligus merupakan pintu keluar untuk mencari solusi hidup. Seperti dikatakan Horace Mann (1796-1859), seorang pemikir pendidikan kelahiran Massachusetts, bahwa pendidikan adalah pengaman manusia satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah.

Karena itu, kita memerlukan pendidikan dan pendidik (guru-guru) yang terampil-moderat dan memiliki pemahaman keagamaan yang sesuai dengan kondisi ke-Indonesiaan. Sekaligus memerlukan kerangka kurikulum-modul pendidikan yang moderat, memerdekakan, dan mencerdaskan. Melalui kurikulum, murid bisa dilihat signifikansinya, masa depan, lapangan kerja, akhlaknya serta tantangan dunianya besok. Pendidikan penting memiliki kurikulum yang sesuai bagi murid.

Baca Juga  Kepemimpinan Perempuan dalam Pesantren

Pendidikan Moderat

Pertanyaannya, bagaimana kurikulum pendidikan Islam bisa dirumuskan? Dengan kurikulum itu murid mau dibawa dan mau ke mana? Sampai di mana pencapaian murid—dalam konteks ini—tingkat madrasah tsanawiyah dan aliah? Dan bagaimana mengembangkan potensi murid secara optimal?

Rancangan kurikulum perlu melihat kondisi pendidikan (Islam) sekarang, baik negeri maupun mandrasah swasta. Internalisasi ajaran atau norma-norma keagamaan dan keindonesiaan yang moderat menjadi acuan penting untuk membentuk karakter peserta didik. Tetapi, kurikulum yang diterapkannya bukan saja untuk menyajikan produk ilmu atau ajaran keagamaan semata, melainkan juga mendorong bagaimana ilmu dan ajaran keagamaan itu diproduksi.

Di sinilah pentingnya memberi ruang bagi peserta didik. Boleh peserta didik diajak untuk melihat persoalan lingkungan, memecahkan studi kasus, membaca-berdiskusi secara kritis, serta merefleksikan keadaan sekitar atau segala sesuatu. Dengan begitu, murid dapat berkembang dengan realitas yang mengitarinya dan pengatahuan yang ia temukan sendiri. Ketika anak didik diberi ruang kesempatan untuk memilih, maka ia bisa memilih dengan merdeka dan bisa mengembangkan kemampuannya sendiri.

Pendidikan yang merdeka bisa menjadi menyenangkan murid. Sebaliknya, pendidikan yang lebih dengan cara pemaksaan apalagi terhadap suatu paham yang sempit, maka yang terjadi murid akan tertuju pada ruang sempit itu—alih-alih menikmati dan merayakan pelajaran—bahkan bisa jadi ia akan membangun garis damarkasi dan saling menyingkirkan satu sama lain karena beda paham.

Baca Juga  Merayakan Natal Bersama Gus Dur, Gus Nadir, dan Quraish Shihab

Karena itu, pendidikan dan kurikulum harus ditujukan dan dijalankan secara kontekstual serta fungsional. Tanggung jawab operasinalisasi pendidikan mesti didasarkan kepada diri murid, situasi, kondisi, kebutuhan, dan harapan masa depan murid dan bangsa. Bukan pada materi yang tanpa kejelasan, apa manfaat dan relevensinya pada hidupnya di masa kini dan masa mendatang.

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *