Jalanhijrah.com-Timbul suatu pemahaman di masyarakat yang menyatakan bahwa salah satu syarat ijab qabul perkawinan adalah bersambungnya kalimat ijab dan kabul tanpa ada pemisah sama sekali, meski cuma sebentar. Lantas, Haruskah tak boleh jeda sama sekali dalam ijab qabul nikah?
Temasuk dari syarat shighat adalah bersambungnya ijab dari pihak wali dengan kabul dari pihak suami. Hal ini mengindikasikan apabila suami terdiam dalam waktu yang lama baru kemudian menqabul, maka akad nikahnya tidak sah karena adanya waktu pemisah yang lama antara ijab dan Kabul. Sebagaimana dalam keterangan kitab Al-Fiqhul Manhaji, juz 2, halaman 53 berikut,
ومن شروط الصيغة أيضا أن يتصل الإيجاب من الولي بالقبول من الزوج، فلو قال ولي الزوجة: زوّجتك ابنتي، فسكت الزوج مدة طويلة، ثم قال: قبلت زواجها، لم يصح العقد، لوجود الفاصل الطويل بين الإيجاب والقبول، مما يجعل أمر رجوع الوليّ في هذه المدة عن الزواج أمراً محتملاً
Artinya: “Juga temasuk syarat shighat adalah bersambungnya ijab dari wali dengan kabul dari suami. Maka apabila wali dari istri mengatakan “aku nikahkah engkau dengan anak perempuanku”, lalu sang suami terdiam dalam waktu yang lama baru kemudian menjawab “saya terima nikahnya”, maka akad nikahnya tidak sah karena adanya waktu pemisah yang lama antara ijab dan kabul di mana pada rentang waktu ini memungkinkan sang wali menarik kembali akad nikahnya.”
Namun demikian, meskipun ulama mensyaratkan bersambungnya ijab dan qabul ulama masih mentolerir diam yang sebentar, seperti diam untuk bernafas dan bersin, sehingga tidak mempengaruhi terhadap keabsahan akad nikah. Sebagaimana dalam lanjutan keterangan kitab Al-Fiqhul Manhaji, juz 2, halaman 53 berikut,
أما السكوت اليسير: كتنفس، وعطاس، فإنه لا يضرّ في صحة العقد
Artinya : “Adapun diam yang sebentar seperti bernapas dan bersin tidak mengapa dalam keabsahan akad nikah.”
Selaras dengan keterangan diatas, Imam Nawawi menuturkan dalam kitabnya bahwa apabila di antara ijab dan qabul diselai waktu yang singkat yang setara waktunya menelan ludah dan berhenti bernapas maka akad nikah tetap dihukumi sah, karena tidak mungkin untuk menghindar dari hal itu. Sebagaimana dalam keterangan kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab juz 16 halaman 474 berikut,
اذا تخلل بين الايجاب والقبول زمان طويل لم يصح. وان تخلل بينهما زمان يسير يجري مجري بلع الريق وقطع النفس صح لأن ذلك لا يمكن الاحتراز منه
Artinya: “Apabila antara ijab dan kabul diselai waktu yang lama maka tidak sah akad nikahnya. Dan apabila di antara keduanya diselai waktu yang singkat yang setara waktunya menelan ludah dan berhenti bernapas maka sah akadnya, karena tidak mungkin untuk menghindar dari hal itu.”
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa temasuk dari syarat shighat adalah bersambungnya ijab dari pihak wali dengan kabul dari pihak suami. Tetapi, apabila di antara ijab dan qabul diselai waktu yang singkat yang setara waktunya menelan ludah dan berhenti bernapas maka akad nikah tetap dihukumi sah, karena tidak mungkin untuk menghindar dari hal itu.