Serial Pengakuan Mantan ISIS (XLXXVI): Mantan Pengikut ISIS Mencari Jalan Pulang

Jalanhijrah.com- Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan organisasi teroris kelas internasional yang berbahaya. Sudah banyak korban yang terpapar doktrin ISIS. Salah satunya, Febri Ramdhani. Febri dan 17 anggota keluarganya, termasuk sang ibu, berjejal dalam tiga mobil itu. Mereka waswas senapan tentara Pasukan Demokratik Suriah (SDF)-Kurdi bakal menyalak.

Perjalanan itu adalah kali ketiganya keluarga asal Indonesia melintas di jalan yang sama. Pada dua perjalanan sebelumnya, senapan tentara SDF menyalak dan memaksa mobil yang mereka tumpangi berputar arah, mengungsi sementara ke sebuah wilayah antah berantah bernama Hamrat.

Melintasi penjagaan SDF di depan Kota Tell Abyad adalah satu langkah untuk bebas dari ISIS. Semua penumpang mobil itu bisa bernapas lega ketika tentara SDF menggeledah mereka satu per satu.

Febri dan keluarganya adalah mantan pengikut ISIS yang menyesal menjalani kehidupan dalam kuasa kekhalifahan ala kelompok itu. Keberangkatan mereka ke Suriah berawal dari keinginan beberapa kerabat setelah membaca soal ISIS di internet.

Salah seorang kerabat Febri tersebut adalah Dhania, yang masih menginjak usia remaja. Ia mengaku pembicaraan dengan tante dan referensi dari internet membulatkan tekadnya untuk hijrah ke Suriah. Dhania sendiri sedikit memaksa ayah, ibu, dan dua saudara kandungnya.

Kala itu sekitar tahun 2015, ketika Dhania aktif berbincang dengan simpatisan ISIS melalui media sosial. Tekadnya yang bulat membuat ia berontak terhadap orang tuanya, bahkan Dhania yang masih duduk di kelas 2 SMA sempat kabur dari rumah. Laku ini yang membuat keluarga itu menuruti keinginannya untuk hijrah ke Suriah.

Baca Juga  Strategi Media Aktivis Khilafah: Menyebarkan Propaganda, Membuat Kegaduhan

Rombongan mereka diisi oleh 20-an orang yang saling berkerabat. Mereka melalui jalur penerbangan ke Turki lantas dilanjutkan menembus perbatasan Suriah dibantu oleh penghubung ISIS. Rombongan ini berhasil memasuki Kota Raqqa di Suriah namun satu rombongan keluarga, sekitar 7 orang, tertahan oleh penjagaan pasukan Turki dan dideportasi.

Awalnya Dhania terkesan menjalani awal kehidupan di Raqqa. Keluarganya tinggal di sebuah asrama. Selama beradaptasi mereka masih betah-betah saja namun di hari-hari berikutnya Dhania semakin tersadar, realitas kehidupan kekhalifahan ISIS tak seindah bayangannya.

Parahnya pencurian dan fitnah pun jamak merajalela, serta janji akan hidup gratis hanya isapan jempol belaka. Bahkan Dhania dan keluarganya yang belum menikah didatangi pasukan ISIS berkali-kali untuk diajak menikah. Mereka selalu menolak ajakan ini dan harus menerima omongan tak enak dari tetangganya.

Empat bulan di asrama mereka kemudian dipindahkan ke perumahan milik ISIS di Raqqa. Mereka tinggal di sebuah rumah yang cukup besar dan menempati kamar di lantai 2 berkapasitas 10 orang. Tak ada aktivitas wajib yang harus diikuti Dhania dari ISIS. Praktis kesehariannya lebih banyak di rumah, kalaupun keluar hanya ke pasar dan warnet.

Suatu hari ia bertemu Febri ketika hendak ke pasar. Awalnya Dhania tak menyadari Febri sebagai kerabat, sapa selaku sesama orang asal Indonesia berlanjut menjadi perbincangan. Lalu terkuaklah bahwa Febri adalah anak dari salah satu tantenya.

Baca Juga  Urgensi Kerjasama NU dan Muhammadiyah Ciptakan Moderasi Islam Global

Febri memang tak punya tekad untuk hidup di bawah ISIS. Ia memilih tinggal di Indonesia ketika keluarganya berangkat ke Suriah. Namun tinggal tanpa keluarga dirasanya berat hingga ia memutuskan untuk menyusul mereka.

Tetapi perjalanannya mencari keluarga tak semudah yang ia bayangkan. Kemampuan bahasa Arab ala kadarnya membuatnya kesulitan mencari petunjuk keberadaan orang tuanya. Sampai-sampai ia nyaris putus asa, untungnya hari itu ia bertemu Dhania dan mendapati tempat tinggal keluarganya.

Bahkan ia sempat terjebak di Jabhat Al Nusra, faksi yang menentang ISIS, sebelum akhirnya bisa sampai ke Raqqa. Kota tersebut tak sesuai bayangannya. Jalanan rusak dan rumah-rumah tak terawat adalah pemandangan yang dia jumpai.

Perjumpaan keluarga ini menguak masalah keluarganya. Orang tuanya terlilit utang karena usahanya bangkrut. Mereka berharap hijrah ke naungan ISIS dapat membuka pintu rezeki untuk menutup utang tersebut. Namun, hal itu tak pernah terjadi.

Kendati tak dilukai secara fisik, tapi dia kemudian diumpat dengan julukan munafik. Bahkan, keluarga Febri yang sebelumnya sudah dipaksa berkali-kali sempat dipenjara karena menolak ikut latihan militer.

Kondisi genting bercampur kekecewaan terhadap daulat ISIS kian membulatkan tekad untuk pulang kembali ke Indonesia. Mereka menjalaninya walaupun nyaris mustahil. Dhania dan beberapa kerabatnya mencari jalur pulang melalui jejaring anti-ISIS hingga perwakilan pemerintah Indonesia. Jalan itu buntu.[] Shallallah ala Muhammad.

*Keseluruhan tulisan ini diambil dari cerita Febri Ramdhani yang dimuat di Kumparan.com

Penulis

Baca Juga  Apa Sulitnya Membabat Terorisme di Tubuh BUMN?

Khalilullah

Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *