Memaknai Kembali Penciptaan Manusia dalam Pemikiran Ali Syariati

Jalanhijrah.com-Jika kalian familiar dengan kisah penciptaan manusia, kalian pasti paham bahwa Adam dikaruniai keistimewaan lebih dibanding makhluk lain. Walaupun penciptaan manusia ‘cuma’ dari lempung, akan tetapi tempat pertama yang ia pijak adalah tempat yang diidam-idamkan oleh seluruh mahluk, yaitu Surga. Kisah penciptaan Adam selalu menjadi narasi awal mula terciptanya manusia di tradisi agama-agama monoteis. Ajaran Ibrahim, Musa, Isa, sampai Nabi Muhammad SAW, meyakini bahwa Adam diberi mandat untuk mengemban tugas sebagai wakil Tuhan di dunia. Derajat yang tidak ada tandingan kecuali dibandingkan dengan Tuhan itu sendiri.

Lantas, apa sebenarnya sebab keistimewaan ini? Penting bagi kita untuk merenungi kembali penciptaan manusia melalui kacamata Ali Syariati, yang ia tuangkan dalam karyanya berjudul Tugas Cendekiawan Muslim.

Ajaibnya Penciptaan Manusia

Penciptaan Adam (manusia) bermula dari Tuhan, Yang Maha Sempurna, Pencipta manusia dan jagat raya, yang mengatakan kepada malaikat bahwa Dia ingin menciptakan dan menunjuk manusia sebagai wakilNya di muka bumi. Penunjukan ini dibarengi dengan penganugerahan misi spiritual, untuk menjalankan misi suci untuk menebar rahmat Tuhan di dunia.

Sifat kesucian khas yang dikaruniakan kepada manusia, mahluk bumi ini, membuat para malaikat bertanya-tanya, “Apakah Tuhan akan menciptakan mahluk yang akan mengalirkan darah, berbuat kejahatan, menyebarkan kebencian dan balas dendam?” Akan tetapi Tuhan menjawab bahwa Dia mengetahui segala hal yang para malaikat tidak ketahui. Kemudian Tuhan mulai menciptakan manusia dari bentuk paling rendah, dari tanah liat hitam atau lempung yang berbau. Dia tiupkan sebagian ruhNya sendiri pada tanah liat itu, dan lahirlah manusia pertama di dunia.

Dalam konsep Ali Syariati, manusia tercipta dari dua unsur dan hakikat yang berbeda; tanah bumi dan roh suci. Tanah bumi dalam pengertian ini menjadi simbol kerendahan, kenistaan dan kekotoran. Tidak ada satupun di alam ini yang lebih rendah dari tanah itu sendiri. Sedangkan Tuhan adalah Sang Maha Sempurna dan Maha Suci. Dalam setiap mahluk, bagian yang paling sempurna, paling murni dan paling suci adalah spirit atau rohnya. Namun roh Yang Maha Suci adalah spirit Maha Sempurna, yang paling suci diantara semua spirit dan diantara seluruh entitas yang ada di alam semesta, dan manusialah yang memiliki privilege ditiupkan ruh dari yang Maha Abadi dan suci itu.

Baca Juga  Deradikalisasi Agama; Peran Ushul Fikih Dalam Membangun Nalar Islam Moderat

Kemudian Tuhan mengajarkan kepada manusia nama-nama. Apa arti dan maksud dari pelajaran tentang nama-nama itu? Masing-masing orang mengajukan pemahamannya sendiri sesuai dengan cara berpikirnya dan pandangannya. Namun apapun jawaban yang benar, tidak ada sedikitpun keraguan bahwa hal tersebut merujuk pada gagasan tentang pendidikan dan pengetahuan. Demikianlah Tuhan mengajarkan nama segala sesuatu kepada manusia, dan dengan demikian manusia menjadi pemberi nama pada dunianya, menyebutkan segala hal dengan namanya yang tepat.

Dengan demikian, menurut Ali Syariati, Tuhan merupakan guru pertama manusia. Apa lagi yang lebih istimewa dari ini? Bayangkan kita menjadi sosok yang pertama kali menjadi murid seorang tokoh besar. Nabi Muhammad, misalnya. Betapa bahagia dan sejatinya kita menjadi seorang yang akan meneruskan nilai-nilai yang telah kita warisi dari sosok tersebut langsung dari tangan pertama.

Melihat itu, karena cemburu dengan perlakuan Tuhan yang demikian istimewa kepada manusia, para malaikat mengajukan protes. Bagaimana bisa manusia diciptakan dari tanah lembek dan kotor, tapi manusia di atas mereka? Sekali lagi Tuhan berkata Aku mengetahui segala hal yang tidak kalian ketahui”. Sampai kemudian Tuhan menyuruh para malaikat untuk memberikan penghormatan kepada manusia, bersujud di hadapan Adam, menundukkan diri di hadapan makhluk berkaki dua ini.

