Jalanhijrah.com-JW Marriot menjadi monumen bagaimana teroris melakukan aksi bejat di Indonesia. Pengeboman yang terjadi pada 2003 (Selasa, 5 Agustus 2003), dan 2019 (17 Juli 2009) di Mega Kuningan, Jakarta itu, jadi saksi bisu bagaimana Indonesia telah pernah mengalami hal yang memiriskan. Juga mematikan.
Asmar Latin Sani sebagai amaliyah bom bunuh diri jadi tonggak bahwa indoktrinasi kejahatan terorisme sangatlah dalam di Indonesia. Hanya dengan satu mobil dan bom kecil, ia bisa meledakkan diri dan menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang.
JW Marriot Monumen Terorisme di Indonesia
JW Marriot, tidak mungkin bisa dilupakan oleh/di orang Indonesia. Bahkan hingga saat ini, adanya bom bunuh diri itu, dengan tujuan-tujuan tertentu, Indonesia seperti terkesan sudah tidak lagi menjadi kota aman-ramah menurut kacamata dunia internasional.
Maka itu, tragedi bom JW Marriott perlu diingat. JW Marriott menjadi tanda bahaya bahwa ancaman terorisme masih melekat di sekitar kita. Selain itu, dengan menginta JW Marriot, hal tersebut menjadi motivasi bagi seluruh masyarakat Indonesia agar berhati-hati dan berusaha agar tidak ada lagi aksi teror di Tanah Air serta teror serupa di dunia.
Segala usaha-usaha kecil, seperti mendirikan halaqah untuk misi indoktrinasi ajaran keagamaan yang keras (radikal), bagi orang-orang awam dengan sesegera mungkin untuk dihentikan.
Juga menyediakan literatur, seperti bacaan-bacaan buku dan kitab dengan harapan menjadi jihadis yang tangguh, yang bisa anak generasi menjadi milisi pembunuh paling mematikan untuk tujuan-tujuan mendirikan negara Islam, perlu ditakar dan diarahkan kepada jalan yang terang.
Misi-misi pemboman dengan tujuan mengubah haluan negara (dari Pancasila menuju Bersyariah) itu masih banyak dan kental di akar rumput masyarakat Indonesia. Bahkan orang yang bersedia menjadi amaliah untuk tumbal bunuh diri pun masih ngantri.
Belajar dari Tragedi JW Marriott
Ini berarti, kita perlu waspada. Tragedi JW Marriott cukuplah menjadi tragedi, bukan dianggap sebagai komedi yang terus kita akan lihat dan tonton. JW Marriott cukuplah menjadi tragedi yang menyayat hati bagi Indonesia, meski bagi teroris itu adalah komedi yang akan terus mereka produksi,
Oleh sebab itu, dengan tragedi JW Marriott, kita harus bisa menjadi benteng pertahanan pertama. Dan kita semua harus bergandengan tangan untuk meberantas segala bentuk yang mengarah pada terorisme bahkan terorisme itu sendiri.
Untuk itu, saya setuju dengan Boy pada peringatan JW Marriott (Sabtu 6 Agustus 2022). Bahwa peristiwa JW Marriott tidak boleh terjadi lagi dan warga Indonesia harus bergandeng tangan dalam melawan segala bentuk kekerasan. Warga Indonesia semua harus mengumandangkan bahwa peristiwa JW Marriott tidak layak terjadi di NKRI. Pemboman dengan basis agama dan lainnya tidak boleh terjadi di Indonesia dan seluruh dunia.
Pemboman di Kongo dan Gaza
Sementara itu, pengeboman dan tindak kekerasan terjadi di negara lain seperti di Gaza dan Kongo. Seperti JW Marriott, kelompok teroris yang berafiliasi dengan Negara Islam atau IS membunuh 20 warga sipil dalam serangan di dua desa di Kongo timur. Tragedi ini didalangi oleh Pasukan Demokrat Sekutu (ADF) untuk membunuh penduduk dan membakar rumah-rumah di desa Kandoyi dan Bandiboli di provinsi Ituri, Kongo, (pada Jumat malam dan Sabtu pagi, Tempo, 7/8/22). Atas kejadian ini, sekitar 20 orang tewas.
Menurut beberapa media, kelompok ADF teroris ini, yang berinisiatif untuk mendirikan agama Islam, sengaja mengebom untuk memberikan peringatan kepada dunia, bahwa mereka serius untuk mendirikan agama Islam. Dalam misi ini, ADF adalah kelompok paling kejam bahkan pada 2021 pernah membunuh 1.050 orang. Dan pada 2022 membunuh 599 orang. Ini artinya, kelompok teroris berbasis agama, yang ingin mendirikan negara Islam, sangatlah gila dan tidak bisa dipandang sebagai hal receh oleh dunia.
Dengan adanya kasus pemboman di Kongo menjadi bukti nyata bahwa terorisme di dunia sedang marak. Oleh sebab itu, kita di Indonesia sudah suharusnya lebih tinggi lagi kewaspadaannya terhadap tindak laku terorisme.
Meminta Kesigapan Negara
BNPT dan Densus 88, sebagai otoritas yang bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan tindak pidana terorisme, kita minta keseriusan dalam menangani fenomena ini. Kita minta mereka, tidak hanya melakukan wacana, tapi mereka memastikan bahwa Indonesia berada pada posisi dan kondisi kesiapsiagaan nasional dan internasional.
Program kontra radikalisasi dan deradikalisasi harus dipastikan ampuh dalam pencegahan terorisme. Pemerintah tidak hanya membuat semacam acara seremonial, seperti acara peringatan dan bentuk seminar. Tapi pemerintah sebaiknya, secara serius menanggulangi terorisme dari hulu ke hilir dengan melibatkan unsur masyarakat di akar rumput. Karena dengan strategi whole government, kita bisa mencegah terorisme yang pasif untuk saat ini. Dan tragedi JW Marriot, dan Kongo, tidak terjadi di Indonesia kembali.
Penulis: Agus Wedi