Jalanhijrah.com – Dalam menjalani kehidupan sehari-hari sudah barang tentu manusia diberikan keleluasaan agar dapat menerapkan moral dan etika yang sewajarnya ketika bersosial dengan makhluk hidup lainnya. Namun, tanpa kita sadari terkadang ada faktor yang menyebabkan nilai moralitas dalam diri kita menjadi runtuh dan mengakibatkan timbulnya berbagai tindakan yang menyeleweng serta merugikan orang lain.
Runtuhnya moralitas yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena faktor lingkungan yang kurang baik, penggunaan dan kemajuan teknologi yang kurang terkendali sehingga dapat dengan mudah mengakses berbagai situs pornografi, tidak berfikir jauh untuk masa depan, memudarnya kualitas iman dalam diri.
Secara sederhana, pengertian pelecehan seksual merupakan segala bentuk tindakan yang dilakukan seseorang dengan jenis kelamin yang berbeda atau bahkan sesama jenis kelamin. Adapun tindakan bentuk pelecehan seksual mencangkup tingkatan rendah dalam bentuk kata-kata, sentuhan fisik, pandangan mata, maupun sampai pada tingkatan terberat yaitu pemerkosaan. Tindakan pelecahan seksual biasa terjadi karena adanya keinginan dari pelaku dan adanya kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual serta adanya stimulus yang menyebabkan terdorongnya perilaku menyimpang pelecehan seksual.
Tindakan pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, tanpa kita tau baik di tempat umum, seperti di kendaraan umum, bis umum, pasar, sekolah, kantor dan tempat manapun berpotensi terhadap tindak pelecahan seksual. Pelecehan seksual juga dimuat di UU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a adalah kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehinggan mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.
Tindakan pelecehan seksual diibaratkan seperti hembusan angin, karena keberadaannya nyata dan memang benar-benar ada. Tidak dipungkiri bahwa dari data-data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan sejak 1998 sampai 2010 yang merujuk kepada dokumen terhadap kekerasan seksual perempuan, perlu dipahami dan dicatat bersama sekurang-kurangnya sekitar 10% dari 91.311 kasus kekerasan seksual itu didokumentasikan secara terpilah. Dan sebanyak 82.985 kasus adalah gabungan dari kasus pemerkosaan, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual.
Lantas bagaimana islam memandang tindakan pelecehan seksual dengan jumlah kasus sangat tinggi dalam beberapa waktu belakangan ini?
Senada dengan beberapa tindakan diatas mengenai pelecehan seksual. Didalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual sangatlah dilarang. Sesuai dengan surat Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan fahisyah (keji) dan jalan terburuk”. (QS. Al-Isra: 32)
Dalam keterangan Tafsir Qur’an Kemenag RI menjelaskan ayat ini, Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina. Maksudnya ialah melakukan perbuatan yang membawa pada perzinaan, seperti pergaulan bebas tanpa kontrol antara laki-laki dan perempuan, membaca bacaan yang merangsang, menonton tayangan sinetron dan film yang mengumbar sensualitas perempuan, dan merebaknya pornografi dan pornoaksi. Semua itu benar-benar merupakan situasi yang kondusif bagi terjadinya perzinaan.
Larangan melakukan zina diungkapkan dengan larangan mendekati zina untuk memberikan kesan yang tegas, bahwa jika mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang, apa lagi melakukannya. Dengan pengungkapan seperti ini, seseorang akan dapat memahami bahwa larangan melakukan zina adalah larangan yang keras, sehingga benar-benar harus dijauhi. Yang dimaksud dengan perbuatan zina ialah hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan, baik pria ataupun wanita itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah ataupun belum, dan bukan karena sebab kekeliruan. Selanjutnya Allah memberikan alasan mengapa zina dilarang.
Alasan yang disebut di akhir ayat ini ialah karena zina benar-benar perbuatan yang keji yang mengakibatkan banyak kerusakan, di antaranya:
Pertama, merusak garis keturunan, yang mengakibatkan seseorang akan menjadi ragu terhadap nasab anaknya, apakah anak yang lahir itu keturunannya atau hasil perzinaan. Dugaan suami bahwa istrinya berzina dengan laki-laki lain mengakibatkan timbulnya berbagai kesulitan, seperti perceraian dan kesulitan dalam pendidikan dan kedudukan hukum si anak. Keadaan seperti itu menyebabkan terganggunya pertumbuhan jiwa anak dan menghancurkan tatanan kemasyarakatan.
Kedua, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa banyaknya pembunuhan yang terjadi dalam masyarakat yang disebabkan karena anggota masyarakat itu melakukan zina.
Ketiga, merusak ketenangan hidup berumah tangga. Nama baik seorang perempuan atau laki-laki yang telah berbuat zina akan ternoda di tengah-tengah masyarakat. Ketenangan hidup berumah tangga tidak akan pernah terjelma, dan hubungan kasih sayang antara suami istri menjadi rusak.
Keempat, menghancurkan rumah tangga. Istri bukanlah semata-mata sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi sebagai teman hidup dalam berumah tangga dan membina kesejahteraan rumah tangga. Oleh sebab itu, apabila suami sebagai penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, maka si istri adalah sebagai penanggung jawab dalam memeliharanya, baik harta maupun anak-anak dan ketertiban rumah tangga itu. Jadi jika si istri atau suami ternoda karena zina, kehancuran rumah tangga itu sukar untuk dielakkan lagi.
Kelima, merebaknya kasus perzinaan di masyarakat menyebabkan berkembangnya berbagai penyakit kelamin seperti sifilis (raja singa). Di samping itu, juga meningkatkan penyebaran penyakit AIDS atau penyakit yang menghancurkan sistem kekebalan tubuh (immunity) penderitanya, sehingga dia akan mati perlahan-lahan. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang sangat keji, yang menyebabkan hancurnya garis keturunan, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga, menghancurkan rumah tangga itu sendiri, dan merendahkan martabat manusia. Jika perbuatan itu dibiarkan merajalela di tengah-tengah masyarakat berarti manusia sama derajatnya dengan binatang. Ayat ini mengandung larangan berbuat zina dan isyarat akan perilaku orang-orang Arab Jahiliyah yang berlaku boros. Perzinaan adalah penyebab keborosan.
Adapun solusi yang bisa terapkan bagi generasi muda agar tidak tersandung dengan tindakan pelecehan seksual dan mengatasi krisis moral adalah sebagai berikut;
Pertama, Menanamkan karakter yang baik, hal ini dikarenakan generasi muda sebagai penerus bangsa mempunyai potensi dan perlu di pupuk menjadi generasi yang lebih berkarakter.
Kedua, mampu menciptakan ruang pertemanan yang sehat sehingga tidak sampai terpapar oleh tindak pelecahan seksual.
Ketiga, perkuat iman dalam diri kita, hal ini sangat diperlukan guna untuk mencegah perbuatan tindak pelecehan di kalangan generasi muda sekarang.
Keempat, membekali diri dengan pendidikan seksual, hal ini sangat bermanfaat untuk menghadapi pelaku pelecehan seksual.
Terakhir, dengan beberapa penjelasan di atas, pelaku kekerasan seksual yang marak terjadi semoga mendapatkan penindakan yang tegas serta peraturan yang terkait segera disahkan supaya meminimalisir terjadinya kekerasan. Wallahu a’lam
*Penulis: A’isy Hanif Firdaus, S.Ag.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat IKAF, Sekretaris IPNU Dk. Kedawon-Kec.Larangan, Lembaga Pers dan Penerbitan PAC.IPNU Kecamatan Larangan, Kab. Brebes