Keistimewaan Bernama Kehendak dan Ilmu Pengetahuan

Dalam Islam, intelektual manusia dibuktikan lebih unggul daripada para malaikat. Dan terbukti bahwa manusia adalah mahluk superior di antara segala penciptaan. Tuhan menguji para malaikat untuk menyebutkan nama-nama, namun diantara meraka tidak satupun yang mengetahui, sedangkan Adam dapat mengingat semuanya. Dengan demikian malaikat telah dikalahkan dalam ujian itu, dalam ujian ilmu pengetahuan – yang sekaligus ilmu pengetahuan menjadi sumber keunggulan natural manusia. Sujudnya malaikat di hadapan Adam membuktikan kenyataan bahwa dalam pandangan Islam, keluhuran dan keunggulan esensial manusia atas para malaikat terletak pada ilmu pengetahuannya, bukan pada pertimbangan bentuk, wujud, atau rasial apapun juga.

Baca Juga  Membongkar Sesat Pikir Alfian Tanjung Ihwal Pemindahan Ibu Kota Negara

Hal lain yang unik dan indah tentang penciptaan manusia adalah hanya manusia saja lah yang mampu menjadi pemegang dan pengemban amanat Tuhan. Ketika Tuhan menawarkan kepada seluruh mahlukNya – langit, bumi, gunung-gunung, lautan, sungai, fauna, flora dan semua fenomena di jagat raya – apakah di antara mereka ada yang sanggup mengemban amanat Tuhan, maka sekali lagi hanya manusia sajalah yang secara sukarela menerima amanat tersebut.

Oleh karena itu manusia mempunyai keyakinan dan kemampuan untuk menjadi pengemban amanat Tuhan, penjaga karuniaNya yang paling berharga. Telah terbukti bahwa manusia dianugerahi keberanian dan keutamaan serta kebijakan di alam semesta. Demikian pula manusia bukan sekadar khalifah, atau wakil Tuhan di muka bumi ini. Melainkan juga pengemban amanatNya.

Lantas, apa rupa amanat ini? setiap orang dapat memberikan tafsirannya, seperti Jalaludin Rumi mengatakan bahwa amanat itu berarti kehendak bebas atau iradah (free-will) manusia. Keutamaan paling menonjol dari manusia, yang menandai superioritasnya atas mahluk-mahluk lain adalah kekuatan kemauannya atau iradahnya. Ia adalah satu-satunya mahluk yang dapat bertindak melawan dorongan insting, yang hewan maupun tumbuhan tidak dapat melakukannya.

Sebagai contoh, hewan tidak pernah ingin berpuasa, atau juga tumbuhan tidak dapat melakukan bunuh diri atau sengaja berkomplot melakukan kejahatan. Hewan dan tumbuhan tidak dapat bertindak menentang dorongan instingnya. Hanya manusia saja yang dapat melawan dirinya, menentang hakikatnya, dan memberontak terhadap kebutuhan-kebutuhan fisik dan spiritualnya. Hanya manusia yang dapat berbuat menentang apa yang baik dan utama. Ia punya iradah (bebas memilih) untuk bersikap rasional atau irasional, saleh atau jahat, mau seperti malaikat atau seperti iblis. Oleh karena itu, Kemauan bebas merupakan sifat manusia terpenting dan menjadi penghubung kedekatannya dengan penciptanya.

Baca Juga  Paku dan Demokrasi yang Harus Dipahami

Dengan demikian, menurut Ali Syariati, pada dasarnya manusia sangat dekat dengan Tuhan. Karena manusia lahir dari bagian roh Tuhan, dipilih menjadi khalifahNya dan pemegang amanatNya. Dengan kata lain, apa yang sama dalam roh manusia dan roh Tuhan adalah kemauan bebas. Tuhan, satu-satunya Zat dengan keamauan mutlak, yang memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki, bahkan bertantangan dengan hukum-hukum semesta. Tuhan telah meniupkan ruh kepada manusia dan mengantarkan manusia pada kehidupan, agar manusia dapat memanifestasikan sifat-sifatNya di muka bumi. Bahkan Ali Syariati menyebut manusia dapat berbuat “mirip Tuhan”, walaupun jelas memiliki keterbatasan. Manusia dapat berbuat mirip Tuhan, tetapi ia tidak bisa menjadi Tuhan. Sehingga kedekatan manusia dengan Tuhan berasal dari keutamaan yang sama –yaitu kehendak bebasnya.

Apa yang bisa kita bawa pulang dari sini? Dari paparan tadi, tidak ada lagi alasan bagi kita sebagai manusia untuk rendah diri, pesimistis, atau overthinking terhadap keadaan yang kita hadapi. Takdir dan kisah penciptaan manusia telah memilih kita, manusia, untuk memimpin dunia ini – sesuka kita! Untuk menuju kebaikan maupun kehancuran. Maka akan menjadi ironis jika kita terkalahkan oleh dunia. Percayalah, kita mampu mengemban amanat yang telah Tuhan berikan. Percayalah bahwa kita memang makhluk yang tepat dan layak untuk mendapatkan keistimewaan itu. Sebagai khalifah di bumi, dengan segala karunia pengetahuan dan iradah ini, masak sih kita masih saja rebahan di muka bumi?

Penulis: Qohar AB

Menyelesaikan studi di Fakultas Syariah UIN Salatiga. Tertarik pada kajian hukum, filsafat dan pemikiran. Instagram: @qohar.ab
https://islami.co/memaknai-kembali-penciptaan-manusia-dalam-pemikiran-ali-syariati/
Advertisements

By Redaksi Jalan Hijrah

Jalanhijrah.com adalah platform media edukasi dan informasi keislaman dan keindonesiaan yang berasaskan pada nilai-nilai moderasi dan kontranarasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *