Menolak Khilafah: Apakah Pembenci Syariat?

Jalanhijrah.com- Salah satu akun instagram yang ikut serta menyerang berkomentar dengan narasi promosi khilafah adalah @bravevoyagers . Seperti halnya akun instagram @muslimahmediacenter, @muslimahnews, ia tidak ragu untuk mempromosikan khilafah sebagai ideologi yang harus bangkit di Indonesia. masalah toleransi, misalnya, @bravevoyagers membuat postingan semacam ini:

Umat ​​Islam nggak usah diajarin toleransi. 150.000 orang Yahudi yang terusir dari Andalusia pernah diselamatkan oleh Muhammad Al-Fatih. Beliau memberikan tempat reservasi di Bukit Gelata untuk mereka. cek buku The Just Enjoy Their Golden Age Under Islam in Andalusia karya Karen Amstrong. Jadi tidak ada masalah sama sekali terkait perbedaan agama yang ada, apalagi Islam saat itu menguasai Andalusia, Portugal, Spanyol sekitar 7 abad. Maka takut khilafah itu overthinking aja sih, Atau punya ‘kepentingan’ & memfitnah.

Kisah rumit Muhammad al-Fatih sebagai seorang panglima, khalifah yang sukses memimpin kerajaannya dengan sistem khilafah, selalu menjadi pedoman bagi aktivis khilafah untuk memberikan pandangan masyarakat bahwa, penerapan sistem khilafah adalah solusi dari setiap persoalan yang ada. Sayangnya, cerita di atas justru pembelajaran penting bahwa, dalam sistem khilafah-pun, toleransi benar-benar mengajarkan untuk menghargai dan memanusiakan umat yang berbeda agama. Maka tidak salah bila kita selalu mengkampanyekan toleransi, hubungan harmonis dengan umat berbeda agama. Sebab hal itu adalah pedoman hidup, rumus yang perlu kita ketahui untuk menjadi ‘Indonesia’.

Baca Juga  Penipuan HTI (1); Pencatutan Ulama Sebagai Aktivis Khilafah

Kepentingan tetaplah yang utama. Kisah sejarah selalu berada pada siapa yang menyampaikannya. Jika sejarah kejayaan Islam disampaikan oleh para aktivis khilafah , maka yang terjadi adalah narasi untuk membangkitkan khilafah. Pertentangan dan pertarungan wacana dalam setiap narasi selalu terjadi. Jika kita bijak membaca dari ribuan tulisan yang tersebar di media sosial, dengan nalar kritis, maka kita akan mampu memahami, dari siapa sebuah narasi itu tercipta.

Soal umat Islam masa kini, terutama semenjak masuknya ideologi-ideologi besar dunia, setidaknya ada dua sikap umat Islam, yakni: Pertama, pihak yang ingin mempertahankan Islam sebagai agama, sebagai petunjuk moral, etik dan spiritual bagi umatnya. Kedua,pihak yang ingin menjadikan Islam bukan sekedar agama tetapi juga sebagai ideologi. Artinya, dengan dijadikannya Islam sebagai ideologi, maka ia tidak hanya bersaing tetapi juga berbenturan dengan ideologi besar dunia, termasuk Pancasila yang merupakan gabungan ideologi dari ideologi besar di dunia, yang kemudian menjadi dasar dan ideologi Negara Indonesia. Gerakan-gerakan Islamisme yang menjadikan ideologi Islam, baik pada tingkat nasional ataupun global, selalu bermuara pada aspirasi dan tuntutan untuk mengimplementasikan syariat (hukum Islam) secara total (kaffah).

Jika mengacu pada masalah tersebut, maka tidak salah ketika melihat berbagai pertarungan narasi, pertentangan ideologi bahkan perbedaan pendapat yang diperjuangkan oleh beberapa kelompok umat Islam. Sebab mereka memiliki pijakan yang berbeda terkait dengan pemahaman Islam, yakni dijadikan sebagai ideologi. Kelompok ini akan menganggap bahwa, semua yang ada di dunia ini harus berdasarkan Islam atau sesuai syariat. Jika tidak, berarti hidup dalam ruang lingkup kekafiran.

Baca Juga  Ismail Yusanto Ingin Jadi Tiktokers Demi Mengedarkan Paham Khilafah?

Berkenaan dengan argumentasi di atas, @bravevoyagers juga membuat postingan tentang fenomena Iceberg pada sebagian pembenci syariat. Beberapa postingannya memuat bahwa orang yang bilang riba itu bermanfaat, khilafah tidak layak diterapkan, tidak perlu pakai jilbab yang penting hatinya baik, adalah orang-orang pembenci syariat. Lalu, orang yang seperti kita, termasuk kelompok yang memperjuangkan khilafah tidak bangkit di Indonesia demi mempertahankan NKRI, apakah kita semua pembenci syariat?

Benarkah Kita adalah Pembenci Syariat?

Secara umum, syariat dimaknai sebagai seluruh hukum yang menjadi ketetapan Allah dan diwajibkan kepada hamba-hambaNya. Hukum ini disampaikan melalui wahyu yang disampaikan kepada rasul. Syariat ini mencakup hampir semua aktivitas yang dilakukan manusia mulai dari akidah, akhlak, ibadah, pekerjaan, politik, hukun dan kekuasaan. Cakupan syariat ini sangat luas sekali jika dilihat dari berbagai aspek. Dalam konteks negara, setidaknya ada beberapa model penerapan syariat Islam, di antaranya:

Pertama , tekstualis eksklusif. Model ini berusaha untuk melaksanakan syariat Islam yang sudah tercantum dalam al-Qur’an dan hadis ataupun kitab-kitab yang diakui otoritasnya dalam menjelaskan hukum Islam. Asumsi dari penerapan model semacam ini bahwa syariat Islam telah sempurna mengatur segala aspek kehidupan. Dalam model ini, umat Islam tidak perlu mengambil sistem hukum di luar hukum Islam. Sebab syariat Islam merupakan hukum Tuhan yang sudah pakem dan harus diterapkan.

Baca Juga  Post-Truth; Matinya Otoritas Keilmuan dan Kesalehan Masyarakat Virtual

Kedua , substansialis inklusif. Model ini berusaha melihat substansi dari segala jenis teks yang tertulis, mencoba menelaah makna di balik dari teks yang sudah ada model kedua ini lebih fleksibel dengan asumsi bahwa dalam setiap hal yang ditentukan oleh Allah selalu ada penalaran di balik dari ketentuan itu sendiri.

Ketiga , kombinasi. Model ini melihat mana syariat Islam yang qath’i dan mana yang dzanni. Pada model ini perlu memilah mana hukum Islam yang bersifat privat dan mana yang publik. Pada hukum privat cenderung tekstualis, sedangkan pada ranah publik cenderung substansialis.

Model ketiga ini menjadi jelas tentang syariat yang diterapkan oleh negara Indonesia, mengapa menolak khilafah sebagai sistem negara. Bukan karena kita pembenci syariat, sebab model yang digunakan dalam penerapan syariat Islam berbeda dengan aktivis khilafah. Karena itu, menolak khilafah bukan berarti kita pembenci syariat. Wallahu a’lam.

Penulis: Mullifah

Perempuan Madura yang sedang aktif di komunitas Puanmenulis. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *