Nur Rofiah Pemikir Feminis Muslim

Jalanhijrah.com-Nur Rofiah merupakan putri dari pasangan Qusyaeri dan Seha yang lahir di Randudongkal, Pemalang, Jawa Tengah pada 6 September 1971. Ia adalah sosok tokoh muda Nahdliyin. Seorang pemikir feminis Muslim di Indonesia yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan melalui kajian berbasis tafsir dan hadis.

Latar Belakang Pendidikan

Nur memulai pendidikan di SDN Rundudongkal, kemudian melanjutkan MTs dan MA di yayasan Khoiriyah Hasyim di Jombang. ia melanjukan pendidikan tinggi di IAIN Sunan Kalijaga (sekarang menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga) dengan mengambil jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin (1990-1995). Setelah lulus, beliau mendapat tawaran beasiswa kuliah di Turki dari ibu Nyai Ida Rufaida Ali Ma’shum. Dan melanjutkan kuliah pascasarjana dan program doktoral di Ankara University dengan mengambil jurusan Tafsir selama lima tahun (1997-2001).

Alasan Mendalami Kajian Gender Islam

Berawal dari ketidaknyamanan ketika membaca literatur tentang perempuan, Nur memutuskan untuk mendalami kajian gender islam. Buku bacaan yang sangat memberikan pengaruh adalah novel karya penulis dan aktivis Mesir, Nawal El Sadawi yang berjudul “Perempuan di Titik Nol”. Buku yang meceritakan tentang perempuan yang mengalami banyak masalah di dalam budaya patriarki yang menjadikannya makhluk kelas dua (inferior).

Ketika belajar tentang gender, Nur memilih untuk menyelaraskan diri dengan pandangan beberapa tokoh dalam isu-isu islam dan perempuan seperti KH. Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, Ahmad Wahid dan lain sebagainya. Ia memiliki kesempatan yang sangat besar untuk mempelajari kajian gender islam ketika menempuh pendidikan Strata-1. Dengan mempelajari tafsir dan hadis dan mendiskusikannya bersama para dosen atau sesama mahasiswa.

Baca Juga  Kritik Terhadap “Syndrom Chicago” Oleh Kelompok Khilafah: Membunuh Perempuan, Mematikan Karakter

Perspektif Keadilan Hakiki dalam Ngaji KGI

Semangat Nur Rofiah dalam menyuarakan isu-isu perempuan terlihat dari berbagai tulisannya .Seperti bukunya yang berjudul Nalar Kritis Muslimah. Selain itu, ia juga mempelopori sebuah kajian, Ngaji KGI (Kajian Gender Islam) di berbagai kampus dan daerah. Dampak dari adanya pandemi, forum tersebut dilaksanakan secara daring dan diikuti ribuan peserta yang tersebar ke berbagai negara bahkan sampai Mesir.

1. Perempuan dan Pengalaman Sosial

Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan sosial perempuan berada pada kondisi kurang baik, perempuan seringkali dilabeli sebagai pelengkap laki-laki atau sering juga menjadi korban dari bengisnya pemikiran konservatif yang masih mengakar di masyarakat. Kasus-kasus ketidak adlian gender antara lain beban ganda (double burden), peminggiran (marginalisasi), kekerasan (violence), dipandang rendah atau buruk (stigmatisasi) dan dianggap rendah dibanding laki-laki (subordinasi).

2. Perempuan dan Pengalaman Biologis

Menurut dosen Pascasarjana perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, Nur Rofiah bahwa ketidakadilan yang banyak dialami oleh perempuan adalah terkait pengalaman biologis mereka yakni menstruasi, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui. Pengalaman biologis tersebut sudah disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pengalaman yang sakit (adza), menjadikan payah (kurhan), bahkan amatlah berat dan menyakitkan (wahnan ‘ala wahnin) yang terjadi dari hitungan jam bahkan sampai tahunan, apalagi jika ditambah dengan beban-beban yang lainnya.

Didalam QS. Luqman ayat 14 dijelaskan bahwa seorang ibu mengalami kesakitan yang luar biasa ketika melahirkan. Untuk itu hendaklah dikurangi bebannya dengan berbuat baik dan mengasihi ibu dengan sebaik-baiknya. Allah juga memerintahkan manusia untuk menhormati ayahnya dan bersyukur kepada-Nya.

Baca Juga  Menelaah Keadilan Gender Terhadap Perempuan

3. Peran Laki-laki dan Perempuan

Nur Rofiah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam islam yakni menjadi Khalifah fil Ardl. Keduanya menjadi subjek penuh dalam kehidupan ini, sehingga mampu menyebarkan kemaslahatan seluas-luasnya dan juga bisa menikmatinya. Keduanya bertanggung jawab di ruang domestik dan publik, seperti kalimat yang seringkali beliau sampaikan dalam Ngaji KGI yakni “aku manfaat, maka aku ada”

4. Keadilan Gender dan Tantangannya

Menurut Kiai Husein Muhammad, nilai yang dijunjung Islam ialah keadilan dan kesetaraan. Tauhid menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan dinilai sama di hadapan Tuhan. Bagi beliau, tauhid harus dijadikan landasan dalam merumuskan keadilan dan kesetaraan gender.

Terdapat tiga jenis sistem sosial yang disampaikan Nur Rofiah dalam kesempatan Ngaji KGI yakni meletakkan laki-laki sebagai subjek tunggal dan perempuan sebagai objek (patriarki garis keras), meletakkan laki-laki sebagai subjek primer dan perempuan sebagai subjek sekunder (patriarki garis lunak) dan meletakkan laki-laki setara dengan perempuan (adil gender).

Tantangan yang dialami dalam mewujudkan keadilan gender adalah adanya konstruk sosial. Yang mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah padahal perempuan juga memiliki potensi yang bisa dikembangkan. Tetap berpegang teguh pada prinsip islam yaitu kekuatan atau daya bukan untuk melemahkan, seharusnya tidak untuk mendzolimi dan justru memperkuat mereka yang lemah (mustadh’afin).

Baca Juga  Sultan Razia: Perempuan Pertama Pemimpin Kerajaan Islam

Semoga kita bisa meneladani kegigihannya dalam menuntut ilmu dan menebarkan manfaat seluas-luasnya.

Sofi Lutfiana

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *