Jalanhijrah.com– Pada bulan Maret lalu, Densus 88 Antiteror menangkap lima pelaku berinisial MR, HP, MI, RBS, dan DK yang tergabung dalam Annajiyah Media Center. Kelima Tim Medsos ini diduga terafiliasi kelompok radikal Daulah Islamiyah ISIS di Suriah. Salah satu dari 5 tersangka ini bergender perempuan. Mereka ditangkap di lokasi berbeda yaitu Kabupaten Kendal, Jakarta Barat, Lampung, dan Tangerang Selatan dalam kurun waktu 9 hingga 15 Maret.
Dalam aksinya, para pendukung dan simpatisan ini menerima bahan materi propaganda dari kelompok radikal kanan ISIS kemudian diedit dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Poster digital propaganda juga disebarkan guna menghasut pihak lain untuk tujuan menggerakan semangat ‘jihad’ untuk tujuan ‘amaliyah’ melalui social web dari Facebook, Instagramhingga Telegram.
Telegram menjadi salah satu ruang para pelaku ini untuk menyebarkan propaganda ISIS. Terang saja mereka menggunakan Platform Telegram, karena akhir-akhir ini, Telegram telah menjadi platform pilihan bagi banyak kelompok ekstremis (EUROPOL European Cybercrime Centre, 2019).
Tujuan lain dari penyebaran poster narasi hingga video tersebut adalah untuk menjaring kader-kader baru yang tertarik ingin bergabung dengan kelompok radikal Daulah Islamiyah ISIS di Suriah. Disamping itu, pelaku ini termonitor rajin menjalin komunikasi intens dengan ISIS di Suriah secara online. Vis a visdengan perekrutan hingga sharing information online yang intens ini, diprediksi akan memicu timbulnya teror dikemudian hari yang mampu memunculkan ketakutan massal dikalangan masyarakat.
Kelompok teroris kini telah mengeksploitasi teknologi dan kelemahan baru dalam sistem penyedia layanan online (OSP-online service providers) dan bukti ini jelas menujukkan adanya transformasi eksistensi kehadiran virtualpendukung dan simpatisan ISIS via social web yang telah berkontribusi menjadi bagian dari ancaman serius pada sektor keamanan nasional dan keselamatan bangsa Indonesia di tengah ancaman pandemi COVID 19 yang belum usai.
Kejahatan propaganda siber ini juga merupakan bagian dari evolusi rekrutmen online dan ekosistem online-borderless penyebaran paham radikal terorisme yang kian menjadi solusi alternatif kelompok radikal terorisme di Indonesia.
Aktivitas penyebaran paham radikal terorisme yang tanpa batas via social webbaik Facebook, Whatsapp, hingga Telegram kian massive dan nyaris tidak termonitor one by one oleh aparat keamanan dan penegak hukum ini, adalah bukti kehadiran lone-actor terrorism act serta kemunculan aktivitas aktor hate crimes terhadap pemerintah yang masuk dalam lingkup ancaman keamanan nasional dengan motif teror kejahatan siber yang menyerang pemerintah.
Pemerintah perlu mendapatkan apresiasi dalam upaya penegakan hukum atas tindakan kejahatan di dunia siber ini. Beberapa upaya telah dilakukan dengan multiple ways. Pada level kebijakan, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang terkait dengan UU ITE tahun 2016, Serta mengeluarkan peraturan teknis, yaitu Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 71 Tahun 2019 yang di dalamnya menekankan perlunya pemerintah untuk mencegah terjadinya kerugian terhadap kepentingan masyarakat melalui penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik dan adanya kebutuhan untuk mengembangkan strategi keamanan siber nasional.
Lebih lanjut, Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan RI juga telah menerbitkan Peraturan Kementerian Pertahanan Nomor 82 Tahun 2014 terkiat pedoman pertahanan siber yang didalamnya menjabarkan definisi keamanan siber yang salah satunya bersumber dari kelompok atau organisasi ekstremis.
Kegiatan propaganda secara online dilakukan oleh organisasi ekstemis atau seperti kelompok radikal terorisme untuk menyebarkan data/informasi tertentu dalam konteks information warfare merupakan ancaman data/informasi (data/information threat).
Pada level teknis, perlu adanya kontribusi dari berbagai stakeholders untuk mencegah masuknya paham radikal terorisme yang bersifat “one way sharing information via online” serta upaya transformasi kehadiran desentralisasi virtual ISIS dan penyebarannya pada ruang-ruang siber (Facebook, Twitter, YouTube, Instagram, Telegram, WhatsApp, dll).
Salah satu upaya yang ultima yaitu melalui Social media platforms’ initiativesdengan melakukan content removal, account suspension, social web monitoring, crackdowns serta upaya deplatforming yang dapat dilakukan oleh berbagai stakeholders terkait.
Selain mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah, kita perlu mendorong kehadiran stakeholders tersebut terkait guna memutus mata rantai penyebaran paham radikal terorisme di Indonesia.
Seperti halnya peran serta social media companies dalam upaya suspend account hingga content removal, serta narasi pencegahan yang disebarkan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, kampus-kampus, hingga komunitas. Keseluruhannya perlu menganggap ini adalah urgensi bersama dalam memerangi kejahatan propaganda online ini sebagai ancaman serius yang mampu menyebarluas tanpa melihat subjek dan ruang tertentu.
Karena aktivitas pendukung dan simpatisan ISIS melalukan propaganda narasi pro-ISIS di via social web tidak hanya terpaku pada Platform Telegram, Twitterhingga meluas ke digital ecosystem, maka, jika kita mendapati postingan maupun broadcasting yang memiliki tendensi kearah propaganda pro Daulah Islamiyah, aktivitas Jihad serta penyebaran konten hate speech kepada Pemerintah, perlu segera melakukan pelaporan secara individu maupun kolektif melalui portal laporan Kominfo atau melalui berbagai platform social media yang dimiliki oleh Kominfo seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga hotline service Kominfo dinomor 021-38997800.
Di sisi lain, Kita juga dapat melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian Republik Indonesia yang khusus menangani kejahatan dunia siber melalui http://www.polisionline.net/p/form-pengaduan.html atau melalui alamat email [email protected]. 110 juga alternatif hotline milik Polri yang dapat dimanfaatkan untuk jalur aduan masyarakat umum terkait kejahatan cyber.
Untuk itu, Mari bersama-sama memutus mata rantai penyebaran paham radikal terorisme online dari diri sendiri! Temukan dan laporkan!
Penulis: Siska A., M.Han